PARBOABOA, Jakara - Tensi politik nasional terus memanas. Presiden terpilih, Prabowo Subianto baru-baru ini melempar frasa politik yang multitafsir.
Pernyataan tersebut disinyalir bermaksud untuk menyinggung pihak-pihak yang tidak mau diajak bekerja sama dalam pemerintahannya nanti.
Dia menegaskan semua pihak yang tak mau bekerja sama untuk tidak mengganggu.
Pernyataan Itu disampaikan saat hadir di acara rapat koordinasi nasional atau Rakornas Partai Amanat Nasional (PAN) di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan pada Kamis, (9/05/2024).
Prabowo memulai pembicaraannya dengan mengatakan kemajuan Indonesia saat ini tak dibendung lagi.
Kecuali, jelasnya, jika para elite Indonesia tidak bisa atau tidak mau diajak bekerja sama.
Maka dari itu, Prabowo mengakui bahwa pihaknya akan menjalankan pemerintahan bersama kekuatan yang mau diajak bekerja sama.
Dia pun tidak mempersoalkan jika ada yang memilih untuk tidak bergabung dengan pemerintahan.
Karena itu, ia meminta mereka tak bertingkah jika sudah menolak ajakan kerja sama. “Kalau sudah tidak mau diajak kerja sama, ya jangan mengganggu donk,” tegasnya.
Ketua Umum Partai Gerindra itu pun meminta kelompok tersebut untuk nonton saja, "kalau ada yang mau nonton di pinggir jalan, silahkan jadi penonton yang baik. Orang lagi pada mau kerja kok.”
Kemudian ia mengklaim bahwa pihaknya ingin bekerja untuk mengamankan kekayaan bangsa Indonesia. Sekaligus ingin menghilangkan kelaparan di Tanah Air.
Tanggapan Partai Politik
Pernyataan Prabowo tersebut mendapat respon positif dari Partai Demokrat. Partai yang dipimpin AHY ini sepakat dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto tersebut.
Walau demikian, kata Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron,Prabowo akan terbuka jika ada yang memiliki ide dan gagasan besar untuk bangsa, "pernyataan Pak Prabowo, sudah benar," katanya kepada media, Sabtu (11/5/2024).
Lebih lanjut ia menegaskan, Prabowo telah dan akan terus mengajak para pihak baik secara tertutup maupun terbuka untuk turut serta membangun bangsa.
Bahkan, jelasnya, siapapun yang memiliki gagasan, ide, dan bahkan kritikan terhadap perjalanan kepemimpinan bangsa, semestinya ke depan dapat bergabung dengan pemerintahan.
Herman menegaskan, semua itu juga demi kepentingan rakyat. Jika ada yang mengganggu, menurutnya, tentu akan menghambat kerja pemerintah dan berdampak ke rakyat.
Sementara Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, menjelaskan pada setiap pemerintahan pasti ada yang bergabung dan berada di luar pemerintahan.
Dia menerangkan, parlemen adalah forum untuk oposisi. Airlangga pun membuka pintu bagi pihak yang tak ingin bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran," ruang oposisi itu di Parlemen, silahkan ke sana," jelasnya di Jakarta, Sabtu (11/5/2024)
Berbeda dengan itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tidak sepakat dengan pernyataan Prabowo tersebut. Hal ini disampaikan oleh Ketua DPP partai tersebut, Achmad Baidowi
Menurut dia, kritik yang disampaikan oleh pihak luar pemerintah tentu tidak bisa dianggap mengganggu.
Mengganggu itu jelasnya, buat kekacauan, mengganggu ketertiban umum, mengganggu keamanan dan pertahanan.
"Jika kritik yang diberikan untuk mengkritisi program pemerintah masih dalam batas wajar dan sesuai kondisi yang ada, tidak bisa disebut mengganggu, jelasnya di Jakarta, Sabtu, (11/05/2024).
Selain itu PKS melalui Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Mardani Ali Sera mengatakan, pernyataan Prabowo sangat wajar diucapkan. Pasalnya, Prabowo memang menjadi pemenang dalam Pilpres 2024.
Meski demikian, Mardani mengingatkan Prabowo mengenai fungsi kontrol yang harus tetap dilakukan dalam pemerintahan Prabowo.
Menurutnya, PKS pasti akan aktif ikut membangun Indonesia mendatang dengan posisi sebagai oposisi yang kritis.
Prabowo Mengancam Oposisi
Founder dan Direktur The Indonesian Agora Research Center dan Ranaka Institute, Ferdinandus Jehalut menilai pernyataan Prabowo tersebut memantik kontroversi.
Menurutnya dalam setiap pidato atau pernyataan dan penampilan publiknya, Prabowo cenderung menggunakan paradigma komunikasi politik yang mekanistis.
“Anomalinya mungkin terjadi dalam masa-masa kampanye Pilpres 2024,” jelas Ferdi melalui pesan tertulis yang diterima PARBOABOA , Minggu (12/05/2024).
Selama masa kampanye Pilpres 2024, jelasnya, Prabowo cenderung menggunakan paradigma interaksional yang menonjolkan sisi dialogis dari komunikasi politik dan paradigma pragmatis yang menonjolkan gestikulasi sebagai bentuk komunikasi politik.
Dalam paradigma pragmatis, kekuatan terbesar komunikasi politik bukan terletak pada kata-kata, melainkan pada gestikulasi atau tindakan.
Aspek pragmatis inilah yang menjelaskan mengapa Prabowo yang dihajar habis-habisan oleh Capres 01 dan 03 selama debat Capres justru lebih banyak mendapatkan simpati publik.
Saat dihajar oleh kedua rivalnya selama debat, Prabowo memang cenderung menampilkan gestikulasi kesedihan yang membuat publik justru bersimpati kepadanya.
Namun siapa yang menyangka, pasca diumumkan sebagai presiden terpilih dalam kontestasi Pemilu 2024, Prabowo nampaknya mulai kembali ke setelan pabriknya.
Lebih lanjut oia menjelaskan, publik mungkin pelan-pelan harus sadar bahwa branding gemoy yang dipakai selama masa kampanye Pilpres 2024 hanyalah manipulasi citra untuk menarik simpati pemilih generasi Y dan Z.
Branding itu menurutnya, sangat kontradiktif dengan karakteristik Prabowo yang sangat militeristik.
Dalam konteks ini, Prabowo tentu tidak nyaman untuk terus hidup dalam citra yang direkayasa itu.
Prabowo mau tidak mau harus kembali ke karakter aslinya yang sangat militeristik. Sebab karakter ini paling relevan dikomunikasikan dengan cara yang sangat mekanistis.”
Dalam komunikasi politik, jelas Ferdi, paradigma mekanistis cenderung memusatkan perhatian pada efek politik dari pesan yang disampaikan.
Paradigma ini tidak peduli pada diri individu yang mampu melakukan filter konseptual sebagaimana diyakini dalam paradigma psikologis.
Di sisi lain, paradigma ini juga tidak mempertimbangkan pentingnya pola komunikasi dialogis yang merangsang partisipasi publik sebagaimana diyakini dalam paradigma interaksional.
“Paradigma mekanistis berpegang pada ajaran bahwa efek pesan itu bisa diramalkan dan bahkan diciptakan atau direkayasa,” ungkapnya.
Cara merekayasanya, jelasnya, dengan melakukan demagogi atau bisa jadi juga secara gamblang mendesain atau menebarkan narasi-narasi ketakutan sehingga efek yang diharapkan bisa tercapai.
“Orang yang mengadopsi paradigma ini membayangkan audiens atau publik itu sebagai penerima pasif yang tidak bisa menyaring secara konseptual pesan yang mereka terima,” terangnya.
Maka menurut Ferdi, berdasarkan gambaran umum kecenderungan komunikasi politik Prabowo itu, bertujuan menyebarkan demagogi politik kepada para oposan pemerintah dalam kepemimpinannya lima tahun yang akan datang.
Ferdi juga menjelaskan,selama ini memang, Prabowo sedang gencar melakukan lobby dan negosiasi politik dengan Parpol-Parpol penentangnya dalam Pilpres 2024 untuk masuk ke dalam koalisi pemerintahannya yang akan datang.
