Makan Siang Gratis: Antara Ambisi Prabowo-Gibran dan Realitas Anggaran

Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming menjanjikan program makan siang gratis saat debat capres-cawapres (Foto: Instagram/prabowo.gibran2)

PARBOABOA, Jakarta - Tambal sulam anggaran program makan siang gratis besutan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka masih terus berlanjut.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan adanya pemangkasan anggaran program dari semula Rp 15.000 menjadi Rp 7.500 per anak. 

Namun, ia menegaskan alokasi anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 masih sesuai dengan rencana awal, yaitu Rp 15.000 per anak, dengan fleksibilitas implementasinya.

“Anggaran makan bergizi gratis dalam RAPBN masih sama,” ujar Airlangga dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (16/07/2024).

Sebelumnya, ekonom dari Verdhana Sekuritas, Heriyanto Irawan, mengadakan pertemuan dengan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran. 

Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa tim Prabowo sedang mempertimbangkan penurunan biaya makan bergizi menjadi Rp 7.500 hingga Rp 9.000 per anak.

Untuk mendukung program ini, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 71 triliun pada 2025 mendatang. 

Heriyanto menyatakan Prabowo akan menginstruksikan tim ekonominya untuk mengevaluasi kemungkinan penghematan biaya harian dari Rp 15.000 menjadi kisaran Rp 7.500 hingga Rp 9.000 per anak.

"Setelah dikomunikasikan, anggaran Rp 71 triliun sudah disepakati," kata Heriyanto dalam wawancaranya di kanal YouTube Mandiri Investasi, Selasa (16/07/2024)

"Tugas presiden terpilih dan tim ekonominya adalah mempertimbangkan apakah biaya makanan harian bisa lebih hemat, dari Rp 15.000 menjadi Rp 9.000 atau bahkan Rp 7.500," tambahnya.

Sebagai seorang politikus, Prabowo berkeinginan agar program ini dapat menjangkau sebanyak mungkin masyarakat. Namun, dengan jumlah anggaran yang terbatas, tantangan besar pasti dijumpai.

"Tidak mungkin mengubah anggaran sebesar Rp71 triliun menjadi Rp200 triliun atau Rp300 triliun. Analoginya, kita yang belum pernah ikut marathon tiba-tiba memaksakan diri untuk marathon, pasti akan ada masalah," tambah Heriyanto.

Dengan berbagai tantangan, strategi Prabowo dan Gibran dalam menyiasati anggaran dan memastikan program makan siang gratis berjalan lancar tentu menjadi perhatian banyak pihak.

Komentar Ekonom dan Pakar

Terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, mengungkapkan preferensinya untuk program makan bergizi gratis daripada pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. 

Menurutnya, proyek IKN dapat menjadi beban berat bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Kalau diminta memilih antara makan siang gratis atau IKN, saya lebih memilih makan siang gratis," ujar Esther pada Rabu (10/07/2024). 

Ia menambahkan bahwa meskipun program makan bergizi gratis juga memerlukan anggaran besar, manfaatnya lebih nyata bagi masyarakat.

Esther menjelaskan program yang diusulkan Presiden Terpilih, Prabowo itu bisa mendorong konsumsi masyarakat. 

"Peningkatan konsumsi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan nilai produk domestik bruto (PDB)," ujarnya.

Sementara, Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan APBN masih mampu membiayai program makan siang bergizi gratis untuk tahun pertama yang sudah ditetapkan. 

Dalam keterangannya pada Rabu (26/06/2024), Huda menjelaskan anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk program ini hanya mencakup sekitar 1,83-1,91 persen dari total APBN.

Namun, Huda juga mengingatkan dana tersebut hanya mencakup 16% dari total kebutuhan untuk pelaksanaan program makan siang bergizi gratis yang ditujukan untuk siswa, santri, dan ibu hamil, yang diperkirakan mencapai Rp 450 triliun. 

"APBN diperkirakan hanya mampu merealisasikan maksimal 50 persen dari program ini hingga 2029," ungkap Huda.

Lebih lanjut, Huda menjelaskan, meskipun porsi anggaran program makan bergizi gratis relatif kecil, yakni 1,83-1,91 persen dari APBN, hal ini memaksa adanya realokasi anggaran dari kementerian dan lembaga lainnya. 

Jika pemerintah bersikeras merealisasikan 100 persen program ini, maka diperlukan pengalihan anggaran dari proyek strategis nasional lainnya. 

Salah satu proyek nasional yang dimaksud adalah pembangunan IKN yang jika dihentikan, tidak akan berdampak negatif secara signifikan terhadap masyarakat luas.

"Memaksakan realisasi 100 persen dari target akan menyebabkan defisit APBN melampaui batas aman 3 persen terhadap PDB," pungkas Huda. 

Oleh karena itu, ia menyarankan perlunya pertimbangan matang dalam menentukan prioritas anggaran dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang dan kebutuhan mendesak masyarakat.

Perdebatan mengenai program makan siang gratis dan pembangunan IKN, dengan demikian mencerminkan tantangan besar dalam menyeimbangkan antara investasi jangka panjang dan kebutuhan mendesak.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS