Perdagangan Orang Berkedok Kawin Kontrak di Kota Santri

Kota Bunga yang terletak di Kawasan Puncak, Kabupaten Cianjur, menjadi salah satu destinasi favorit turis Timur Tengah ketika berkunjung ke Indonesia. (PARBOABOA/Dhoni))

PARBOABOA - Seandainya waktu bisa diputar kembali, Hanifa (40) hanya punya satu permintaan: tak ingin berpisah dengan sang suami.

Kandasnya biduk rumah tangga perempuan asal Cianjur, Jawa Barat, itu rupanya membawa petaka bagi putri sulungnya, Dara (20), sebut saja begitu.

Dara yang saat itu masih berusia 17 tahun, ikut terkena imbas. Mentalnya tumbang. Ia memutuskan kabur dari rumah, tanpa sepengetahuan Hanifa.

“Kan ada perceraian saya ibuknya dengan bapaknya. Waktu itu anak saya menjadi korban, anak saya kabur dari rumah," cerita Hanifa medio September lalu.

Beberapa bulan lamanya, Hanifa tak pernah mendapat kabar dari putrinya. Ia coba menghubungi Dara, namun selalu gagal. 

Medio Agustus 2021, Hanifa berhasil melacak keberadaaan Dara. Seorang kerabat mengirimkan potongan video putrinya.

Hanifa membuka gawai. Seketika hatinya hancur. Putri sulungnya itu terekam sedang dikelilingi sejumlah pria asal Timur Tengah.

"Anak saya terlihat dikenali, dijajakan ke cowok-cowok Arab. Katanya mau dinikah kontrak, sama mucikari begitu," cerita Hanifa mengenang.

Ia segera mengontak mantan suaminya. Beberapa hari menyisir daerah Cianjur, mereka akhirnya berhasil menemukan Dara di sebuah kontrakan di kawasan Cisarua, Kabupaten Bogor.

Butuh waktu cukup lama untuk membujuk putrinya. Di penghujung tahun 2021, doa Hanifa terkabulkan. Dara kembali ke rumah. 

Kendati demikian, Hanifa tak berhenti menyalahkan diri sendiri. Ia merasa gagal menjadi seorang ibu yang bertanggung jawab.

“Sampai anak saya pulang, saya masih tidak bisa memaafkan diri saya sendiri,” ujar Hanifah sambil merapikan kerudung hitam yang menutupi kepalanya.

Menurut Hanifah, mantan kekasih putrinya ikut berperan sebagai mucikari. Dara dipaksa menikah dengan sejumlah pria asal Timur Tengah. 

Mahar yang diberikan juga cukup fantastis. Dara hanya dijadikan mesin uang oleh kekasihnya.

Ia sempat mencoba keluar dari lingkaran prostitusi dengan menjajak sejumlah pekerjaan, mulai dari penjaga kafe hingga asisten rumah tangga. 

Namun, hanya bertahan beberapa bulan saja. Para mucikari mulai menebar teror dan ancaman. Hanifah berkali-kali memberikan penguatan ke putrinya. 

Ia tak ingin Dara kembali jatuh dalam jurang yang sama. Masih banyak pekerjaan yang bisa dilakukan untuk menyambung hidup.

"Udah saya nasehati juga, udah saya beri pemahaman juga bahwa tidak boleh lagi kerja kek gitu," kata Hanifa.

Ilustrasi praktik kawin kontrak dan dampak psikologis (Foto: Pexels)

Akhir tahun 2023, Dara kembali terlibat kawin kontrak setelah mendapat ancaman dari mucikari. Ia tak lagi punya pilihan. Sementara Hanifa sudah kehabisan akal.

“Mereka tidak membiarkannya keluar begitu saja. Setiap kali dia coba menjauh, selalu ada ancaman. Anak saya tidak punya pilihan selain menuruti,” ujar Hanifah.

Praktik kawin kontrak di beberapa daerah seperti Cianjur, Cipanas, Sukabumi, dan Garut, sebetulnya sudah terjadi sejak lama.

Biasanya melibatkan turis asing asal Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Kuwait, Bahrain dan Qatar. Perempuan-perempuan lokal kerap menjadi korban.

Ipda Amur Yuda Sakti, Kanit V Sat Reskrim Polres Cianjur, menyebut praktik kawin kontrak yang terjadi di daerah Puncak hanyalah kedok di balik tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Kalau memang itu ada sistem seperti jual-beli, ada penyalur misalnya yang mencarikan ceweknya, menarik harga sekian segala macam, bisa kita pidanakan dan arahkan ke TPPO," kata Yuda Sakti kepada Parboaboa beberapa waktu lalu.

Dalam Undang-undang TPPO Nomor 21 Tahun 2007, istilah perdagangan orang mencakup berbagai tindakan yang melibatkan individu. 

Tindakan tersebut meliputi perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang. 

Semuanya dilakukan dengan cara yang melanggar hukum, seperti melalui ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, atau penyekapan.

Selain itu, perdagangan orang juga dapat melibatkan praktik pemalsuan dan penipuan, di mana pihak yang berkuasa memanfaatkan posisi rentan seseorang. 

Tujuan utama dari praktik perdagangan orang adalah untuk mengeksploitasi individu atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Beberapa pasal, yaitu pasal (2), (10), dan (12) dalam beleid tersebut juga mengatur soal sanksi pidana bagi para pelaku TPPO. 

Pelaku bisa dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan maksimal 15 tahun jika terbukti bersalah.

Yuda menjelaskan, pola yang dimainkan para pelaku TPPO sangat rapi dan terorganisir. Bahkan, sejak di dalam mobil penjemputan, para pelaku sudah melakukan transaksi dengan para turis.

"Selanjutnya, mereka menggunakan jaringannya untuk memfasilitasi tindakan ini," jelas Yuda.

Sepanjang tahun 2023, Polres Cianjur mencatat 13 kasus TPPO dengan berbagai modus operandi, termasuk yang berkedok kawin kontrak.

Pada 24 April 2024 lalu, Polres Cianjur kembali menangkap dua tersangka atas dugaan TPPO dengan modus kawin kontrak.

Kasus ini mencuat ke publik menyusul laporan satu dari enam korban yang merasa dijebak kedua pelaku. Korban dipaksa melayani pria asal Timur Tengah dengan mahar Rp100 juta.

Kedua pelaku berbagi peran. Ada yang bertugas mencari perempuan, dan ada yang mencari para pria hidung belang.

Keduanya mempunyai data dan koleksi foto perempuan yang akan ditawarkan ke pembeli dengan kisaran mahar Rp30 juta hingga ratusan juta rupiah. 

Parboaboa, dalam penelusurannya, juga menemukan pola serupa. Biasanya, perempuan yang ingin kawin kontrak akan mendapat jatah 50 persen dari mahar yang diberikan. Sisanya akan dibagikan ke mucikari.

Namun, sumber Parboaboa juga menyebut, tak jarang mereka hanya kebagian mahar di bawah 30 persen, jauh dari kesepakatan awal.

Menurut Yuda, banyak turis asing tergiur melakukan kawin kontrak lantaran ketatnya regulasi pernikahan beda kewarganegaraan di Indonesia.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975, misalnya, mengatur tentang syarat-syarat dan dokumen yang harus dipenuhi dalam pernikahan.

Salah satunya adalah surat keterangan dari negara asal calon pasangan yang menyatakan bahwa mereka tidak terikat pernikahan lain.

Hal ini mendorong para turis mencari jalan pintas, meskipun harus menabrak aturan.

“Karena warga asing kalau persedurnya untuk menikah dengan warga negara Indonesia kan sulit. Seperti itu, kemudian nikahnya pasti secara siri, seperti itu,” jelasnya.

Ipda Amur Yuda Sakti, Kanit V Sat Reskrim Polres Cianjur. (Foto: PARBOABOA/Dhoni)

Sejauh ini, Polres Cianjur telah menetapkan tiga kecamatan, yakni Cipanas, Pacet dan Sukaresmi, sebagai zona merah kawin kontrak.

Meredam praktik kawin kontrak, kata Yuda, bukan pekerjaan mudah. Para aktor biasanya bermain senyap untuk menghindari incaran aparat. 

“Biasanya mereka melakukan transaksinya di Warung Kaleng di Puncak dan dibawa ke Kota Bunga Cipanas," ucapnya.

Di sisi lain, pemahaman masyarakat terkait perdagangan orang berkedok kawin kontrak masih sangat minim.

Menurutnya, beberapa wilayah seperti Cipanas dan Sukaresmi, dikenal sebagai daerah rawan, tetapi laporan yang diterima polisi masih terbilang sedikit.

"Masyarakat harusnya lebih cerdas memahami dampak baik dan buruk dari kawin kontrak ini," kata Yuda.

Parboaboa sempat melakukan penelusuran di kawasan Kota Bunga, Cipanas. Bangunan-bangunan mewah seperti villa dan fasilitas pendukung lainnya berjejer di bahu jalan. 

Banyak wisatawan dari Timur Tengah terlihat di sana. Hanya saja, beberapa warga yang ditemui Parboaboa membantah adanya praktik kawin kontrak yang melibatkan para pelancong.

