Rumah Sakit Indonesia di Gaza Jadi Target Militer Israel, Perlukah Pemerintah Lakukan Retaliasi?

Rumah Sakit Indonesia di Gaza. (Foto: MER-C)

PARBOABOA, Jakarta - Dalam Hukum Humaniter Internasional Aturan 25, fasilitas medis, tenaga medis, serta korban luka dan sakit tidak boleh dijadikan sasaran perang atau target militer. 

Sayangnya, dalam perang yang terjadi antara kelompok militan Palestina, Hamas dan Militer Israel, rumah sakit nyatanya tak luput dari serangan. 

Salah satunya Rumah Sakit Indonesia (RSI) di Gaza yang mendapat serangan 11 rudal pada Jumat (10/11/2023). 

Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Lalu M Iqbal di hari yang sama mengatakan, sasaran roket menargetkan daerah Taliza'tar yang sangat dekat RSI. 

Sementara melansir dari Al Jazeera, Kementerian Dalam Negeri di Gaza pada Sabtu (11/11/2023), mengatakan jet tempur Israel telah melakukan serangkaian serangan di sekitar RSI di utara wilayah kantong tersebut.

Tak hanya RSI, tenaga medis termasuk dokter juga tewas setelah menjadi terget militer.   

Salah satu dokter yang tewas yakni spesialis anastesi lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Jawa Tengah, dr Mueen Al-Shurafa, Sp.An. 

Rumahnya yang ada di Gaza menjadi sasaran pasukan Israel. Beruntung keluarga selamat dan kini mengungsi di Rafah. 

Dari serangkaian serangan itu, nyatanya aset Indonesia telah menjadi target militer Israel. 

Selain menjadi target militer, fasilitas medis RSI nyatanya juga dalam tekanan yang luar biasa setelah bantuan kemanusiaan terhambat.

Tak berhenti di situ, Israel bahkan menuduh RSI sebagai tempat menyembunyikan infrastruktur teror Hamas. 

Padahal sudah ditegaskan, RSI sepenuhnya berfungsi untuk melayani kebutuhan medis masyarakat Palestina. 

Akibat serangan dan tuduhan tersebut, Indonesia dinilai perlu melakukan langkah-langkah konkret dan berani dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel.

Menurut pengamat kebijakan publik, Achmad Nur Hidayat, Indonesia perlu mempertimbangkan retaliasi (tindakan balasan) yang tegas dan berdaya guna untuk menegaskan sikapnya. 

Retaliasi yang dimaksud di antaranya, mengambil langkah hukum dengan membawa Israel ke hadapan International Criminal Court (ICC).

Menurut Achmad, ini menjadi strategi efektif untuk menuntut pertanggungjawaban atas agresi penjajahan terhadap Palestina dan penghancuran Rumah Sakit Indonesia. 

"Upaya ini sekaligus menunjukkan komitmen Indonesia terhadap penegakan hukum internasional dan keadilan," katanya kepada PARBOABOA, Senin (13/11/2023).

Langkah selanjutnya yang dapat diambil yakni menyampaikan tekanan politik dan diplomatik negosiasi internasional atau Indonesia inisiatif mengirim angkatan perang dan pasukan perdaiaman ke Israel.

Ketiga, Indonesia dapat melakukan diplomasi aktif dengan Mesir dan negara-negara Timur Tengah lainnya untuk membentuk aliansi pasukan perdamaian yang melindungi warga Gaza. 

Menurut Achmad, ini akan memperkuat upaya internasional dalam menghadapi eskalasi konflik dan memberikan perlindungan bagi korban yang tak berdosa.

Langkah yang kini tengah viral di kalangan masyarakat Indonesia yakni boikot bisnis dengan Israel. 

Pemerintah Indonesia diminta menghentikan entitas bisnis nasional yang melakukan perdagangan dengan Israel sebagai bentuk tekanan ekonomi. 
Boikot bisnis ini dapat merugikan ekonomi Israel dan menyuarakan penolakan Indonesia terhadap tindakan agresif yang merugikan kemanusiaan.

Terakhir, Indonesia dapat terus mengkoordinasikan upaya pengiriman bantuan kemanusiaan yang cepat dan efektif ke wilayah yang terdampak. 

Tak hanya itu, pemerintah juga dapat mengirim tim medis darurat untuk memberikan pertolongan langsung kepada korban dan mendukung fasilitas kesehatan yang terdampak.

"Dengan langkah-langkah retaliasi ini, Indonesia tidak hanya mengambil posisi yang kuat dalam mendukung hak asasi manusia, tetapi juga memberikan kontribusi konkret dalam upaya mencapai perdamaian dan keadilan di wilayah yang dilanda konflik," katanya.

Editor: Umaya khusniah
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS