PARBOABOA, Israel - Ratusan warga Israel diterima dengan hangat di Arab Saudi setelah terpaksa mendarat darurat di Jeddah usai pesawat yang mereka tumpangi mengalami masalah, pada Senin (29/8/2023).
Meskipun Israel dan Arab Saudi tidak memiliki hubungan diplomatik resmi, tetapi Jeddah memberi izin pesawat tujuan Seychelles ke Tel Aviv itu untuk mendarat darurat.
Mengutip AFP, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengucapkan terima kasih kepada Arab karena menfasilitasi akomodasi di Jeddah selama satu malam.
"Saya mengapresiasi sikap hangat otoritas Saudi terhadap penumpang warga Israel yang penerbangannya mengalami kesulitan di Jeddah," kata Netanyahu dalam pernyataan video singkat pada Rabu (30/8/2023).
Media Israel menyebutkan, ada 128 penumpang warga Israel yang menaiki pesawat charter tersebut.
Pendaratan darurat pesawat yang ditumpangi warga Israel kembali menjadi sorotan internasional, mengingat, Tel Aviv dan Jeddah tak memiliki hubungan diplomatik.
Saudi mengizinkan penerbangan Israel ke wilayah udara mereka pada Juli 2022, setelah Presiden Amerika Serikat Joe Biden berkunjung ke Jeddah.
Belakangan ini, proyek normalisasi hubungan dengan negara Muslim termasuk Arab Saudi memang menjadi fokus Israel yang dibantu AS.
Normalisasi Hubungan Diplomatik Israel dan Saudi
Normalisasi hubungan diplomatik Israel dan Arab Saudi menjadi salah satu isu penting setelah dua negara satelit Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, menandatangani Perjanjian Abraham (Abraham Accords).
Mengutip US Department of State, Perjanjian Abraham merupakan perjanjian yang diperantarai AS untuk menarik negara-negara Arab dan mayoritas Muslim agar mengakui dan menormalisasi hubungan dengan Israel.
Kendati demikian, situasi politik Tel Aviv yang didominasi partai sayap kanan-religius tidaklah kondusif bagi upaya pendekatan kedua negara.
Di sisi lain, dominasi partai-partai sayap kanan seperti Liqud, mengharuskan Israel memusatkan perhatiannya pada isu-isu domestik di tengah instabilitas politik.
Di Arab Saudi sendiri, Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) sudah mulai melakukan sejumlah terobosan, termasuk konsolidasi kekuasaan dalam rangka implementasi program reformasi Arab Saudi melalui Saudi Vision 2030.
Mengutip situs resmi vision2030.gov.sa, Visi Saudi 2030 merupakan program jangka panjang Arab Saudi untuk mengurangi ketergantungan pada sektor minyak bumi, dengan mengembangkan sejumlah sektor layanan umum seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, rekreasi dan pariwisata, untuk memperkuat ekonomi.
Analisis Broto Wardoyo, dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia dalam "Prospek Normalisasi Hubungan Diplomatik Arab Saudi dan Israel" yang diterbitkan Laboratorium Indonesia 2045, menyebutkan penurunan pengaruh Amerika Serikat di Timur Tengah pada level struktural tidak sepenuhnya diisi oleh Cina.
Di sisi lain, pendekatan Cina di Timur Tengah yang lebih mengarah pada sektor ekonomi tidak bertabrakan dengan fokus Negeri Paman Sam yang lebih terfokus pada bidang politik dan keamanan.
Menurut Broto, dampak dari peran Cina dalam mediasi hubungan Arab Saudi dan Iran membuat harga bagi normalisasi hubungan Arab Saudi dengan Israel, yang diinginkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, menjadi lebih mahal.
Karena itu, sejumlah pertimbangan tersebut memberikan kemungkinan proyeksi normalisasi hubungan diplomatik Arab Saudi dan Israel tetap terbuka lebar, kendati pun tidak dalam waktu yang singkat.
Broto juga menyebut, langkah semacam itu tentu akan berdampak secara langsung bagi Palestina dan secara tidak langsung bagi Indonesia.
Hal ini semestinya menjadi stimulus bagi Pemerintah Indonesia agar lebih serius mengamati perkembangan di Timur Tengah, terutama Palestina.
Bahkan, ia menyarankan Indonesia perlu memiliki tim khusus yang ditugaskan untuk membangun kebijakan terkait dengan perkembangan di Palestina dan Timur Tengah.
Editor: Andy Tandang