Pemerintah Kabupaten Cianjur sebelumnya mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) Peraturan Bupati (Perbup) No. 38 Tahun 2021 soal larangan kawin kontrak. 

Namun, menurut Kepala Bidang PPPA DPPKBP3A Cianjur, Tetty Mariyanthy, pencegahannya belum bisa maksimal lantaran hanya bersifat imbauan tanpa sanksi yang tegas.

Meski belum sempurna, aturan ini dianggap sebagai langkah awal yang penting dalam mengatasi masalah perdagangan orang berkedok kawin kontrak di daerah Cianjur.

Pemkab Cianjur, kata Tetty, menggandeng sejumlah stakeholder untuk mendorong Perbup tersebut menjadi Perda di tingkat Provinsi Jawa Barat. 

“Jadi upaya dari kami Pemerintah Kabupaten, juga teman-teman dari organisasi perempuan mengupayakan bahwa Perbup ini bisa dijadikan Perda, langsung ke Jabar,” jelas Tetty kepada Parboaboa.

Sri Budi Eko Wardani, dalam jurnal berjudul Perlindungan Negara Terhadap Perempuan Korban Kekerasan (2022), menyinggung persoalan serupa.

Wardani menulis, Perbup soal larangan kawin kontrak masih sebatas imbauan dan sosialisasi, belum cukup untuk memutus praktik kawin kontrak di Cianjur.

Masalahnya, kata Wardani, terletak pada tarikan kepentingan ekonomi sejumlah aktor yang terlibat, mulai dari agen perantara, tukang ojek, hingga pemilik villa.

Selain itu, ia juga menemukan sejumlah penolakan dari kalangan pengusaha. Mereka khawatir pemberlakuan peraturan ini akan merugikan bisnis mereka yang bergantung pada wisatawan.

Masjid Agung Cianjur, ikon religi di Kota Santri. (Foto: PARBOABOA/Dhoni)

Aktivis Perempuan dan Anak, Lidya Indayani Umar, melihat aspek geografis turut membuka celah praktik kawin kontrak di Kabupaten Cianjur. 

Jalur puncak yang menyuguhkan keindahan, maupun lokasinya yang berada di pertengahan Jakarta-Bandung, menjadi daya tarik tersendiri untuk wisatawan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) 2023, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor menempati posisi lima besar tujuan wisata favorit turis mancanegara di Provinsi Jawa Barat.

Kabupaten Cianjur mencatat kunjungan sebanyak 44.261 wisatawan mancanegara, sementara Kabupaten Bogor lebih tinggi dengan 61.481 kunjungan. 

Angka ini bahkan jauh melampaui Kota Bandung, ibu kota provinsi, yang hanya didatangi oleh 3.636 wisatawan asing pada tahun yang sama.

Data ini menunjukkan bahwa kawasan puncak, yang terbentang antara dua kabupaten tersebut, masih menjadi destinasi favorit bagi para turis asing, terutama dari Timur Tengah. 

Banyak dari mereka menganggap daerah ini sebagai "Jabal al-Jannah" atau gunung surga, tempat mereka menikmati keindahan alam dan fasilitas mewah yang tersedia di sana.

“Di situlah ada keramaian, menikmati keindahan dan jadi objek wisata. Dan bermuncul lah penawaran seperti kawin kontrak tadi," jelas Lidya.

Selama mengadvokasi kasus kawin kontrak sejak 1999 silam, Lidya banyak mendengar cerita dari para korban. Banyak di antara mereka yang melakukan kawin kontrak karena dijebak. 

Mereka sebetulnya ingin keluar dari lingkaran tersebut, tetapi sulit karena ada ancaman dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mucikari.

“Biasanya masih berumur belasan, yang umumnya tidak mengetahui betul apakah tindakannya salah,” jelas Lidya kepada Parboaboa.

Lidya sepakat bahwa kawin kontrak merupakan modus terselubung perdagangan orang. Korban sering kali tidak sepenuhnya menyadari niat jahat di balik praktik tersebut. 

“Karena yang namanya TPPO itu, kan pemindahan dari satu tangan ke tangan yang lain.”

Praktik ini, kata Lidya, sangat merendahkan martabat perempuan sebagai manusia. Mereka juga akan berpotensi mengalami kekerasan fisik dan seksual.

"Itu yang menurut saya mengerikan sekali ya. Karena awalnya dia dijual, dia dibawa ke suatu tempat,” katanya.

Reporter: Calvin Vadero Siboro, Rahma Dhoni

Editor: Andy Tandang
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS