PARBOABOA, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tampaknya tidak begitu 'reaktif' menyikapi hasil Pemilu Presiden 2024.
Meski kalah, mereka juga tidak segarang partai-partai lain menyampaikan kritikan atas kecurangan pemilu yang diduga melibatkan kekuasaan.
Dibanding rekan partai sesama koalisi, misalnya PDIP, elite PPP lebih irit bicara. Walau ada yang menyampaikan kritikan, paling hanya satu dua tokoh-tokoh partai saja.
Kelunakan PPP sebenarnya terbaca sesaat setelah hasil hitung cepat versi sejumlah lembaga survei, Prabowo-Gibran dinyatakan unggul dari dua pasangan lainnya, Anies-Muhaimin (AMIN) dan Ganjar-Mahfud.
Saat itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu), Sandiaga Uno langsung memberikan selamat kepada Prabowo-Gibran yang memperoleh suara terbanyak.
Hal ini kontras dengan sikap elite partai lain, terutama PDIP juga partai pengusung AMIN yang menentang kemenangan paslon 02 dan menudingnya penuh rekayasa dan manipulasi.
Sejak saat itu, elite PPP juga lebih banyak bermanuver terkait kemungkinan koalisi dengan Prabowo-Gibran ketimbang mempersoalkan hasil pemilu yang berujung sengketa di MK.
Tak hanya itu, PPP seperti berada di wilayah abu-abu ketika isu hak angket mengusut dugaan kecurangan pemilu berhembus di senayan.
Alih-alih mendukung, elit partai berlambang ka'bah justru berdalih fokus mengurus hasil pemilu yang saat ini hasilnya tidak menguntungkan mereka karena gagal lolos ke senayan.
Manuver PPP berkoalisi dengan pemenang pemilu semakin menguat setelah perkara sengketa Pilpres di MK melegitimasi kemenangan Prabowo-Gibran dan menggugurkan permohonan pasangan 01 dan 03.
Ketua Mahkamah Partai, Ade Irfan Pulungan mengatakan, PPP menghormati dan menyatakan dukungan atas terpilihnya Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden.
Menurut dia, sudah saatnya partai harus realistis memberi dukungan berdasarkan perkembangan dinamika politik.
Apalagi demikian ia menambahkan, PPP sendiri harus berbenah diri untuk perbaikan internal partai yang saat ini dinyatakan tidak lolos PT 4% di Pemilu 2024.
Dengan demikian, bagi Ade, dukungan kepada Prabowo-Gibran merupakan langkah strategis untuk memperbaiki perolehan suara yang terjun payung di pemilu 2024.
Ade mengatakan, dengan adanya putusan MK dan penetapan KPU, proses politik dan hukum Pilpres juga selesai. Lantas, secara de facto, Prabowo-Gibran sudah terpilih sebagai presiden dan wakil presiden untuk Periode 2024-2029.
Karena itu, ia mengingatkan semua pihak agar menghormati keputusan majelis hakim.
Sebab dengan putusan tersebut, "secara resmi dan sah Prabowo-Gibran telah ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih berdasarkan penetapan KPU, kata Ade dalam rilis yang diterima Parboaboa, Jumat (26/4/2024).
Seluruh elemen bangsa, tegas dia, harus mendukung Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo-Gibran, "untuk melanjutkan pembangunan yang telah dilaksanakan oleh Presiden Jokowi."
Pragmatis
Pakar Politik, Prof. Massa Djafar membaca sikap politik PPP sebagai sesuatu yang pragmatis.
Karena itu, dukungan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto pasca putusan MK yang disampaikan oleh fungsionaris PPP, Ade Irfan Pulungan, kata Djafar bukanlah sesuatu yang istimewa.
Sikap serupa menurut Djafar ditunjukkan oleh partai pendukung paslon 01. Persis, dalam kondisi seperti ini, harapan satu-satunya diletakan pada PDIP.
"Tinggal menunggu sikap PDIP, apakah juga akan memberikan pernyataan yang sama dan masuk koalisi kabinet Prabowo Subianto-Gibran," kata Djafar kepada Parboaboa, Jumat (26/4/2024).
Djafar mengingatkan, pernyataan PPP yang diwakili oleh Ade Irfan sebenarnya tidak mewakili aspirasi konstituen tetapi lebih merepresentasikan kepentingan pribadi dan oligarki partai.
Jika PPP bermanuver, saat ini suara partai merosot - kata Djafar, tren buruk tersebut telah berlangsung sejak kepemimpinan Suryadharma Ali, Djan Farid, Romy, Suwarso hingga Mardiono.
"Kini puncaknya PPP terpuruk tak masuk Parlemen," tambah dia.
Krisis kepemimpinan dan citra buruk PPP diperparah oleh para pucuk pimpinan yang masuk bui karena kasus korupsi.
Menurut Djafar, ini termasuk salah satu faktor utama sebuah partai berlabel agama, perilaku elitnya bertolak belakang dengan etika dan moralitas Islam.
"Hal Ini sangat mudah dipahami mengapa partai islam berlambang ka'bah, telah ditinggalkan oleh pemilih setia yang menjunjung tinggi nilai nilai religius."
Djafar menegaskan, apapun manuver para elit PPP termasuk pernyataan dukungan kepada Prabowo, semakin menegaskan suatu sikap politik pragmatis dan oportunistik.
Tak lain, kata dia, ini sebagai metode para elit PPP untuk memperoleh kuasa, meski PPP terus alami kemerosotan.
"Fakta tersebut mengkonfirmasi, perilaku kepemimpinan PPP berkontribusi bagi keterpurukan PPP," tutup Djafar.
Editor: Gregorius Agung