Carut Marut PMT Bayi dan Balita di  Simalungun

Kegiatan imunisasi dan pemberian makanan tambahan bagi anak bayi dan balita di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). (Foto: Posyandu Kamboja)

PARBOABOA, Simalungun – Raut wajah kecewa LS tak bisa disembunyikan. Dia mengeluh tentang pelayanan kesehatan yang diterima oleh anak balitanya.

Tahun ini, anak bungsunya yang masih balita terdaftar sebagai penerima program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dari Puskesmas Sarimatondang.

Namun, kekecewaannya muncul saat menerima kotak makanan yang hanya berisi satu buah jeruk dan setumpuk kecil nasi putih tanpa lauk.

Dengan nada suara yang meninggi, dia langsung mengajukan protes kepada sejumlah kader Posyandu di Nagori Bahal Gajah, Kecamatan Sidamanik.

Kejadian ini berlangsung pada 22 Agustus 2024 lalu, ketika para kader Posyandu membagikan PMT kepada puluhan balita di daerah tersebut.

"Bukan cuma saya yang dapat, teman-teman yang lain juga mengeluh mengapa menu makanan untuk bayi seperti itu isinya, tidak layak sama sekali.”

Rasa kesal LS memang beralasan. Di tengah kesulitan ekonomi yang tak kunjung usai, ibu dua anak ini berjuang keras untuk memenuhi nutrisi balitanya.

Dia bahkan rela mengurangi anggaran belanja dapurnya demi memastikan putri kecilnya mendapatkan lauk-pauk yang baik.

Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan membuat LS awalnya senang ketika kader Posyandu mengumumkan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) selama 14 hari dari Puskesmas Sarimatondang.

Namun, kekecewaan itu tak terbendung ketika menu yang diterima jauh dari harapannya.

Menu Makanan PMT yang diterima salah satu ibu dari balita tidak memenuhi standar suplementasi gizi di Nagori Bahal Gajah, Kecamatan Sidamanik. (Foto: PARBOABOA/Pranoto)

Keluhan serupa juga muncul di Nagori Bukit Rejo, Kecamatan Sidamanik. Para ibu di wilayah yang mayoritas beretnis Jawa ini mengeluh, PMT yang diberikan untuk bayi dan balita mereka hanya berupa satu potong nugget goreng dan sepotong kecil buah.

Parahnya lagi, kondisi PMT tersebut tidak layak konsumsi—buah bercampur aduk dengan nugget, dan sebagian buah bahkan nyaris basi.

Tri Kandiasih, ibu satu anak, juga turut mengeluhkan menu PMT untuk bayinya yang berusia 2 tahun. Menurut perempuan 27 tahun ini, memilah makanan bagi bayi sangat penting untuk menunjang generasi emas di masa depan.

"Ada istilah golden age (usia emas), yang harusnya di pahamkan pada setiap ibu di Simalungun, usia itu sangat penting untuk pembinaan karakter setiap anak, termasuk soal asupan makanan juga mempengaruhi keberlanjutan generasi, " ujar perempuan yang berprofesi sebagai guru di salah satu Madrasah Tsanawiyah ini.

Tri menyayangkan proses pemberian PMT oleh Puskesmas Sarimatondang yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan pemerintah, seperti mekanisme pemilihan dan pemberian PMT yang seharusnya disosialisasikan kepada masyarakat.

Kondisi PMT buah naga yang bercampur dengan nugget goreng. (Foto: PARBOABOA/Pranoto)

Melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016, pemerintah telah menetapkan standar produk suplementasi gizi untuk mencukupi kebutuhan gizi bayi, balita, anak usia sekolah, wanita usia subur, ibu hamil, dan ibu nifas.

Standar ini mencakup penambahan makanan atau zat gizi dalam bentuk makanan tambahan, tablet tambah darah, kapsul vitamin A, dan bubuk tabur gizi.

Suplementasi gizi dalam bentuk PMT wajib memenuhi syarat makanan dengan formulasi khusus dan difortifikasi (pengayaan nutrisi) dengan vitamin dan mineral yang diberikan kepada balita 6-59 bulan dengan kategori kurus.

Karena banyaknya protes dari ibu-ibu di Kecamatan Sidamanik melalui grup WhatsApp, penyaluran PMT kini telah diubah menjadi pemberian bahan makanan mentah seperti ikan, daging, dan sayur-sayuran, yang kemudian diolah menjadi makanan oleh kader Posyandu di setiap nagori.

Perubahan ini disambut baik oleh para ibu, meskipun beberapa dari mereka, seperti yang ditemui PARBOABOA pada Senin (2/9/2024), mengaku tidak mengetahui nutrisi apa saja yang terkandung dalam makanan tersebut.

Dewi, ibu dari bayi berusia tiga tahun, menyatakan bahwa PMT yang diberikan kader Posyandu sekarang sudah dilengkapi dengan lauk. Namun, ia sendiri tidak tahu apakah nutrisi yang terkandung sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.

“Yang penting bukan seperti yang pertama, tidak ada lauknya.”

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan juga telah menyusun petunjuk teknis PMT berbahan pangan lokal tahun 2023 sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dan tim pelaksana di desa (PKK, Kader, organisasi kemasyarakatan, atau pihak lainnya).

Petunjuk teknis ini mencakup acuan pelaksanaan kegiatan PMT berbahan pangan lokal untuk mencapai target penurunan stunting dan wasting pada balita, serta prevalensi ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis (KEK).

Di antaranya adalah tata laksana balita bermasalah dengan gizi, serta aspek pembiayaan dan administrasi penyelenggaraan PMT.

Dalam petunjuk teknis ini, pelaksanaan PMT berbahan pangan lokal di daerah dilakukan dalam tiga tahapan: perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan serta pelaporan.

Pada tahap persiapan, setiap tim pelaksana wajib mendapatkan pembekalan dalam bentuk sosialisasi.

Namun, hingga berita ini diterbitkan, Kepala Puskesmas Sarimatondang, Kristin Nahampun, belum memberikan tanggapan atas upaya konfirmasi dari PARBOABOA terkait keluhan yang disampaikan oleh para ibu bayi dan balita di Kecamatan Sidamanik mengenai kualitas PMT yang mereka terima.

Kristin juga tidak menjawab pertanyaan mengenai apakah Puskesmas Sarimatondang telah melaksanakan Permenkes No. 51 Tahun 2016 dan petunjuk teknis PMT berbahan pangan lokal sebagai dasar hukum dalam memperbaiki kualitas gizi bagi bayi dan balita di wilayah kerjanya.

Editor: Yohana
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS