Mencari Sosok Pemimpin yang Dibutuhkan Pematangsiantar untuk Tata Ruang dan Ekonomi

Mencari sosok yang ideal dalam memimpin kota Pematangsiantar (Foto: PARBOABOA/Rizal Tanjung)

PARBOABOA, Pematangsiantar - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan momentum berharga untuk memilih sosok pemimpin yang visioner sekaligus menjawab kebutuhan hidup masyarakat.

Menyongsong Pilkada 27 November mendatang, sejumlah bakal calon wali kota dan wakil wali kota sudah mulai memperkenalkan diri kepada masyarakat dan berupaya menarik perhatian dengan berbagai program dan janji politik.

Sebelumnya, pada Sabtu (20/07/2024) lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pematangsiantar telah mengadakan sosialisasi tahapan Pilkada yang akan diselenggarakan.

Dalam sosialisasi tersebut, Kepala Bappeda Pematangsiantar, Dedi Idris Harahap, memaparkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) setempat.

Dedi menegaskan, visi dan misi setiap bakal calon wali kota dan wakil wali kota harus sesuai dengan RPJPD yang telah dijelaskan.

Hal ini bertujuan untuk menghadapi sejumlah tantangan terkait pembangunan dan kualitas hidup masyarakat.

Menurut Dedi, salah satu masalah pokok yang mendesak adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup. 

Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.

Dalam pengamatannya, banyak warga yang belum sepenuhnya mengadopsi perilaku ramah lingkungan sehingga berdampak negatif pada kondisi alam sekitar.

Selain itu, kota Pematangsiantar juga mengalami pengurangan lahan vegetatif yang signifikan, termasuk hilangnya pepohonan dan lahan pertanian.

Meluasnya lahan perkerasan telah mengurangi area hijau yang esensial untuk keseimbangan ekosistem. 

Kondisi ini diperburuk oleh masalah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang kelebihan kapasitas.

Pengolahan sampah yang tidak optimal dari sumbernya menyebabkan penumpukan sampah yang sulit diatasi.

Di pihak lain, Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang rendah juga menambah daftar panjang tantangan lingkungan yang harus dihadapi kota Pematangsiantar.

Persoalan lain terkait lingkungan adalah pengambilan air tanah yang tidak terkendali sehingga mengakibatkan penurunan kualitas air dan potensi kerusakan lingkungan jangka panjang.

Selain masalah lingkungan, kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat Pematangsiantar juga belum mencapai tingkat optimal.

Akses pendidikan yang tidak merata menjadi salah satu faktor utama. Partisipasi stakeholder dalam pendidikan juga belum optimal, sehingga mengakibatkan disparitas dalam kesempatan memperoleh pendidikan berkualitas.

Selain itu, pemahaman dan perilaku hidup sehat di kalangan masyarakat masih tergolong rendah sehingga berkontribusi pada berbagai masalah kesehatan.

Upaya untuk mewujudkan Gender Equity Social Inclusion (GESI) juga belum sepenuhnya berhasil, sehingga kesetaraan gender dan inklusi sosial masih menjadi pekerjaan rumah.

Kemudian, penurunan angka kemiskinan dan pengangguran belum mencapai hasil yang memadai. Konsekuensinya, banyak warga tetap berada dalam kondisi ekonomi yang sulit.

Dalam menghadapi Pilkada mendatang, visi dan misi calon wali kota seharusnya mencerminkan komitmen untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Pemimpin yang dibutuhkan Pematangsiantar

Pengamat Tata Ruang, Robert Tua Siregar, menjabarkan beberapa kebutuhan pokok yang dibutuhkan kota Pematangsiantar untuk masa sekarang.

Ia menjelaskan bahwa potensi kota ini telah dikenal sejak masa kolonial dan seharusnya berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

Pembangunan infrastruktur berkelanjutan harus diwujudkan tidak hanya melalui penerapan teknologi ramah lingkungan.

Namun juga dengan efisiensi penggunaan sumber daya, penciptaan inovasi, serta pelibatan masyarakat setempat dalam berbagai proses konstruksi.

"Situasi ini memerlukan perubahan mendasar dari metode konstruksi konvensional ke pendekatan modern yang mengintegrasikan teknologi digital di setiap proses," kata Robert pada Parboaboa, Selasa (06/08/2024). 

Ia menambahkan, dibandingkan dengan sektor perbankan dan industri lainnya, sektor konstruksi masih tertinggal dalam hal adopsi teknologi digital.

Selama sepuluh tahun terakhir, industri konstruksi masih sangat bergantung pada model bisnis lama yang sudah berusia puluhan tahun.

"Terkait hal ini, kita perlu mulai mengadopsi dan membiasakan digitalisasi dalam perencanaan, pengelolaan, pelaksanaan, serta pengambilan keputusan yang lebih berbasis data, sebagai bagian dari konsep smart city," lanjut Robert.

Ia menambahkan bahwa terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur berkelanjutan berbasis transformasi digital.

Prasyarat-prasyarat tersebut, antara lain, pola pikir kolaboratif, visi dan misi kepemimpinan dalam bidang digital, kebijakan yang mudah diimplementasikan, serta sumber daya manusia (SDM) yang andal.

"Kesempatan yang hanya datang sekali dalam peradaban sebuah bangsa ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin," ujar Robert.

Caranya adalah dengan menyiapkan generasi muda yang memiliki keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan di sektor konstruksi yang berlandaskan digitalisasi dan keberlanjutan.

Robert juga menyinggung situasi Indonesia yang terus melakukan pembangunan dengan menetapkan standar tinggi. 

Pembangunan infrastruktur berkelanjutan sudah mulai dirintis di berbagai kota, salah satunya melalui Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang memiliki delapan atribut.

"Yaitu perencanaan dan desain hijau, komunitas hijau, ruang terbuka hijau, transportasi hijau, pengelolaan sampah hijau, pengelolaan air hijau, energi hijau dan bangunan hijau," jelasnya.

Bagi Robert, kota memerlukan alat ukur untuk mengidentifikasi keberlanjutan pembangunan infrastruktur.

Tolak ukur pembangunan infrastruktur berkelanjutan meliputi kriteria dan indikator yang mempertimbangkan pilar-pilar pembangunan berkelanjutan.

Status keberlanjutan infrastruktur Kota Pematangsiantar saat ini berada di indeks sebesar 38,05% atau tergolong rendah.

"Artinya, ketersediaan infrastruktur masih dalam kondisi belum baik, sehingga perlu ditingkatkan untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur berkelanjutan," jelasnya.

Robert juga mengingatkan permasalahan lahan eks HGU 573 di Tanjung Pinggir yang berpotensi menjadi bom waktu, penataan pasar, penataan jalur hijau, kondisi TPA yang memprihatinkan, ketersediaan TPU dan penguatan UMKM.

"Itu semua adalah isu-isu yang harus ditata pemimpin Pematangsiantar saat ini. Potensi yang ada harus segera dimanfaatkan para pengambil kebijakan kota ini," tutupnya.

Di sisi lain, pengamat ekonomi, Darwin Damanik berpendapat bahwa pemimpin yang diperlukan untuk Pematangsiantar ke depannya adalah seseorang yang visioner.

"Juga memiliki jaringan kuat dengan pemerintah pusat. Hal ini penting agar pemimpin tersebut dapat membawa perubahan signifikan bagi perekonomian kota dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata Darwin pada Parboaboa, Selasa (06/08/2024).

Darwin menyoroti bahwa persoalan kemiskinan dan pengangguran saat ini masih menjadi hambatan dalam pembangunan ekonomi Pematangsiantar.

Ia menekankan pentingnya strategi yang tepat dan kehadiran investasi untuk mengatasi masalah tersebut.

Menurutnya, peluang usaha di sektor jasa dan perdagangan, serta jasa pendidikan dan kesehatan, bisa menjadi sektor unggulan bagi kota ini dan menarik investor di masa depan.

Selain itu, keberadaan Kawasan Danau Toba di dekatnya dapat memberikan efek berlipat ganda bagi perekonomian Pematangsiantar sehingga mendukung perkembangan berbagai sektor dan meningkatkan daya tarik investasi.

"Karena kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah melalui investasi, infrastruktur dan perdagangan," tutupnya.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS