PARBOABOA, Jakarta - Sistem pendidikan tanah air belakangan ini selalu menjadi sorotan masyarakat.
Beragam masalah disoalkan baik masyarakat, praktisi pendidikan, maupun anggota DPR RI.
Misalnya, sistem administrasi, kebijakan uang sekolah, seragam sekolah, termasuk manajemen keuangan dan penyaluran bantuan sekolah yang amburadul.
Terbaru, Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Demokrat, Anita Jacoba Gah, bahkan marah-marah saat rapat kerja dengan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, dan jajaran pejabat Kemendikbud.
Dia mengaku sangat kecewa karena masukan dan usulan yang kerap disampaikan DPR tak didengar, bahkan cenderung diabaikan.
Kehebohan tersebut terjadi saat rapat kerja tentang anggaran Kemendikbud di DPR pada Rabu (5/6/2024).
Awalnya, Anggota DPR RI Dapil NTT II itu meminta Kemendikbud untuk mengoreksi penggunaan anggaran.
Anita mengajak Menteri Nadiem dan timnya untuk koreksi diri, “Kenapa ini terjadi, jujur sama diri kita sendiri, anggaran yang sudah diberikan begitu banyak tahun 2024 apakah sudah digunakan dengan baik atau tidak,” kata Anita dalam rapat tersebut.
Lebih lanjut, dia mengatakan jangan sampai ketika anggaran Kemendikbud ditambah tetapi tidak digunakan dengan baik.
Hal tersebut sangatlah berdasar. Anita menjelaskan semua temuannya mengenai permasalahan sektor pendidikan di lapangan.
“Sampai hari ini, Pak Menteri, tegasnya, berulang kali saya katakan bahwa masih banyak persoalan terhadap realisasi anggaran dan penyerapan anggaran APBN itu ke daerah.”
Lantas dia mencontohkan, di wilayah NTT masih ada guru yang sudah lolos sebagai PPPK, tetapi belum mendapatkan SK.
“Bapak, Provinsi NTT, belum. Mereka belum terima SK,” kata dia.
Kemudian masalah lainnya, sambungnya, banyak guru yang bertugas di daerah terpencil namun masih ada banyak juga yang belum menerima tunjangan.
Dia juga menyoroti pembangunan sekolah yang hingga saat ini terbengkalai padahal anggarannya sejak 2021.
Sebagai contoh kasus di lapangan, dia menerangkan kondisi sekolah di Kabupaten Kupang.
Dari data yang dia miliki, di kabupaten tersebut ada 17 sekolah bangunan yang dari 2021 sampai sekarang tidak terselesaikan.
Situasi semakin tegang saat Anita membahas permasalahan lainnya. Nada bicaranya mulai meninggi.
Dia menyoroti soal dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang menurutnya juga bermasalah hingga KPK harus turun tangan.
“Soal Dana PIP, dia mengakui, sebelumnya pernah mengatakan bahwa kalau KPK memberikan rekomendasi kepada Kemendikbud, harusnya Kemendikbud sadar.”
Sebagai dewan kami sudah menyampaikan setiap rapat banyak persoalan, lakukan pengawasan, “laporkan kepada kami, tapi kami tidak pernah didengar. Iya kan?” terangnya.
Akhirnya sekarang katanya, KPK memberikan rekomendasi baru seakan-akan Kemendikbud seperti kebakaran jenggot.
Anita kemudian mengencangkan kembali nada suaranya saat DPR disebutnya mau diatur oleh Kemendikbud.
Bahkan Anita terlihat menunjuk-nunjuk ke arah Nadiem dan pejabat Kemendikbud lainnya.
Dia mempertanyakan, pihaknya sebagai pemangku kepentingan mau diatur oleh Kemendikbud untuk melakukan verifikasi oleh dinas.
“Jangan suruh dinas,” katanya, “apa yang diusulkan DPR harus dilakukan, kita ini lembaga tinggi negara, wakil rakyat, kita yang menentukan anggaran di Indonesia ini,” ucapnya.
Dia pun tak habis pikir dengan aturan tersebut. Bahkan dia merasa lucu karena mempertanyakan bagaimana Kepala Dinas bisa memverifikasi data yang disampaikan oleh DPR.
“Jadi kalau mau verifikasi,” terangnya, “harus kementerian lakukan verifikasi terhadap dinas. Dinas kemudian lakukan verifikasi terhadap sekolah.”
“Hasil verifikasi itu baru diberikan kepada DPR, gitu, jangan dibolak-balik,” jelasnya.
Dorong KPK Periksa Kemendikbud
Banyaknya persoalan di Kementerian Pendidikan mendorong Anita untuk meminta kepada Pimpinan Komisi X agar memberikan rekomendasi kepada KPK memeriksa penggunaan anggaran di Kemendikbud.
“Kepada pimpinan Komisi X DPR RI, dia berharap untuk memberikan rekomendasi kepada KPK supaya dilakukan pemeriksaan APBN yang ada di Kemendikbud.
Banyak persoalan yang diselesaikan,” katanya, “seperti PIP, KIP, dana BOS, banyak yang hancur ini.”
“Tolong, KPK,” mintanya, “periksa keuangan Kemendikbud tahun 2021, 2022, dan 2023.”
Dia pun berharap Komisi X tak menambah anggaran Kemendikbud jika ditemukan uang itu dikorupsi dan bukan untuk rakyat.
Dia pun berharap, pihak Kementerian Pendidikan tidak memperlakukan anggota DPR RI seperti anak kecil.
“Anda mau nggak sebagai menteri diverifikasi oleh dinas? Jangan aneh-aneh lah. Kalian telah dipilih melalui keputusan presiden, jadi berikanlah yang terbaik untuk rakyat. Semoga apa yang saya sampaikan ini dapat dilihat oleh presiden yang baru,” pungkasnya.
Editor: Norben Syukur