Mengenal Boen Tek Bio, Kelenteng Tertua di Tangerang

Boen Tek Bio merupakan kelenteng tertua di Tangerang yang digunakan umat Buddha sebagai tempat beribadah. (Foto: PARBOABOA/Hari Setiawan)

PARBOABOA, Tangerang - Keberadaan Kelenteng Boen Tek Bio di Tangerang, Banten tak bisa dilepaskan dari kedatangan etnis Tionghoa yang dikenal dengan sebutan "Cina Benteng" pada tahun 1407.

Cina Benteng ini diperkirakan masuk ke Tangerang melalui Muara Sungai Cisadane, atau yang lebih akrab disebut Teluk Naga.

Mereka lantas mendirikan tempat ibadah atau yang akrab disebut kelenteng pada tahun 1684, dan diklaim sebagai yang tertua di Kota Tangerang.

Nama Boen Tek Bio memiliki arti tempat ibadah yang memiliki intelektual dan kebajikan setinggi gunung dan lautan.

"Nih saya beri penjelasan, jangan salah mencatat, Boen Tek Bio itu artinya, pertama, Bio itu tempat ibadah, kemudian Tek itu intelektual setinggi gunung dan Bio itu kebajikan seluas lautan. Jadi jika kita sambungkan artinya adalah tempat ibadah yang memiliki intelektual dan kebajikan setinggi gunung dan lautan," jelas Kepala Bidang Persembahyangan di Klenteng Boen Tek Bio Damarica, kepada PARBOABOA, Rabu (26/7/2023).

Damarica yang saat ini berusia 81 tahun ini menjelaskan, Kelenteng Boen Tek Bio mengalami beberapa kali pemugaran.

"Berdiri sejak tahun 1684 masehi, saya juga belum lahir di tahun itu namun sudah berdiri, hingga saat ini saya berusia 81 tahun. Kemudian dipugar pada 1844. Pemugaran ini berlangsung selama 12 tahun dan selesai pada 1856," jelasnya.

Kelenteng Boen Tek Bio terletak di Jalan Bhakti No 14, Kelurahan Sukasari, Kecamatan Tangerang, atau tepatnya di kawasan Pasar Lama, Kota Tangerang, Banten.

Di depan kelenteng terlihat lampion-lampion merah yang bergelantungan. Lampion ini menandakan keberuntungan, kelimpahan serta kebahagiaan.

Pengunjung yang hendak mengunjungi Boen Tek Bio harus berjalan kaki, menyusuri jalanan kecil yang tidak bisa dilewati kendaraan roda 4 tersebut. Di kiri dan kanan jalan menuju ke kelenteng juga terdapat puluhan lapak pedagang sayuran dan bahan makanan lain.

Puluhan Patung Dewa Umat Buddha

Salah satu sisi bangunan bagian dalam Kelenteng Boen Tek Bio. (Foto: PARBOABOA/Hari Setiawan) 


Di dalam Kelenteng Boen Tek Bio ini terdapat puluhan patung dewa yang menjadi kepercayaan umat Buddha.

Damarica mengungkapkan, patung dewa tersebut di antaranya Tanhankara yang merupakan Dewa Maha Perwira, Medhankara Dewa Maha Mulia, Saranankara Dewa Maha Welas-asih, Dipankara Dewa Cahaya Cemerlang, Kondanna Dewa Junjungan Manusia, Mangala Dewa Yang Maha Agung, Sumana Dewa Pemberani Yang Berbudi Lemah Lembut, Revata Dewa Penambah Kegembiraan dan Kebahagiaan, Sobhita Dewa Yang Penuh Kebajikan, Anomadassi Dewa Manusia Utama, hingga Paduma Dewa Obor Semesta Alam.

"Ada dewa Piyadassi Dewa Maha Junjungan Umat Manusia, Atthadassi Dewa Yang Penuh Kasih Sayang, Dhammadassi Dewa Penghalau Kegelapan, Siddharta Dewa Yang Tiada bandingnya di Dunia, Tissa Dewa Pemberi Karunia Yang Utama, Phussa Dewa Yang Sempurna Ke Tujuan Akhir, Vipassi Dewa Yang Tiada Saingannya, Sikhi Dewa Pahlawan Cinta kasih Tanpa Batas," jelas Damarica.

Ia mengungkapkan, ribuan umat Buddha yang datang mengunjungi Kelenteng Boen Tek Bio ini setiap bulannya.

"Hari Raya Waisak 4 Juni kemarin yang sembahyang berdatangan silih berganti. Mencapai 3.000 ya, sesuai dengan jumlah hio yang habis dibakar. Kita berkeyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan menyebutkan dengan sebutan yang berbeda-beda antaranya Sang Hyang Adi, Parama Buddha, Hyang Tathagata dan lainnya tetapi hakikatnya adalah satu dan sama," kata Damarica.

Sementara itu, Thien, salah seorang pengunjung yang hendak sembahyang di Kelenteng Boen Tek Bio mengaku nyaman beribadah di sana.  

"Saya sering sembahyang atau ibadah ke sini untuk berdoa. Di sini nyaman dan umat-umatnya sopan sekali. Apalagi kalau keamanan sudah jelas aman, hanya saja mobil tidak bisa masuk ke sini, jadi saya parkir di Pasar Lama depan," katanya.

Warga Batu Ceper itu mengaku selalu datang untuk beribadah di Kelenteng Boen Tek Bio bersama istri dan anak-anaknya.  

"Saya kalau sembahyang ke sini bersama istri ya dan anak saya, rutin setiap minggu saya ke sini," imbuh Thien.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS