PARBOABOA, Jakarta - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo diprediksi akan melakukan dua kali reshuffle kabinet sepanjang 2023. Untuk menjaga efektivitas pemerintahan di tengah memanasnya persaingan partai politik menjelang Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2024 mendatang.
Hal itu dikatakan Direktur PARA Syndicate Ari Nurcahyono yang memprediksi kemungkinan reshuffle kabinet akan terjadi antara Maret dan April atau pada Oktober dan November di tahun ini.
“Kemungkinan paling tidak ada satu atau dua kali reshuffle selama 2023,” ucapnya Ari dalam diskusi ‘Proyeksi Politik 2023, Membaca Arah Pemilu 2024: Terbuka atau Tertutup?’ yang digelar secara daring, Rabu (04/01/2023).
Lebih lanjut, Ari menilai, ketegangan partai politik sudah mulai terlihat saat ini. Terbaca dari ketegangan antara Partai Demokrasi Indonesi Perjuangan (PDIP) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) pasca deklarasi Anies Baswedan. PDIP telah beberapa kali mengeluarkan pernyataan mengenai Partai Nasdem untuk mundur dari koalisi pemerintahan Jokowi.
“Sudah berapa kali misalnya soal antitesa Jokowi itu menjadi amunisi bagi PDIP untuk mengeluarkan statement bagaimana Partai Nasdem selayaknya mundur dari pemerintahan,” ucapnya.
Hal inilah yang menurut Ari menjadi alasan Jokowi untuk melakukan reshuffle, agar ketegangan partai koalisi dan partai lainnya tidak mengganggu pemerintahan.
“Bukan tidak mungkin bahwa wacana reshuffle kabinet yang telah muncul ke publik menjadi kebutuhan presiden untuk menjaga supaya ketegangan koalisi partai itu jangan sampai mengganggu efektivitas pemerintahan,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua DPP Partai PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mengeluarkan statement agar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar dan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mundur dari koalisi pemerintahan Jokowi saat ini, karena adanya ketidakcocokan kedua menteri tersebut dengan pemerintahan Jokowi.
"Alasan dorong menteri NasDem di-reshuffle) Satu, (karena) kinerjanya. Dua, termasuk partainya. Kalau memang gentle betul sudah seperti itu, akan lebih baik, untuk menteri menterinya lebih baik mengundurkan diri. Itu lebih gentle. Ya, sebab apa, sebab, rupanya, mungkin agak tidak cocok dengan kebijakan Pak Jokowi, termasuk yang disampaikan adalah sosok antitesis Pak Jokowi," ucap Djarot, di kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Editor: -