PARBOABOA, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjalankan aksinya untuk menangkap para koruptor di Indonesia. Kali ini, KPK menggeledah rumah pribadi Bupati Buru Selatan non aktif, Tagop Sudarsono.
Tagop diduga menerima gratifikasi suap hingga Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Buru Selatan, Maluku 2011 – 2016.
Pelaksana Tugas (Plt), Juru Bicara KPK Ali Fikri mengabarkan penggeledaan sudah dilakukan di sejumlah wilayah di Kota Ambon, Maluku pada Senin 31 Januari 2022. Sudah ada dua rumah pribadi dan satu kantor milik tersangka yang digeleda paksa oleh pihak penyidik.
"Lokasi dimaksud yaitu rumah kediaman pribadi Tersangka TSS (Tagop Sudarsono), rumah kediaman pribadi Tersangka IK (Ivana Kwelju) dan salah satu kantor milik pihak swasta yang diduga terkait dengan perkara," jelas Ali melalui keterangan tertulis pada Selasa (1/2/2022).
Pihak penyidik juga menemukan sejumlah barang bukti berupa dua kendaraan roda empat serta dokumen-dokumen terkait aliran sejumlah uang.
Ali belum menjelaskan secara rinci barang bukti lainnya yang sudah disita, karena ia mengatakan masih dalam proses analisis dan guna melengkapi berkas perkara.
Diberitakan sebelumnya, Tagop selama menjabat menjadi Bupati telah memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada dinas PUPR Kabupaten Buru Selatan.
Dalam proyek tersebut, ia mengundang secara khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Atas informasi tersebut, Tagop kemudian merekomendasi dan menentukan secara sepihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek baik yang melalui proses lelang maupun penunjukkan langsung. Dari penentuan para rekanan ini, diduga Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7-10% dari nilai kontrak pekerjaan.
Dari penerimaan sejumlah fee tersebut, Tagop diduga menyuruh orang kepercayaanya yaitu Johny (JRK) untuk menerima uang menggunakan rekening bank miliknya, dan kemudian uang tersebut di transfer kembali ke rekening bank Tagop.
Diketahui, nilai fee yang diterima sekitar Rp10 miliar dan sebagian diberikan kepada IK untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.
IK sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan TSS dan JRK, disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.