PARBOABOA - Produsen ponsel terkemuka, Ericsson dan Nokia siap angkat kaki dari Rusia menyusul invasinya ke Ukraina yang tidak kunjung usai.
Selain itu, terhambatnya roda perekenomian di Rusia membuat kedua produsen ponsel tersebut semakin yakin untuk 'cabut' dari negara tersebut.
Melansir laporan dari Reuters, Ericsson sebenarnya sudah menangguhkan segala bisnisnya di Rusia sejak bulan April 2022 lalu.
Sementara itu, Nokia akan menutup segala aktivitas jual-beli di negara pimpinan Vladimir Putin itu setidaknya pada akhir tahun mendatang.
Nokia sendiri yakin bahwa keputusannya ini tidak akan memberikan dampak yang berarti bagi keuangan perusahaan.
Pasalnya pada akhir 2021 saja, penjualan Nokia di Rusia hanya di angka 2% dari pendapatan perusahaan.
Nokia pun mengaku saat ingin fokus memenuhi permintaan yang lebih tinggi di daerah lain. Sehingga perusahaan akan dapat memenuhi target pendapatannya untuk tahun 2022 ini.
Keputusan untuk meninggalkan Rusia bukan hanya dilakukan oleh Nokia saja. Raksasa telekomunikasi Ericsson juga telah menyampaikan bahwa mereka akan berhenti beroperasi di Rusia untuk waktu yang tidak ditentukan.
"Pada akhir Februari, Ericsson menangguhkan semua pengiriman ke pelanggan di Rusia. Mengingat peristiwa baru-baru ini dan sanksi UE, perusahaan menangguhkan bisnisnya tanpa batas waktu dengan klien dari Rusia," ujar Ericsson. Ericsson mengatakan prioritasnya adalah untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan karyawan di Rusia.
Meskipun saat ini Ericsson memiliki 20% pangsa pasar di Federasi Rusia dan penangguhan operasinya di Federasi Rusia daat berdampak negatif bagi perusahaan.
Baik Nokia maupun Ericsson menghasilkan persentase penjualan satu digit yang rendah di Rusia, sedangkan perusahaan China seperti Huawei dan ZTE memiliki pangsa yang lebih besar.
Nokia tidak mengharapkan keputusan ini berdampak pada prospek 2022, tetapi mengatakan itu akan mengarah pada provisi di kuartal pertama sekitar 100 juta euro.
Rusia juga berselisih dengan Finlandia dan Swedia, negara asal Nokia dan Ericsson, terkait minat mereka bergabung dengan aliansi militer NATO.
Rusia juga telah mendorong perusahaan untuk mulai membangun jaringan hanya dengan menggunakan peralatan Rusia, berusaha membujuk Nokia dan Ericsson untuk mendirikan pabrik di negara tersebut.
CEO Nokia Pekka Lundmark, mengatakan Nokia tidak akan mengimplementasikan rencana yang diumumkan pada November untuk mendirikan usaha patungan dengan YADRO Rusia untuk membangun stasiun pangkalan telekomunikasi 4G dan 5G.
Keputusan Nokia untuk meninggalkan Rusia akan memengaruhi sekitar 2.000 pekerja, dan beberapa dari mereka mungkin ditawari pekerjaan di negara-negara lain, kata Lundmark.