PARBOABOA, Jakarta - Taktik politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 semakin menarik untuk dicerna.
Pertemuan demi pertemuan dilakukan. Kesepakatan pun mulai dibangun antara pemilik partai dan calon yang hendak bertarung.
Terkini, PDIP membuka peluang berkoalisi dengan Anies Baswedan untuk bertarung dalam Pilkada Jakarta.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Eriko Sotarduga, mengungkapkan partainya tidak mempermasalahkan latar belakang politik Anies yang kerap berseberangan.
Ia mengkonfirmasi, Mantan Gubernur DKI Jakarta itu termasuk dalam delapan nama yang sempat mencuat dan didukung oleh sejumlah kader.
Namun, PDIP masih mempertimbangkan nama-nama tersebut dengan cermat agar menggaet mayoritas massa pemilih.
"Saya sudah menyebutkan enam nama, masih tersisa dua nama lagi yang belum disebut. Salah satunya Pak Anies," ujar Eriko di Jakarta, Senin (10/06/2024).
Ia mengakui, nama Anies cukup seksi di Jakarta, terutama setelah disebut oleh Ketua DPP PDIP, Puan Maharani.
Menurutnya, daya tarik Anies didasarkan pada perolehan suara dalam Pilpres 2024 lalu yang hampir menyamai Prabowo Subianto di Dapil DKI Jakarta.
Meski Jakarta tidak akan menjadi ibu kota negara lagi, kota ini tetap menarik dengan berbagai tantangan dalam memenangkan Pilkada.
Terlebih, kursi DPRD PDIP di Jakarta mengalami penurunan drastis dari 25 menjadi 15.
"Periode kemarin kami raih 25 kursi, sekarang tinggal 15 kursi. Kami mengevaluasi diri bahwa telah terjadi penurunan yang drastis di Jakarta," jelas Eriko.
Mengenai potensi koalisi, Eriko menyatakan PDIP siap bekerja sama dengan partai manapun, termasuk PKS.
Namun, saat ini belum ada komunikasi yang terbuka dengan PKS, meskipun peluang kerjasama tetap ada.
“Memang kami belum pernah bicara bersama-sama. Kalau mau jujur, tentu tidak ada yang bisa maju sendiri,” tegasnya.
Meski Anies sering disebut oleh elite PDIP, Eriko menjelaskan partainya tidak akan tergesa-gesa dalam mengumumkan calon kepala daerah.
Jika PDIP bersikap pragmatis, lanjutnya, koalisi dengan PKB sudah cukup untuk mengusung calon di Jakarta.
“Kami tidak mau terburu-buru untuk memutuskan. Kalau bicara pragmatis, tentu dengan PKB saja sudah lebih dari cukup," ungkapnya.
Ia menambahkan, PDIP kini sedang menjalankan mekanisme penjaringan dari akar rumput.
Oleh karena itu, meskipun ada isu dukungan untuk Anies, hal tersebut belum pasti jika Anies tidak lolos dalam proses penjaringan internal.
“Kami akan bertanya di tingkat ranting, anak ranting, di tingkat RT/RW. Apakah betul memang menginginkan Pak Anies?” pungkas Eriko.
Kalkulasi Politik PDIP
Dukungan PDIP terhadap Anies tentu memberi pengaruh signifikan terhadap perolehan suara di Pilkada Jakarta.
Menurut Eriko, secara matematis, jika suara Anies digabungkan dengan suara Ganjar atau PDIP di Jakarta, hasilnya akan mengungguli koalisi Prabowo.
"Kalau Pak Anies yang merupakan mantan pasangan 01, bergabung dengan kita yang 03, tentu suaranya akan lebih tinggi daripada 02."
Namun, pertanyaannya adalah apakah kalkulasi tersebut akan berlaku sama dalam Pilkada 2024 nanti.
Eriko meragukan hal tersebut. Menurutnya, simpatisan atau pendukung kader PDIP belum tentu mengajukan dukungan jika partai mereka mendukung Anies.
Begitu pun sebaliknya, apakah pendukung Anies akan tetap mendukungnya jika dia berkoalisi dengan PDIP.
"Nah, ini kan belum tentu. Dalam politik, yang tidak mungkin hanya menghidupkan orang mati, segala sesuatu masih mungkin," ujarnya.
Pertimbangan tersebut harus dihitung secara cermat agar mendulang suara pemilih.
"Nah, itulah yang sedang kami hitung. Peluang itu ada, ya, tetapi apakah itu pasti terjadi? Saya tidak bisa memastikan," ungkapnya.
Tafsiran Pengamat
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC), Ahmad Khoirul Umam mengafirmasi kemungkinan kolaborasi antara Anies Baswedan dan PDIP.
"Interaksi simbolik antara Anies dan PDIP bukan hanya sekedar kontak rutin, tetapi lebih pada sebuah proses penjajakan strategis," jelas Umam dalam sebuah keterangan, Senin (10/06/2024).
Ia menilai, Anies dan PDIP masih memiliki kesamaan idealisme untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat selepas momen Pemilu 2024.
"Meski mereka berada di kubu yang berlawanan di Pilkada 2017 dan Pilpres 2024, kepentingan bersama di Pilkada 2024 akan menyatukan kedua belah pihak," ungkapnya.
PDIP sebagaimana diketahui sedang mencari cara untuk mengembalikan pengaruhnya di Jakarta yang sebelumnya merosot saat momen Pemilu.
Dengan alasan tersebut, PDIP tentu membutuhkan kekuatan tambahan untuk mengamankan posisi mereka di Jakarta.
"PDIP perlu mendapatkan dukungan tambahan untuk menghadapi lawan politik terberat di Pilkada mendatang, yang akan memimpin Jakarta," ungkapnya.
Sementara Anies yang telah kalah dalam Pilpres 2024, dipandang perlu mempertahankan relevansinya di panggung politik nasional.
"Anies dengan dukungan yang kuat dari warga Jakarta dan pengalaman sebagai gubernur, melihat PDIP sebagai partner strategis potensial untuk memenangkan Pilkada," tambah Umam.
Aliansi ini, jika terwujud, dianggap akan mengubah peta kekuatan politik di ibu kota dan memastikan bahwa APBD Jakarta sebesar Rp 80 triliun tetap dalam genggaman mereka.
"Kerja sama seperti ini menunjukkan adaptasi dan fleksibilitas politik Anies dan PDIP dalam merespons dinamika politik yang cepat berubah," tutup Umam.
Editor: Defri Ngo