PARBOABOA, Humbang Hasundutan - Hipotesis soal temuan struktur bangunan yang diduga sebagai 'Piramida Toba' di Desa Marbun, Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang Hasundutan, Danau Toba, Sumatra Utara masih belum menemukan titik temu.
Beberapa peneliti menyatakan temuan tersebut benar menyerupai piramida, namun ada pula peneliti yang menduga bahwa itu merupakan lapisan hunian yang 'terlupakan'.
Hal itu dikuatkan oleh Peneliti Madya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wilayah Sumatra Utara, Defri Elias Simatupang melalui hipotesisnya yang menyebut lokasi yang disebut Piramida Toba berdekatan dengan lokasi temuan 7 kerangka manusia purba di Desa Sinambela.
"Bukan piramida tapi lapisan hunian masyarakat yang los kontak dengan pendukung masyarakat sekarang,” katanya kepada PARBOABOA.
Defri yang turut serta dalam penggalian mengatakan, 7 kerangka manusia purba berada di atas perbukitan Bakkara, Kabupaten Humbang Hasundutan, yang ditemukan pada 2021.
Temuan tujuh kerangka manusia itu ada di dalam kolong sebuah rumah tua. Dari temuan tersebut, Badan Arkeologi Sumatra Utara menafsirkan kerangka manusia tersebut memiliki usia lebih dari 200 tahun.
Namun, ketika disinggung PARBOABOA terkait pernyataan Prof Danny Hilman Natawidjaja dari BRIN Pusat, yang mengatakan temuan tersebut merupakan sebuah piramida, Defri menilai, pernyataan rekan sejawatnya di BRIN itu tidak seratus persen salah .
"Proses ekskavasi, perlu dilakukan untuk membuktikan pernyataan Prof Hilman tersebut benar atau salah," ungkapnya.
Ia juga mengingatkan efek dari penamaan Piramida Toba seperti yang disampaikan Profesor Hilman, seperti rusaknya situs karena eksploitasi orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
“Cuma konsekuensi jadi viral dan merusak lokasi itu sendiri dengan ramai-ramai orang ke sana lalu coba gali-gali demi nyari emas misalnya," kata Defri.
Ia menduga, Prof Danny menggunakan kata Piramida Toba untuk mendapatkan atensi publik, karena akan berkaitan dengan sponsor untuk penelitian arkeologi mereka.
Penelitian Arkeologi Terhalang Dana
Peneliti BRIN, Defri mengaku banyaknya kendala penelitian arkeologi di Indonesia selama ini. Masalah utama yaitu minimnya anggaran.
Ia mencontohkan, proses ekskavasi (penggalian, red) tujuh tengkorak yang mereka lakukan dua tahun lalu harus terhenti karena kurangnya dana operasional penelitian.
“Lokasi piramida Toba tersebut relatif selevel dengan lokasi penggalian yang kami lakukan dua tahun lalu. Sayangnya sejak kantor kami (Balai Arkeologi Sumatera Utara) bubar, kami belum menemukan sponsor yang mau membantu dana operasional untuk penggalian kami selanjutnya," ungkap Defri.
Ia hanya berharap ada kolaborasi dan sinergitas riset antara tim arkeolog yang dipimpin Prof Hilman dan tim arkeolog Sumut yang hingga kini masih mengupayakan penelitian lanjutan dari tahap 1 pada 2021 .
“Saya juga sudah berkoordinasi dengan Prof Hilman, apalagi kami sekarang sama-sama di bawah lembaga riset BRIN,” imbuh Defri.
Sebelumnya, Peneliti BRIN, Profesor Danny Hilman Natawidjaja, mengaku menemukan lokasi bebatuan yang diberi nama Piramida Toba di Kecamatan Bakti Raja, Kabupaten Humbang Hasundutan.
Lokasi tersebut ditemukan secara tidak sengaja saat meneliti jalur gempa di sekitar kecamatan Baktiraja pada 2022 lalu.
Hilman menemukan bangunan dengan struktur bebatuan yang berbentuk segitiga menyerupai piramida. Namun ia mengaku masih perlu penelitian lebih mendalam terkait temuan tersebut.
Temuan yang disebut Piramida Toba itu juga tidak jauh dari situs bersejarah Istana Pahlawan Nasional Sisingamangaraja.
Temuan itu juga telah dipresentasikan Profesor Danny Hilman Natawidjaja di depan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
Editor: Kurniati