PARBOABOA- Kota Pematangsiantar merupakan salah satu kota di provinsi Sumatera Utara yang terletak diantara Kabupaten Simalungun. Kota ini menjadi kota strategis dan tempat transit perdagangan karena menjadi jalur perlintasan untuk ke kabupaten-kabupaten lainnya seperti Toba Samosir,Tapanuli Utara, dan Tapanuli Selatan.
Luas daratan dari kota Pematang Siantar 79,971 km² dan terletak 400-500 diatas permukaan laut (MDPL). Terdapat 8 Kecamatan di kota ini, yaitu Kecamatan Siantar Marihat, Siantar Marimbun, Siantar Selatan, Siantar Barat, Siantar Utara, Siantar Timur, Siantar Martoba, dan Siantar Sitalasari.
Berdasarkan luas wilayah menurut kecamatan, kecamatan yang terluas adalah kecamatan Siantar Sitalasari dengan luas wilayah 22,723 km² atau sama dengan 28,41% dari total luas wilayah Kota Pematang Siantar.
Data BPS tahun 2020 menunjukkan, jumlah penduduk di Kota Pematang Siantar mencapai 268.254 jiwa yang terdiri dari 132.615 jiwa penduduk laki-laki dan 135.639 jiwa penduduk perempuan.
Hasil survei tersebut menunjukan populasi penduduk perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki di kota ini. Sedangkan kepadatan penduduk di kota ini mencapai 3.354 jiwa per km².
Berikut, beberapa hal yang perlu diketahui lebih dalam dari Kota Pematang Siantar:
Sejarah
Tak banyak yang tahu, asal mula Pematang Siantar perpaduan dari dua kata yaitu pematang dan siantar. Kedua kata tersebut berasal dari bahasa melayu kuno yang telah lama diadopsi dalam kosa kata sehari-hari batak pesisir khususnya Batak Simalungun.
Kata Siantar berasal dari “Siattar” artinya nama sebidang tanah “attaran” di Pulau Holing. Sedangkan “Pematang” sebutan untuk tempat tinggal raja yang berkuasa di Siattar. Sehingga jika digabungkan menjadi Pematang Siantar artinya Istana Raja Siattar.
Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Kota Pematang Siantar merupakan daerah kerajaan. Pematang Siantar yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja terakhir dari dinasti ini adalah keturunan marga Damanik yaitu Tuan Sangnawaluh Damanik yang memegang kekuasaan sebagai raja tahun 1906.
Disekitar Pulau Holing kemudian berkembang menjadi perkampungan tempat tinggal penduduk diantaranya Kampung Suhi Haluan, Siantar Kahean, Pantoan, Suhi Bah Bosar,dan Tomuan. Daerah-daerah tersebut kemudian menjadi daerah hukum Kota Pematang Siantar.
Namun pada tahun 1907, setelah Belanda memasuki Sumatera Utara kekuasaan para raja berakhir dan daerah simalungun menjadi wilayah kekuasaan belanda. Sejak saat itu sejumlah pendatang baru, bangsa cina, mendiami wilayah timbang galung dan kampung melayu.
Status pemerintahan Kota Pematang Siantar berulang kali mengalami perubahan. Diawali pada tahun 1910 didirikannya Badan Persiapan Kota Pematang Siantar. Kemudian pada tahun 1917 berubah menjadi Gemente yang mempunyai otonomi sendiri. Pada Januari 1939 berubah menjadi Gemente yang mempunyai Dewan.
Bahkan pada zaman Jepang berubah nama menjadi Siantar State dan Dewan dihapus. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Pematang Siantar kembali menjadi Daerah Otonomi dan menjadi Kota Kabupaten Simalungun dan Wali Kota dirangkap oleh Bupati Simalungun sampai tahun 1957.
Pada tahun yang sama berubah menjadi Kota Praja penuh, kemudian berubah menjadi Kotamadya, dan dengan keluarnya UU No.5/1974 Tentang pokok-pokok pemerintah di daerah berubah menjadi daerah tingkat II Pematang Siantar sampai sekarang.
Pada tahun 1981 wilayah Kota Pematang Siantar terdiri dari empat kecamatan dan terdiri dari atas 29 desa/kelurahan dengan luas wilayah 12,48 km² yang peresmiannya dilakukan oleh Gubernur Sumut pada tanggal 17 maret 1982.
