PARBOABOA, Jakarta - Kunjungan Presiden Rusia, Vladimir Putin ke Korea Utara pada Rabu (19/06/2024) lalu menarik perhatian dunia.
Pertemuan antara kedua petinggi negara tersebut turut membuat China berada dalam keadaan waspada.
Dikabarkan, Putin dan Kim Jong Un telah membuahkan sejumlah kesepakatan sebagai hasil pertemuan.
Salah satu kesepakatan adalah penandatanganan "kemitraan strategis komprehensif."
Langkah ini memicu kekhawatiran di Beijing, mengingat kedua negara tersebut juga merupakan mitra strategis China.
Hubungan yang semakin erat antara Rusia dan Korea Utara menimbulkan pertanyaan mengenai sikap China di tengah kompetisi geopolitik global yang semakin memanas.
Asisten profesor dan pengamat politik China, Liu Dongshu mengungkapkan, Beijing khawatir berbagai perjanjian yang disepakati oleh Rusia dan Korea Utara dapat mendukung penguatan militer Korea Utara, termasuk program nuklir dan misil mereka.
Melansir laman resmi CNN International pada Minggu (23/06/2024), Lia menegaskan bahwa dalam masalah Korea Utara, China berusaha mengendalikan situasi dan mencegah eskalasi.
Namun demikian, lanjutnya 'Negara Tirai Bambu' itu juga tidak ingin Korea Utara runtuh sepenuhnya.
Ia juga menyoroti kekhawatiran Beijing terhadap potensi perluasan pengaruh Amerika Serikat (AS) di kawasan Asia Pasifik.
Sejak September 2023 lalu, Korea Utara telah mengirim lebih dari 10.000 kontainer berisi 260.000 metrik ton amunisi ke Rusia, meski kedua negara menolak klaim pengiriman tersebut.
Beijing menganggap hubungan militer yang semakin mesra antara Rusia dan Korea Utara dapat merusak keseimbangan kerjasama yang telah dibangun dengan Korea Utara.
Liu menambahkan, China cenderung menahan diri untuk tidak menawarkan bantuan militer kepada Korea Utara demi menjaga kontrol politik di Semenanjung Korea.
Baginya, jika Putin memberikan lebih banyak dukungan kepada Korea Utara, termasuk bantuan teknis terkait masalah nuklir, maka akan semakin sulit bagi China untuk mengendalikan situasi di Semenanjung Korea.
Adapun selama kunjungan, Putin membawa beberapa hadiah, termasuk pakta "kemitraan strategis komprehensif" dan sepasang anjing jenis Pungsan untuk Kim Jong Un.
Lawatan ini berlangsung di tengah meningkatnya ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan dalam beberapa minggu terakhir.
Menurut dosen politik dari Universitas Oxford, Edward Howell, kunjungan Putin ke Korea Utara tetap mempertimbangkan peran penting China dalam pertemuan tersebut.
Baginya, Rusia menyadari bahwa China tidak ingin ketinggalan dalam perundingan substansial yang melibatkan Korea Utara.
Hal tersebut disebabkan terutama karena China jauh lebih penting bagi Korea Utara dibandingkan Rusia.
Hubungan antara Korea Utara, Rusia, dan China telah lama terjalin mesra, di mana China memegang peran besar dalam mengendalikan situasi geopolitik di kawasan Asia Timur.
Dengan pertimbangan demikian, maka tidak satupun dari kedua negara tersebut yang dapat mengkhianati China. Mereka tetap harus bergantung pada "Negeri Tirai Bambu" itu.
Kunjungan Putin ke Korea Utara menambah kompleksitas dinamika politik di Asia Timur dan menunjukkan betapa pentingnya kerjasama strategis dalam menjaga keseimbangan kekuatan.
Janji Putin untuk Korea Utara
Presiden Putin menyatakan bahwa Korea Utara mungkin akan menjadi salah satu penerima senjata dari Rusia.
Pernyataan ini disampaikan pada Kamis (20/06/2024) saat kunjungannya di Vietnam, sehari setelah bertemu dengan Kim Jong Un di Pyongyang.
Mengutip laman Al Jazeera, Putin menyampaikan bahwa mereka berhak mengirim senjata ke wilayah mana pun di dunia.
Dia menambahkan, dengan mempertimbangkan perjanjian tersebut, dirinya tidak akan mengecualikan upaya untuk mengirim senjata ke Korea Utara.
Putin juga berharap agar kemitraan pertahanan antara Rusia dan Korea Utara dapat menjadi penghalang bagi Barat dalam memasok senjata ke Ukraina.
Sebelumnya, AS sempat menuding Korea Utara memasok amunisi ke Rusia untuk digunakan dalam perang di Ukraina, namun kedua negara tersebut membantah tuduhan itu.
Putin juga mengkritik Korea Selatan yang sedang mempertimbangkan untuk mengirim senjata ke Ukraina.
Pernyataan Putin muncul di tengah aksi sejumlah negara Barat yang mentransfer senjata jarak jauh ke Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia.
Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022 lalu, konflik ini belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Banyak pihak yang telah mengajukan proposal damai, tetapi ditolak oleh Rusia, Ukraina, atau keduanya.
Editor: Defri Ngo