PARBOABOA – Israel dilaporkan telah menyodorkan dua proposal baru kepada mediator negosiasi gencatan senjata.
Akan tetapi, tidak ada satupun dari proposal itu yang membahas tentang gencatan senjata di Gaza secara permanen.
Informasi mengenai dua proposal baru ini dilaporkan oleh stasiun televisi di Israel, Kan 11.
Dilansir dari The New Arab, Kamis (30/05/2024) kabar pemberian proposal baru ini muncul setelah pemerintah Israel mengadakan rapat kabinet perang untuk membahas kelanjutan negosiasi.
Benjamin Netanyahu yang merupakan Perdana Menteri Israel dikabarkan sangat menentang wacana gencatan senjata dalam rapat tersebut.
Isi dari dua proposal yang diajukan oleh Israel itu hingga saat ini belum diketahui. Namun, ditengarai kedua proposal itu hanya memiliki sedikit perbedaan. Namun, keduanya sama-sama mencerminkan tekad Israel untuk melanjutkan perang dan membebaskan para sandera.
Diketahui sebelumnya, kelompok Hamas sudah menegaskan bahwa kesepakatan tentang pembebasan sandera wajib mencakup gencatan senjata secara permanen. Jika hal ini tidak dilaksanakan, maka Hamas tidak akan menyetujui proposal apapun.
Sementara dua proposal baru yang diberikan Israel saat ini dinilai sama dengan yang diberikan pada bulan November lalu. Di mana saat itu Israel hanya sepakat gencatan senjata sementara, bukan permanen.
Berdasarkan proposal pada bulan November itu, gencatan senjata hanya bisa berlangsung lama jika kelompok Hamas membebaskan banyak sandera dari Israel.
Kantor Perdana Menteri Netanyahu menjelaskan bahwa pihaknya selama ini terus berupaya untuk membebaskan para sandera dari Gaza. Akan tetapi, Hamas yang terus menuntut penarikan pasukan Israel dari Gaza dan keinginan mempertahankan kantong kekuasaan mereka yang membuat upaya pembebasan sandera terhambat.
Dua proposal baru yang diajukan Israel ini direspon negatif oleh kelompok Hamas. Pasalnya, Hamas mengaku tidak percaya Israel hendak memulai kembali negosiasi. Menurut Hamas, Israel hanya sekadar basa-basi dan mengulur waktu dengan para mediator.
Pejabat Senior Hamas, Bassem Naim kepada media Al Araby Al-Jadeed mengatakan keputusan yang dikeluarkan oleh kabinet perang Israel untuk mengamanatkan tim negosiasi adalah manuver baru untuk menyelesaikan perang dan memperluas operasi darat.
Diketahui, agresi militer Israel di Jalur Gaza sampai saat ini telah menewaskan lebih dari 35 ribu orang. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.
Sebagian besar daerah Jalur Gaza kini tidak bisa lagi dihuni. Akibatnya, krisis kemanusiaan di Jalur Gaza meledak hingga ke tingkat yang belum pernah ada sebelumnya.
Sementara itu, dikutip dari Middle East Monitor, Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki mengutuk habis-habisan serangan Israel di kamp pengungsi Rafah yang memakan korban sebanyak 45 warga sipil.
Bahkan, Erdogan menjuluki Israel sebagai negara teroris. Erdogan juga menyumpahi Perdana Menteri Israel yaitu Benjamin Netanyahu agar bernasib sama dengan diktator Nazi dari Jerman yaitu Adolf Hitler dan para penjahat perang lainnya.
“Netanyahu tidak akan bisa menyelamatkan dirinya dari rasa penyesalan seperti Slobodan Milosevic (mantan Presiden Yugoslavia), Karadzic dan Adolf Hitler (diktator Nazi) yang dia tiru,” ujar Erdogan dalam seminar di Pusat Konferensi Adnan Menderes.
Erdogan menyatakan, Benjamin Netanyahu dan jaringannya mencoba memperluas cengkeraman kekuasaan dengan membantai orang-orang karena tidak mampu mengalahkan Palestina.
Erdogan juga menegaskan bahwa negaranya akan melakukan apapun untuk memastikan Israel bertanggung jawab atas seluruh kejahatan yang sudah dilakukan kepada Palestina.
Diketahui pasukan militer Israel meluncurkan serangan udara ke kamp pengungsian di Rafah, bagian selatan Gaza pada hari Minggu (26/05/2024). Serangan ini menewaskan 45 orang dan melukai lebih dari 200 orang.
Militer Israel mengklaim serangan tersebut sebenarnya menargetkan kompleks Hamas. Namun faktanya, serangan udara itu mengakibatkan kebakaran di beberapa tenda warga sipil yang mengungsi di Tel Al-Sultan. Perempuan, anak-anak dan orang lanjut usia tewas sebagai dampak dari kebakaran itu.
Daniel Hagari yang merupakan Juru Bicara Israel Defence Forces (IDF) mengaku tidak menduga serangan itu akan mengakibatkan kebakaran di kamp pengungsi. “Peristiwa itu merupakan ketidaksengajaan,” tandasnya.
Editor: Fika