PARBOABOA, Jakarta - Utang pemerintah Indonesia sampai akhir September 2023 mencapai Rp7.891,61 triliun.
Posisi utang tersebut meningkat jika dibandingkan dengan posisi pada bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) yang tercatat sebesar Rp7.870,35 triliun.
Namun, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu, rasio utang pemerintah per September 2023 lebih rendah dari 39,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada September 2022.
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu), peningkatan jumlah utang ini sejalan dengan rasio utang terhadap PDB yang mencapai 37,95 persen.
Bahkan, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjelaskan bahwa PDB saat ini berada di bawah batas aman yang ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu sebesar 60 persen dari PDB.
Rasio ini juga masih sesuai dengan target yang telah ditetapkan dalam strategi pengelolaan utang jangka menengah tahun 2023-2026, yang berada di kisaran 40 persen.
Meskipun jumlah utang terus meningkat, Kemenkeu menegaskan bahwa pengelolaan utang dilakukan dengan hati-hati dan risiko yang terkendali.
Dalam kebijakan pembiayaan utangnya, pemerintah mengutamakan pembiayaan dalam negeri, dan utang luar negeri digunakan sebagai pelengkap.
Adapun mayoritas utang berasal dari dalam negeri, sekitar 72,07 persen, dan mayoritas instrumen utang adalah Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,86 persen.
Pada akhir September 2023, profil jatuh tempo utang Indonesia terbilang aman, dengan rata-rata waktu jatuh tempo tertimbang sekitar 8 tahun.
Dampak Utang Terhadap Perekonomian
Utang pemerintah dapat memiliki dampak yang signifikan pada ekonomi suatu negara.
Dampaknya dapat bervariasi tergantung pada berbagai faktor, termasuk ukuran utang, tingkat bunga, pengelolaan utang, penggunaan dana dari utang, dan kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut adalah beberapa dampak utang pemerintah terhadap ekonomi:
1. Beban Bunga yang Meningkat
Semakin besar utang pemerintah, maka akan semakin besar beban bunga yang harus dibayarkan.
Jika pemerintah harus mengalokasikan sejumlah besar pendapatan untuk membayar bunga utang, hal ini dapat mengurangi dana yang tersedia untuk program-program sosial, investasi, dan pengembangan infrastruktur.
2. Inflasi dan Depresiasi Mata Uang
Jika pemerintah mencoba untuk membiayai utang dengan mencetak lebih banyak uang, ini dapat menyebabkan inflasi yang tinggi.
Selain itu, peningkatan utang yang signifikan dapat mengakibatkan depresiasi mata uang negara, yang dapat merugikan perdagangan internasional dan daya beli domestik.
3. Ketidakpastian Investasi
Peningkatan utang yang signifikan dan ketidakpastian seputar pengelolaan utang dapat membuat investor tidak yakin tentang kestabilan ekonomi. Hal ini dapat mengurangi investasi swasta dalam ekonomi dan meredam pertumbuhan jangka panjang.
4. Penurunan Kredibilitas dan Peringkat Kredit
Peningkatan utang yang tidak terkendali dapat mengakibatkan penurunan kredibilitas pemerintah di mata investor dan lembaga pemeringkat kredit.
Penurunan peringkat kredit negara dapat membuat biaya meminjam uang lebih tinggi dan mengurangi akses ke pasar modal internasional.
5. Tekanan Pajak
Untuk membayar utang yang semakin besar, pemerintah mungkin terpaksa meningkatkan pajak atau memotong pengeluaran.
Hal ini dapat memberikan tekanan tambahan pada warga negara dan bisnis, yang pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Editor: Wenti Ayu