Pada tahun 1986 Kota Daerah Tingkat II Pematang Siantar diperluas menjadi 6 wilayah kecamatan, di mana 9 desa/Kelurahan dari wilayah Kabupaten Simalungun masuk menjadi wilayah Kota Pematang Siantar, sehingga Kota Pematang Siantar terdiri dari 38 desa/kelurahan dengan luas wilayah menjadi 70,230 km².
Selanjutnya, pada tahun 1994 dikeluarkan kesepakatan bersama Penyesuaian Batas Wilayah Administrasi antara Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun, sehingga disepakati wilayah Kota Pematang Siantar menjadi seluas 79,9706 km².
Pada tahun 2007, diterbitkan 5 Peraturan Daerah tentang pemekaran wilayah administrasi Kota Pematang Siantar terbagi menjadi delapan kecamatan dengan jumlah kelurahan sebanyak 53 kelurahan.
Kebudayaan
Wilayah Kota Pematang Siantar menjadi kawasan multi etnis. Etnis yang berkembang diantaranya Melayu, Batak Karo, Simalungun, Fak-fak/Dairi, Batak Toba, Mandailing, Pesisir dan Nias, hingga Jawa.
Etnis Simalungun dan Toba menjadi etnis yang paling berkembang di kota ini. Etnis Simalungun merupakan penduduk asli Kota Pematang Siantar. Sedangkan etnis Toba merupakan etnis pendatang, namun menjadi etnis yang mendominasi kota ini.
Hal tersebut juga terlihat dari dominannya bahasa Toba digunakan oleh masyarakat Pematang Siantar dalam berkegiatan sehari-hari. Meskipun begitu, kota ini termasuk kota toleran yang jarang sekali berselisih karena permasalahan etnis.
Penggunaan bahasa daerah di kota ini masih sangat kental, adat istiadat juga masih terlaksana. Berkembangnya berbagai etnis di kota ini membuat kebudayaan saling menyatu, seperti dalam perkawinan akulturasi.
Banyak masyarakat etnis Simalungun menikah dengan Toba, ataupun etnis Jawa yang menggunakan Gondang dalam acara perkawinan, dan memakai pakaian adat khas batak di setiap acara-acara penting.
Bahkan di Kota Pematang Siantar, sejumlah nama etnis digunakan sebagai nama jalan atau lokasi pemukiman penduduk.
Pariwisata
Kota Pematang Siantar cukup terkenal dari segi pariwisatanya. Bahkan wisata sejarah dan kulinernya menjadi salah satu destinasi populer wisatawan luar daerah di Provinsi Sumatera Utara.
Untuk wisata sejarah, para wisatawan dapat mengunjungi sejumlah tempat seperti :
1. Wisata patung Dewi Kwan Im
Merupakan patung raksasa yang memiliki ketinggian 22,8 meter. Patung ini pernah dinobatkan sebagai patung tertinggi di Asia Tenggara. Patung Dewi Kwan Im berada di Vihara Avalokitesvara yang merupakan salah satu vihara terbesar di Kota Pematang Siantar. Selain menjadi destinasi wisata sejarah lokasi tersebut sekaligus menjadi destinasi wisata religi yang wajib dikunjungi saat ke Kota Pematang Siantar.
2. Masjid Raya Pematang Siantar
Masjid Raya Pematang Siantar didirikan pada tahun 1911 yang dipelopori oleh Penghulu Hamzah, Tuan Syekh. Abdul Jabbar Nasution, dr M. Hamzah Harahap dan Dja Aminuddin. Ketika awal berdiri, konstruksi bangunan masjid terbuat dari tiang kayu berdinding papan serta beratapkan daun nipah.
Di awal-awal, masyarakat Siantar menyebut masjid ini dengan sebutan Masjid Godang (Masjid Besar) dan ada pula yang menyebutkan Masjid Jami. Sampai saat ini, masjid yang berlokasi di Jalan Sipirok, Kelurahan Timbang Galung, Kecamatan Siantar Barat, terus mengalami perubahan dari bentuk awalnya.
3. Museum Simalungun
Museum ini berlokasi di Jl. Jenderal Sudirman, Kota Pematang Siantar. Museum berdiri sebagai keputusan pertemuan Harungguan yang diadakan pada 14 Januari 1937 dan dihadiri oleh tujuh orang Raja Simalungun, kepala distrik, Tungkat, tokoh masyarakat, dan tokoh pemerintahan.
Museum ini bertujuan melestarikan budaya Batak Simalungun. Semula museum ini disebut Rumah Pusaka Simalungun, diresmikan pada 30 April 1940. Museum Simalungun dikelola oleh Yayasan Museum Simalungun yang didirikan pada 27 September 1954.
4. Tugu Becak
Tugu becak dibangun sebagai simbol menghargai dan mengenang para pengayuh becak di masa lampau. Di mana kota ini pernah menjadi pusat transportasi becak dan sebagai Kota palopo. Meskipun saat ini, keberadaan becak masih ada namun tinggal sedikit karena sudah bergeser pada becak motor.
Untuk wisata kuliner, Kota Siantar terkenal dengan aneka kuliner tradisionalnya yang menggugah selera, diantaranya:
1. Mie Gomak Siantar (Spaghetti Batak)
Makanan ini menjadi kuliner legendaris di Pematang Siantar. Berbahan dasar mie lidi dengan racikan rempah-rempah dan bumbu andaliman khas Batak. Gomak berasal dari bahasa Batak yang artinya genggam meskipun penyajiannya tidak digenggam langsung. Wisatawan dapat dengan mudah menemukan penjual makanan ini dengan harga yang terjangkau tentunya.
2. Kopi Kok Tong
Kopi ini terkenal legendaris di Kota Pematang Siantar. Kopi yang terbuat dari biji kopi robusta dari Simalungun memberikan citra rasa khas saat dinikmati. Penyajian dan pengolahan dari kopi kok tong ini masih manual sehingga aromanya khas dan tidak berampas. Untuk menikmati kopi ini wisatawan dapat berkunjung ke Kafe Kok Tong Siantar beralamat di Jalan Cipto, Kota Pematang Siantar.
3. Roti Ganda
Roti ini dapat dibeli para wisatawan di toko roti yang ada di Jalan Sutomo di pusat Kota Pematang Siantar. Tokoh roti ini berdiri sejak 1979 dan menjadikan roti ganda sebagai oleh-oleh khas Siantar.Harga dari roti ini masih terjangkau dan dapat dinikmati dengan pilihan rasa srikaya, kemudian olesan cream dengan taburan meses coklat padat.
4. Roti Ketawa
Roti ketawa ini berbentuk bulat dengan taburan wijen kecil-kecil. Istilah ketawa ada karena pada sisi tengah roti berbentuk ekspresi tertawa seseorang. Roti ketawa akan sangat gurih dan renyah ketika selesai digoreng. Pas sekali dinikmati dengan siraman kopi atau teh hangat. Roti ini bisa Anda dapatkan langsung di sepanjang jalan Kota Pematang Siantar. Harganya cukup murah, mulai dari Rp10.000 per bungkusnya.
5. Warung Misop Kak Sri
Warung Mie sop kak Sri berlokasi di Jalan Silimakuta, Kelurahan Simarito, Kecamatan Siantar Barat. Mie sop Kak Sri beda dengan mie sop di tempat lain, pembeli dapat merasakan dahsyat nya kuah sop kaldu ayam dikombinasikan dengan bumbu rendang. Harga Mie sop ini sekitar Rp. 12.000 per porsinya. Warung Mie sop Kak Sri buka sejak Pukul 12.00-21.00 WIB.
6. Minuman Badak
Minuman berkarbonasi ini diproduksi oleh PT Pabrik Es Siantar pada 1916. Minuman ini juga menjadi salah satu minuman paling ikonik di wilayah Sumatera Utara. Minuman ini masih mempertahankan eksistensinya sampai sekarang dengan tetap menggunakan botol kaca bening. Minuman ini dapat dengan mudah ditemui di setiap warung makan khas Batak yang ada di Kota Pematang Siantar dan daerah lainnya. Harga minuman ini juga sangat terjangkau, yaitu Rp 6.000 sampai Rp 12.000 per botolnya.
Demikian Mengenal Kota Pematang Siantar, Sejarah, Kebudayaan, Dan Pariwisatanya.
Editor: -