PARBOABOA, Pematangsiantar - Setelah bersengketa selama hampir 20 tahun, Pengadilan Israel akhirnya memutuskan bahwa pemukim Yahudi adalah pemilik sah bangunan gereja Ortodoks Yunani di Yerusalem timur.
Dilansir Arab News, Sabtu (11/6/2022), organisasi Yahudisasi di Yerusalem timur, Ateret Cohanim, mengeklaim telah membeli tiga bangunan dalam kesepakatan kontroversial dan rahasia pada 2004 lalu.
Ketiga bangunan itu termasuk hotel dan gereja. Pihak gereja juga menyewakan bangunan di sebelahnya sebagai hotel yang dijalankan oleh sebuah keluarga Palestina.
Penjualan properti itu kemudian memicu kemarahan warga Palestina, yang berujung pada dipecatnya Patriark Irineos I, petinggi Ortodoks Yunani Yerusalem.
Pihak gereja kemudian melayangkan tuntutan kepada Ateret Cohanim dengan menyatakan jika bangunan itu direbut secara tidak sah.
Mahkamah Agung Israel pada Rabu malam lalu menyatakan jika tuduhan adanya kesalahan dari pihak yang terlibat dalam penjualan tidak terbukti kebenarannya.
Pihak gereja pun kemudian mengecam putusan pengadilan Israel itu serta menyebutnya tidak adil dan tak memiliki dasar hukum yang logis.
Pihak gereja juga mengecam Ateret Cohanim dan mencapnya sebagai organisasi radikal yang menggunakan kecurangan ilegal demi merebut bangunan suci umat Nasrani di Yerusalem.
Dewan Kepresidenan Tinggi Gereja Palestina menyebut putusan itu sebagai bentuk pengesahan Israel atas pencurian bangunan gereja.
Kepala Komisi Kepresidenan Gereja Palestina, Ramzi Khoury, menyebut putusan pengadilan Israel itu sebagai tindakan rasis dan ekstremis terhadap warga Palestina di Yerusalem.
Ia meyakini tujuan dari putusan pengadilan itu adalah untuk mengusir warga Palestina dari Yerusalem.
“Pengadilan tidak bertindak secara hukum, atau bahkan etis, melainkan sebagai penegak putusan pemerintah Israel dan (itu) tunduk di bawah tekanan dari berbagai kelompok seperti Ateret Cohanim," katanya.
"Pengadilan Tinggi Israel dipolitisasi untuk mendukung kebijakan rasis yang bertujuan merebut tempat-tempat suci umat Islam dan Kristen,” sambungnya.
Putusan pengadilan itu juga berarti pengambilalihan Hotel Imperial yang dijalankan warga Palestina oleh pemukim Yahudi menjadi lebih mudah.
Pengacara keluarga yang menjalankan hotel, Maher Hanna, mengatakan dengan dikeluarkannya putusan tersebut, maka kliennya menjadi benteng pertahanan terakhir untuk melindungi kehadiran warga Palestina di daerah tersebut.
“Klien saya, Mohammad Abu Waleed Dajani, memiliki kontrak sewa jangka panjang dengan patriarkat dan hukum yang berlaku mencegah pengusiran para penyewa,” kata Hanna.
Ia menambahkan, dirinya yakin pihak penyewa bisa tetap menjalankan bisnisnya jika pemerintah Israel menghormati hukum.