PARBOABOA, Jakarta - Tensi politik tanah air menghangat menyusul isu mundurnya beberapa menteri kabinet pemerintahan Jokowi-Ma'ruf kurang dari sebulan menuju pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Salah satu nama yang disentil dalam isu tersebut adalah menteri keuangan, Sri Mulyani. Informasi ini dibuka pertama kali oleh ekonom senior, Faisal Basri.
Faisal, dalam acara Political Ekonomic Outlook yang digelar PROGRESIF, Kamis (16/1/2024) di Jakarta mengatakan, "secara moral, saya dengar Bu Sri Mulyani paling siap mundur."
Lebih jauh, Faisal menegaskan, mundurnya sejumlah menteri dari kabinet Jokowi-Ma'ruf disinyalir karena sikap sang presdien yang ia nilai tak netral dalam mendukung para kandidat capres-cawapres.
Faisal mengatakan, dengan kekuasaannya, presiden coba mengendalikan alat-alat kekuasaan termasuk para menteri untuk memenangkan salah satu pasangan capres-cawapers.
Namun, berhadapan dengan menteri yang masih berpegang teguh pada etika dan moralitas, kata Faisal, ajakan sang presiden tidak dengan sendirinya berpengaruh terhadap sikap beberapa menteri, termasuk Sri Mulyani.
Berkaca pada kondisi tersebut, Faisal bahkan tak sungkan meminta masyarkat untuk bersama-sama mengajak Sri Mulyani termasuk menteri PUPR, Basuki Hadimuljono yang juga diisukan mundur, agar segera meninggalkan kekuasaan.
Faisal mengatakan, apabila itu berhasil, efeknya akan sangat dashyat, namun tak merinci maksud dari kedashyatan tersebut.
Respons Sri Mulyani
Menteri Keuangan, Sri Mulyani merespons isu dirinya mundur dari kabinet Jokowi-Ma'ruf. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini tak secara tegas menjawab iya atau tidak.
Ia hanya mengatakan, saat ini dirinya fokus untuk bekerja.
Di sisi lain, pemerintah juga merespons dengan mengatakan, seluruh menteri kabinet Indonesia Maju tetap solid dan kompak.
Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana menegaskan, isu beberapa menteri mundur merupakan isu liar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Karena itu, ia menyarankan agar masyarakat menanyakan langsung ihwal mundurnya sejumlah menteri, terutama menteri keuangan, Sri Mulyani ke ekonom Faisal Basri, pihak yang mengaku mengetahui detail mundurnya Sri Mulyani.
Tak ketinggalan, beberapa menteri kabinet Indonesia Maju juga menanggapi isu tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, isu Sri Mulyani mundur karena ketidaknetralan Presiden Jokowi merupakan berita bohong alias hoaks.
Saat ini, kata Airlangga, Sri Mulyani tetap fokus bekerja dan menjadi bagian dari kabinet Indonesia Maju.
"Bu Ani kan teman saya," kata dia sambil menegaskan isu mundur beberapa menteri sebagai informasi palsu.
Hal senada diungkap oleh Menkominfo, Budi Arie Setiadi. Ketua Umum Relawan Projo ini menegaskan, isu mundurnya menteri, itu adalah isu yang sama sekali tidak benar.
Ia mengatakan, pemerintahan Pak Jokowi-Ma'ruf Amin, kabinet Indonesia Maju tetap solid, dan saat ini seluruh menteri tetap fokus kerja.
Jawaban Sri Mulyani bersayap
Dalam keterangan yang terpisah, pengamat politik Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi mengatakan, seharusnya, Pak Faisal Basri sebagai informan, menyertakan sumber yang valid untuk mendukung pernyataan mundurnya sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju.
Namun demikian, di sisi lain, ia membaca jawaban menkue Sri Mulyani bersayap karena tidak secara tegas menyatakan iya atau tidak. Ketika Sri Mulyani menjawab, 'masih kerja' kata Airlangga, itu sama sekali tidak memberikan jawaban terhadap isu dirinya mundur.
Meski tak merujuk pada sumber valid, Airlangga mengatakan, pernyataan Faisal Basri tetap masuk akal jika berkaca pada fenomena hari ini di mana ada kecenderungan penyalahgunaan kekuasaan.
Menurut Airlangga, sebagai seorang teknokrat dan menteri keuangan, Sri Mulyani bisa saja risauh dan merasa tak aman, karena pembangunan ekonomi membutuhkan transparasi dan pemerintahan yang berintegritas.
Salah satu cara untuk meredam isu ini, kata Airlangga adalah dengan memastikan pemerintah atau negara bersikap netral menyonsong pemilu, baik dalam statetmen maupun dalam sikap.
Yang paling mendesak adalah dengan memberikan sanksi tegas kepada aparat dan penyelenggara negara yang terbukti melakukan intervensi, untuk memenangkan pasangan capres-cawapres tertentu.
"Siapaun aparat negara yang melakukan intervensi atau berpihak ke salah satu kubu harus disanksi tegas. Karena kalau terus dibiarkan akan mengerus legitimasi dari pemerintah," kata Airlangga.
Editor: Rian