PARBOABOA, Pematang Siantar – Meskipun telah berusia lebih dari 1 abad, Masjid Raya Pematang Siantar tetap menjadi kebanggaan masyarakat di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara.
Hal itu terlihat dari ramainya masyarakat setempat dan pengunjung dari luar Pematang Siantar yang menyempatkan diri beribadah di setiap waktu salat. Termasuk menikmati lingkungan di sekitar masjid terbesar di Kota Pematang Siantar.
Masjid Raya, begitu masjid megah ini akrab dipanggil masyarakat.
Terletak di Jalan Masjid, Kecamatan Siantar Barat, Kota Pematang Siantar, luas bangunan masjid mencapai hampir 2 ribu meter persegi. Luas bangunan induk masjid mencapai 400 meter persegi dengan dua lantai. Masjid Raya juga mampu menampung lebih dari 800 jemaah.
Masjid yang didominasi warna putih ini merupakan masjid tertua di Kota Pematang Siantar dan Kabupaten Simalungun. Ia didirikan pada tahun 1911.
Dari sisi arsitekturnya, Masjid Raya Pematang Siantar memiliki keunikan tersendiri. Bentuk bangunannya yang mirip dengan gaya arsitektur Masjid Nabawi di Madinah. Ia diapit empat tiang pilar yang menjadi penyangga utama bangunan, yang membuat Masjid Raya terlihat semakin kokoh.
Dinding Masjid Raya dilapisi porselen dan berlantai marmer yang dilapisi karpet untuk memudahkan jemaah beribadah.
Terdapat menara masjid dengan ketinggian 40 meter. Menara masjid mengalami beberapa kali renovasi, hingga akhirnya akhirnya diresmikan pada 2011, tepat perayaan seratus tahun Masjid Raya Pematang Siantar.
Pengurus Masjid Raya Kota Pematang Siantar, Asrul Sani, lantas menceritakan sejarah dibangunnya masjid ini.
Ia mengatakan, masjid dibangun dan digagas oleh empat orang tokoh agama setempat, yakni Tuan Syah H Abdul Jabbar Nasution, M Hamzah Harahap, Djaaminuddin dan pangulu Hamzah Daulay pada 1910.
Pembangunan masjid menggunakan lahan hibah dari Raja Sangnawaluh, Raja Siantar kala itu.
“Awal berdirinya masjid ini tidak lah semegah seperti sekarang ini. Dulu dindingnya dari papan dan atapnya dari atap rumbia. Resmi difungsikan sebagai tempat ibadah sekitar tahun 1913,” katanya, Sabtu (3/6/2023).
Masjid Raya pun mengalami perbaikan dan beberapa kali perubahan bentuk hingga semegah sekarang.
“Sekarang ini, Masjid Raya Kota Pematangsiantar menginjak usia lebih dari satu abad, atau lebih tepatnya 112 tahun,” tambahnya.
Masjid Raya saat ini sering digunakan masyarakat untuk berbagai kegiatan, terutama di hari Jumat, hari besar Islam seperti Ramadan, Idulfitri dan Iduladha.
Saat Ramadan lalu, Masjid Raya selalu menyediakan makanan berbuka maupun sahur gratis bagi jemaah.
“Tak hanya di bulan Suci Ramadhan, bahkan setiap hari Jumat selalu membagikan makanan ringan, seperti kue kepada para jamaah yang melakukan ibadah. Antusias masyarakat yang melakukan ibadah patut diberi apresiasi,” jelasnya.
Meski ramai dikunjungi masyarakat, pengurus, lanjut Arsul Sani, selalu mengingatkan pengunjung untuk menjaga kebersihan Masjid Raya.
“Misalnya yang pakai sandal jangan sampai ke anak tangga, itu tidak diperkenankan. Kita kan tidak tau, jemaah itu habis dari mana saja,” ujarnya.
Salah seorang pengunjung Jumiati (66) mengaku senang mengunjungi dan beribadah di Masjid Raya Pematang Siantar.
“Masjid Raya ini sudah terkenal sejak lama, semua mengakui keindahannya. Apalagi fasilitas yang disediakan lengkap. Seperti kamar mandi yang cukup besar, dan mukenah yang lumayan banyak. Jadi kalo pengunjung dari luar yang tidak bawa mukenah, ya bisa pakai punya masjid aja,” kata warga Kecamatan Siantar Utara ini.
Sama halnya dengan Sartono (74) mengaku memiliki kebanggaan tersendiri saat beribadah di Masjid Raya Pematang Siantar.
“Bangga lah bisa melakukan ibadah di sana, apalagi itu masjid Raya yang juga kebanggaan kota Pematang Siantar. Masyarakat dari berbagai daerah melakukan ibadah di sana, tidak hanya masyarakat sekitar aja, banyak juga pedagang keliling yang singgah melakukan ibadah di sana,” jelasnya.
Menurut Sartono, fasilitas di Masjid Raya tergolong cukup dan lengkap.
"Ada pondok untuk tempat beristirahat sejenak bagi pengunjung. Kadang pengurus masjid sering membagikan makanan ringan kepada jemaah," imbuhnya.
Editor: Kurnia Ismain