Cerita Monika, Penjual Jasa Ketik Manual yang Masih Eksis di Medan

Cerita Monika, Penjual Jasa Ketik Manual yang Masih Eksis di Medan
Monika, pemilik usaha jasa ketik yang masih menggunakan mesin tik manual di Kota Medan, Sumatra Utara. (Foto: PARBOABOA/Sondang)

PARBOABOA, Medan - Eksistensi mesin ketik manual di era digitalisasi semakin tereliminasi, bahkan sudah sangat jarang ditemukan.

Saat ini, sebagian besar dokumen diketik menggunakan komputer kemudian dicetak melalui mesin pencetak.

Seiring berkembangnya zaman dan inovasi di dunia teknologi, pengguna bahkan bisa menggunakan gawainya untuk mengetik dokumen dari mana saja dan langsung mengirimnya tanpa perlu dicetak.

Namun, perkembangan zaman tersebut tidak serta merta diterapkan Monika (40), pemilik usaha jasa ketik yang masih menggunakan mesin tik manual di Medan, Sumatra Utara.

Monika masih menggunakan mesin tik manual, yang biasa digunakan di era 90an.

Usaha Monika ini telah berdiri lebih dari 10 tahun, terletak di Gang Sumber, Universitas Sumatera Utara (USU).

"Sudah lama ini. Dulu bahkan selain jasa mesin tik, ada juga jasa terjemahan. Tapi penerjemahnya sekarang sudah meninggal, makanya tinggal inilah (mesin tik manual)," ungkapnya kepada PARBOABOA.

Monika menjelaskan, tarif untuk mengetik secara manual untuk satu lembar kertas sebesar Rp15.000.

"Kalau timbal balik Rp25.000 lah per lembar," jelas dia.

Monika mengaku ia bisa mengetik manual mulai 3 hingga 6 lembar kertas per hari.

"Kalau lagi rame, bisa sampai di atas 10 lembar," ujarnya.

Sebagian besar pengguna jasa ketik ini adalah mahasiswa yang ingin mengurus berkas semester akhir.

"Biasanya ada dokumen mereka sekitar 3 lembar gitu untuk diketik, seperti transkrip nilai mereka sama surat-surat permohonan," ungkap Monika.

Selain mahasiswa, beberapa dari masyarakat umum juga masih menggunakan jasa mesin ketik manual yang digeluti Monika.

"Ini aku mengetik surat pernyataan. Sepertinya untuk melamar kerja. Tadi dititipkan di sini katanya nanti mau diambil," jelasnya.

Sementara salah seorang mahasiswa Fakultas Hukum USU, Paula Mentari (22), mengaku sangat terbantu adanya jasa mesin ketik manual ini.

"Terutama di era saat ini ya mesin tik itu sudah jarang karena sudah serba digital," ujarnya kepada PARBOABOA.

Paula mengungkapkan, salah satu syarat administrasi di kampusnya mengharuskan diketik menggunakan mesin ketik manual.

"Di kampus saya masih ada beberapa dokumen yang wajib diketik menggunakan mesin tik manual. Sementara jujur saja, sekarang dimana lagi ada yang pakai mesin tik?" tanyanya.

Paula mengaku harga jasa pengetikan menggunakan mesin ketik manual masih aman di kantong.

"Kalau mau jujur, tidak begitu mahal. Toh memang sudah susah dicari. Kalau tidak ada, mereka tidak tahu lagi mau mengetik berkas-berkas ini dimana. Iya kali beli mesin tik hanya untuk beberapa berkas," pungkasnya.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS