Mengenal Skema PPPK: Solusi Kekurangan Kuota Guru di Sekolah Negeri

Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru, Imam Zaenatul Haeri. (PARBOABOA/Dhoni)

PARBOABOA, Jakarta - Kondisi kekurangan guru di sejumlah Sekolah Negeri terjadi di banyak wilayah di Indonesia, termasuk di Bekasi, Jawa Barat.

Parboaboa merekam cerita ini kala bertemu Syamsuri (42), guru Pendidikan Agama Islam kelas VIII di SMP Negeri 2 Bekasi, Juli lalu.

Tak asal klaim, Syamsuri mengalaminya sendiri. Kekurangan guru membuatnya kewalahan karena dibebankan tugas tambahan oleh sekolah.

Ia misalnya, selain mengampuh 11 rombongan belajar, juga harus mengerjakan tugas lain di luar kewenangannya sebagai pengajar, yaitu mengurus kehumasan sekolah.

Di sisi lain, keterbatasan guru membuat overload atau kelebihan jam mengajar, seperti yang yang dialami oleh guru mata pelajaran Matematika, PPKn dan Bahasa Sunda.

Pada pelajaran Matematika, 33 rombongan belajar yang seharusnya diampuh oleh 4 orang guru, saat ini hanya ditangani oleh 2 orang guru.

Imbasnya, dalam sepekan mereka harus mengajar selama 66 jam, bertentangan dengan waktu mengajar ideal 44 jam per minggu yang diatur dalam Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009.

Untuk menyiasati ini, pihak sekolah tak jarang mengalihkan kelebihan jam mengajar ke guru lain, kendati tidak sesuai dengan keahliannya.

"Akhirnya pimpinan coba memberikan solusi bisa guru lain mengajar di bidang studi itu," pungkas Syamsuri.

Kekurangan guru di Bekasi terkonfirmasi juga dalam temuan PGRI. Lembaga yang menaungi para guru dan tenaga kependidikan di seluruh Indonesia ini memetakan kondisi tersebut dalam sistem pembagian kelas yang terus ditekan.

Di Bekasi dalam temuan mereka, sekolah yang seharusnya dibikin dalam 10 kelas dibatasi menjadi 7 kelas. Implikasinya, jumlah siswa dalam sekelas yang semula 28 orang, saat ini menjadi 35 sampai 40 dalam sekelas.

Keadaan ini, kata Syamsuri, membikin konsentrasi guru dalam menyampaikan materi "jadi lebih berat."

Beranjak dari Bekasi, di level nasional kebutuhan guru sebanyak 1.312.759 orang pada 2024 belum tercapai. 

Nunuk Suryani, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), menerangkan, jumlah guru belum mencapai target karena sistem perekrutan hanya melalui skema PPPK.

Itupun skema perekrutannya masih tergantung pada usulan pemerintah daerah yang dibayang-bayangi keterbatasan anggaran. Kata Nunuk, Pemda tidak berani merekrut banyak karena keberatan dengan beban finansial penggajian yang menggunakan APBD.

Itulah sebabnya terang dia, penerimaan guru melalui skema PPPK hanya berkisar di angka 419 ribu lebih, bahkan terus menurun pada seleksi PPPK tahun 2022 dan tahun 2023. 

Skema perekrutan PPPK di Indonesia

Penyerahan secara simbolis pengangkatan PPPK Guru. (Foto: BKSDM Kota Malang)

Kebutuhan akan guru melalui perekrutan PPPK di Indonesia sebenarnya telah diatur secara rinci dalam Nomor 14 Tahun 2023
Tentang Pengadaan Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja
Untuk Jabatan Fungsional.

Pasal 1 angka (2) UU a quo menjelaskan, PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan.

Sementara itu, melansir laman resmi jadipppk, Skema PPPK dirancang untuk memberikan kesempatan kepada para guru non-ASN yang telah memiliki pengalaman mengajar di sekolah negeri untuk diangkat menjadi ASN. 

Guru non-ASN ini bisa berasal dari berbagai kategori, seperti Guru Honorer, Guru tetap Yayasan yang mengajar di sekolah negeri dan Guru dengan skema pembiayaan dari pemerintah daerah.

Adapun tujuan perekrutan PPPK adalah untuk meningkatkan profesionalisme guru dan mengatasi kekurangan guru ASN di sekolah-sekolah negeri di seluruh Indonesia.

Skema perekrutannya melalui dua jenis seleksi, yaitu:

  • Seleksi berdasarkan nilai pengalaman dan kompetensi

Seleksi ini dirancang khusus untuk guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik. Penilaian dilakukan berdasarkan dokumen yang diunggah oleh peserta. Seleksi ini terbuka untuk guru honorer kategori KII, yang diangkat sebelum tahun 2005, serta guru tetap yayasan yang telah mengajar setidaknya selama tiga tahun di sekolah negeri.

  • Seleksi dengan ujian Computer Assisted Test (CAT)

Seleksi ini diikuti oleh pelamar yang belum memiliki sertifikat pendidik dan guru honorer kategori THK-II, yang diangkat setelah tahun 2005. Ujian CAT akan mengevaluasi kompetensi peserta dalam bidang studi yang relevan serta kompetensi pedagogik.

Peluang dan tantangan 

Terlepas dari dua model seleksi ini, skema perekrutan PPPK punya peluang dan tantangan.

Peluang:

  • Peluang untuk menjadi ASN ini tidak mengharuskan bersaing dengan pelamar umum, seperti yang terjadi pada seleksi CPNS.
  • Seleksi berdasarkan pengalaman dan kompetensi (penilaian kesesuaian) diharapkan lebih menilai kinerja nyata sebagai guru.
  • Masih ada kemungkinan untuk diangkat menjadi ASN meskipun belum memiliki sertifikat pendidik, melalui seleksi yang menggunakan ujian CAT.

Tantangan:

  • Persaingan tetap sengit, terutama bagi guru yang belum memiliki sertifikat pendidik.
  • Kesempatan untuk lolos seleksi bergantung pada kebutuhan formasi di setiap daerah.
  • Status ASN yang diperoleh adalah sebagai ASN dengan perjanjian kerja (PPPK), bukan sebagai PNS seperti dalam CPNS.

Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri mengungkapkan tantangan lain. 

Kepada Parboaboa, ia menerangkan kebanyakan data yang diterima oleh Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) dari Kemdikbud melalui Dapodik berbeda dengan kebutuhan di lapangan.

Imam, yang selama ini giat mengadvokasi isu guru honorer, menemukan bahwa beberapa dinas pendidikan mengirimkan data lama kepada kementerian. 

Data tersebut berasal dari tahun sebelumnya dan mencakup guru-guru yang sudah meninggal atau mengundurkan diri, sehingga menyebabkan ketidakakuratan dalam perhitungan kebutuhan guru.

"Kondisi ini menyebabkan ketidaksesuaian antara perekrutan dan kebutuhan. Data tidak aktual, ada guru yang telah meninggal atau berhenti," kata Imam.

Akibat analisis jabatan yang tumpang tindih, banyak guru yang lolos seleksi PPPK mengalami penempatan yang tidak tepat. P2G menerima banyak laporan mengenai hal ini. 

Di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, ada guru PPPK mata pelajaran PPKn yang ditempatkan di sekolah yang tidak membutuhkan mata pelajaran tersebut, sementara sekolah lain justru kekurangan guru PPKn. Guru tersebut akhirnya diminta kepala sekolah untuk mengajar Pendidikan Agama.

Situasi serupa dialami oleh beberapa guru Fisika, Kimia, Matematika, Bahasa Indonesia, Sosiologi, dan Sejarah di SD, SMP, SMA, dan SMK negeri.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS