9 Tahun Pemerintahan Jokowi: Kasus HAM Masa Lalu Tak Kunjung Selesai

Massa aksi kamisan menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. (Foto: PARBOABOA/Muazam)

PARBOABOA, Jakarta – Kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu belum juga terselesaikan hingga sembilan tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Selama menjabat, Presiden Jokowi hanya melakukan penyelesaian non-yudisial untuk 12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang sempat ia akui di Januari 2023 lalu.

Namun, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai, penyelesaian non-yudisial 12 kasus pelangaran HAM masa lalu itu jauh dari kata tuntas bagi korban dan keluarga.

“Juga tidak terlihat tanda-tanda dimulainya penyelesaian yudisial. Sampai saat ini belum ada tindakan konkret dari Jaksa Agung untuk memajukan kasus-kasus ini ke tahap penyidikan dan penuntutan, sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” tegasnya saat dihubungi PARBOABOA, Jumat (20/10/2023).

12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang diakui Jokowi tersebut yaitu peristiwa 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari Lampung 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Aceh 1989, peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, peristiwa kerusuhan Mei 1998, peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999, peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999.

Lalu, peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, peristiwa Wasior, Papua 2001-2002, peristiwa Wamena, Papua 2003 dan peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003.

Usman Hamid juga mempertanyakan komitmen Jokowi yang harus menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu melalui pengadilan HAM, sebagaimana amanat konstitusi.

Ia menilai, budaya impunitas masih dipelihara selama Jokowi menjabat. Padahal, korban dan keluarga masih terus menantikan penyelesaian kasus secara berkeadilan.

“Ketidakjelasan dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM adalah bentuk dari pengingkaran atas keadilan. Lambatnya proses penegakan hukum mengandung pesan bahwa keadilan begitu sulit terpenuhi,” ungkapnya.

Mendesak Jokowi memerintahkan Jaksa Agung segera mengusut dan menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat disisa masa jabatannya, imbuh Usman Hamid.

Jokowi Malah Tambah Kasus HAM Baru

Senada dengan Amnesty Internasional, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai, Presiden Jokowi justru menambah kasus HAM baru dengan penggusuran paksa warga negara dengan dalih pembangunan, alih-alih menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.

KontraS mengatakan, ambisi pemerintah membangun di beberapa daerah nyatanya tidak berimbang dengan semangat penghormatan terhadap HAM dan penjaminan ruang hidup masyarakat.

Menurut Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, ambisi pembangunan Jokowi melalui Proyek Strategis Nasional (PSN) menimbulkan berbagai bentuk pelanggaran HAM masyarakat.

“Pelanggaran HAM berbasis pembangunan sejatinya tidak hanya muncul dalam sektor PSN, tetapi berbagai bentuk pelanggaran HAM turut hadir dalam beberapa proyek lainnya khususnya sumber daya alam,” katanya.

Salah satu kasus yang diduga melanggar HAM adalah PSN pembangunan kilang minyak di Nagari Air Bengis, Sumatra Barat. Bahkan, dalam rentang waktu 31 Juli hingga 5 Agustus 2023, sekitar 1.000 warga Nagari Air Bangis dan mahasiswa menggelar unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumatra Barat.

Mereka menolak rencana PSN kilang minyak dan petrokimia dengan luas konsesi 30.000 hektare karena menyerobot lahan yang dikelola warga.

Namun aksi itu ditanggapi secara represif dengan pengerahan kekuatan oleh aparat keamanan, disertai penangkapan 18 orang warga, mahasiswa dan aktivis. Termasuk intimidasi dan kekerasan empat jurnalis peliput aksi.

PSN lainnya yang menimbulkan masalah yaitu pembangunan ‘Rempang Eco City’ di Pulau Rempang-Galang, Batam, Kepulauan Riau, 7 September 2023.

Saat itu, Polda Kepulauan Riau melakukan kekerasan dan intimidasi terhadap masyarakat yang menolak pengukuran lahan untuk ‘Rempang Eco City’.

Bahkan, aparat menangkap enam orang warga dan membuat puluhan warga lainnya luka-luka. Kekerasan dan intimidasi juga membuat ratusan murid harus menyelamatkan diri dari tembakan gas air mata aparat di sekolah.

PARBOABOA berupaya menghubungi Deputi V bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM Kantor Sekretariat Presiden, Jaleswari Pramodharwani untuk meminta tanggapan terkait penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu dan yang baru-baru ini terjadi. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada jawaban dari yang bersangkutan.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS