PARBOABOA, Pematang Siantar- Sekolah Dasar Negeri 122345 Siantar Timur, Kota Pematang Siantar mengeluhkan kurangnya bahan bacaan anak didik di perpustakaan sekolah mereka.
Padahal di sekolah tersebut, program minat baca untuk siswa dilakukan setiap Jumat dan Sabtu.
"Kami pilih di waktu pendek, biar anak-anak juga punya waktu baca lebih lama. Tapi kami masih terkendala penyediaan bahan baca anak," kata Wahyo, Kepala Sekolah SDN 122345 saat dijumpai Parboaboa, Senin (22/5/2023).
Saat ini buku bacaan anak yang ada di pojok baca di setiap ruangan kelas di sekolah itu baru fokus pada buku paket saja.
"Untuk setiap kelas juga disediakan tempat baca ya, kita gunakan karpet maupun tikar dan berbentuk lesehan. Itu kita ambil pengadaannya dari dana BOS (bantuan operasional sekolah) sebesar 5 persen," jelas Wahyo.
Pengadaan tersebut, bersamaan dengan 50 eksemplar buku fiksi untuk anak-anak dengan total anggaran sebesar Rp850 ribu di 2022.
Wahyo mengaku, dengan anggaran sebesar itu, masih belum mampu memenuhi Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah yang dikeluarkan Perpustakaan Nasional, yaitu minimal 1.000 koleksi buku untuk satu perpustakaan sekolah.
Kendala anggaran juga membuat perpustakaan sekolah, tidak mampu memenuhi capaian koleksi buku yang beragam untuk bahan bacaan anak didik.
"Untuk sekarang belum sampai seribu judul. Paling ada 500an buku. Sudah ikut yang penambahan tahun lalu. Tapi belum lagi perbaikan dan perawatan buku, kami masih butuh anggaran lagi untuk ini," ungkap Wahyo.
Selain SDN 122345, SDN 121309 Siantar Sitalasari, Pematang Siantar juga kekurangan pengadaan buku baca untuk anak didik mereka.
"Kami hanya mengandalkan penyaluran buku bacaan dari siapa aja yang menyumbangkan buku-buku bekas ke kami," kata Kepala SDN 121309 Siantar Sitalasari, Rebecca Damanik.
Ia mengaku, sekolahnya terakhir kali mendapatkan buku bacaan dari dana BOS di 2016.
"Kami lebih memilih memperbaiki ruang sekolah dan menambah buku pelajaran dari anggaran BOS dibanding menambah buku bacaan siswa. Di sini masih sedikit buku bacaan dan buku cerita, tidak sampai 1.000 judul," ungkap Rebecca.
Di SDN 121309 Siantar Sitalasari, pojok baca dan diskusi literasi untuk anak didik dilaksanakan setiap Kamis pagi.
Program sekolah itu untuk memperbaiki minat baca anak-anak dan meningkatkan kunjungan mereka ke perpustakaan sekolah setiap hari harinya.
"Bentuknya seperti guru-guru yang bercerita terkait buku bacaan. Apa yang akan disajikan ke anak-anak itu dijelaskan oleh guru," jelas Rebecca.
Ia melanjutkan, kondisi perpustakaan sekolah juga masih belum memadai, terutama untuk memberikan kenyamanan anak-anak didik betah membaca di perpustakaan sekolah.
"Sekarang semua dana sudah direncanakan. Kita fokus untuk perbaikan ruangan dan tempat duduk anak-anak, soalnya dari atap ruang perpustakaan saja juga bocor, itu yang akan kami perbaiki," tambah Rebecca.
Berdasarkan pengamatan Parboaboa, kondisi perpustakaan di SDN 122345 sangat tidak memadai. Penyimpanan buku-buku bacaan tidak teratur dan banyak yang rusak.
Bahkan ada beberapa buku terlihat berdebu karena ditempatkan dengan alat-alat musik untuk ekstrakurikuler.
Sedangkan di perpustakaan SDN 121309 terlihat tidak adanya meja dan kursi untuk anak didik membaca.
Disdik Akui Pengadaan Buku Bacaan Terbatas
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Pematang Siantar, Rudolf Barmen Manurung mengakui masih banyak kendala pengadaan buku-buku bacaan di perpustakaan sekolah di lingkup Pemerintah Kota (Pemko) Pematang Siantar.
Hal tersebut, kata dia, karena terbatasnya anggaran pengadaan buku yang selama ini berasal dari bantuan operasional sekolah (BOS).
"Kita hanya mengarahkan dan membimbing dan sesuai juknis (petunjuk teknis) penyaluran dana BOS. Harus banyak persiapkan buku wajib dan buku penunjang, karena kekurangan dana, tertinggallah buku referensi dan bacaan, seperti buku fiksi, ini keterbatasan anggaran, itu persoalannya, dibatasi regulasi," ungkap Rudolf.
Diketahui, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan mengamanatkan perpustakaan sekolah diminta menambah buku-buku bacaan.
"Keluhannya hampir sama semua, semua kurang lengkap, masih didominasi buku buku teknis, buku-buku paket saja. Kita juga berdasarkan dana alokasi khusus, dan itu belum ada. Kita terkungkung regulasi, jadi untuk penganggaran buku untuk bacaan, setidaknya dari pihak masyarakat yang mampu memberikan buku-buku, terkhusus yang bekas juga bisa," kata Rudolf.
Ditambahkannya, kebanyakan sekolah lebih memprioritaskan pengadaan untuk perbaikan fasilitas dan sarana penunjang seperti ruang sekolah, meja belajar siswa, dan buku-buku paket setiap anak sekolah. Bukan untuk pengadaan buku-buku bacaan, baik fiksi dan cerita untuk anak-anak didik.
"Untuk juknis ya tidak ada yang khususnya, sebab dalam penyaluran dana BOS itu semua untuk membayar gaji honorer, penjaga malamnya, biaya listrik dan air sekolah. Paling tinggi cuman bisa 20 persen bagi pengadaan buku, dan itu pun sekolah-sekolah lebih memilih menambahkan buku paket, bukan buku cerita dongeng dan rakyat, karena mengejar satu anak didik satu buku paket," imbuh Rudolf.