Sikap PDIP dan PKS yang cenderung resisten untuk masuk ke dalam koalisi pemerintahan itu tentu sangat mengganggu Prabowo.
Sebab bagaimanapun PDIP dan PKS memiliki daya tawar yang cukup kuat di parlemen.
“PDIP sendiri juga terbukti sangat garang ketika ia menjadi oposisi pemerintah. Itu jelas sangat merepotkan pemerintahan. Nah, Prabowo mengantisipasi ini,” terangnya.
Ia meyakini, Prabowo ingin pemerintahannya berjalan mulus tanpa ada pengimbang atau oposisi.
Namun, ketika lobby dan negosiasi politik untuk menarik masuk semua Parpol ke dalam koalisi pemerintahan tidak sepenuhnya bisa terwujud, “Prabowo tentu frustasi”.
Dalam konteks ini upaya-upaya delegitimasi posisi oposisi itu mulai dilakukan.
Dalam konteks inilah, menurut Ferdi, pernyataan Prabowo itu dapat diinterpretasi sebagai sebuah bentuk delegitimasi posisi oposisi. Oposisi dicap sebagai pengganggu. Ini menyeramkan dan menakutkan.
Alumni S1 Filsafat IFTK Ledalero ini menilai, ketika status oposisi dianggap sebagai pengganggu, ia berpotensi dihabisi kapan saja.
“Kita punya pengalaman traumatis semacam itu selama Orde Baru. Pola-polanya mirip,” ungkapanya.
Karena itu, jelasnya, perlu diantisipasi apa yang terjadi pada Orde Baru terulang kembali.
“Bagi saya, pernyataan Prabowo itu bahkan tidak hanya mengancam keberadaan partai-partai oposisi, melainkan juga mengancam oposisi rakyat’ yang dibangun secara organik karena keprihatinan mereka terhadap manuver-manuver busuk elite selama pelaksanaan Pemilu 2024.”
Peneliti di bidang Demokrasi, Komunikasi Politik, serta Media dan Komunikasi Digital ini pun menegaskan oposisi dalam demokrasi harus dipertahankan dan tidak boleh dianggap sebagai pengganggu.
Demokrasi itu katanya memang gaduh, “kalau tidak mau gaduh, jangan berdemokrasi, kegaduhan niscaya perlu dalam demokrasi,” terangnya.
Namun, kegaduhan itu, menurutnya, mesti dihasilkan melalui pertengkaran pikiran, bukan pertarungan sentimen.
Kegaduhan yang dihasilkan melalui pertengkaran pikiran itu pada akhirnya berorientasi pada pemenuhan hak-hak rakyat dan terciptanya kesejahteraan umum
“Bukan untuk kepentingan golongan atau partisan. Itulah pertengkaran yang produktif dalam demokrasi,” tandasnya.
Diketahui,Prabowo setelah penetapan dirinya sebagai calon Presiden terpilih oleh KPU beberapa bulan lalu, ia aktif melakukan safari politik.
Salah satu misi politik yang ingin wujudkan Prabowo dalam kunjungan politik ini adalah mengamankan agenda pembentukan koalisi gemuk pemerintahan.
Ia sudah melakukan safari politik ke Kantor DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai NasDem.
Kedua partai pengusung mantan calon presiden Anies Baswedan itu pun kompak mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Sementara desas-desus rencana pertemuannya dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri sampai saat ini belum juga terealisasi.
Bahkan di tengah menguatnya rencana tersebut, pihak Prabowo justru dikejutkan oleh sikap dan pernyataan mantan calon presiden dari PDIP, Ganjar Pranowo, yang mendeklarasikan dirinya tidak akan bergabung dengan kabinet Prabowo-Gibran.
Pernyataan ganjar tersebut bahkan didukung oleh Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto kepada media mengatakan, deklarasi Ganjar itu mencerminkan sikap partai banteng.
Walau demikian sikap Ganjar tersebut masih bersifat pribadi. Alasannya, PDIP baru akan melaksanakan rapat koordinasi nasional (Rakornas) untuk menentukan posisi mereka lima tahun mendatang baru akan digelar akhir Mei mendatang.
Editor: Norben Syukur