Kasus Perundungan Meningkat: KPAI Serukan Penerapan Regulasi dan Solusi Sistematis

Ilustrasi kasus perundungan yang terjadi atas para siswa di Indonesia (Foto: Unsplash)

PARBOABOA, Jakarta - Kasus perundungan (bullying) masih menjadi permasalahan serius dalam dunia pendidikan di Indonesia hingga kini.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melaporkan adanya 30 kasus perundungan di sekolah sepanjang 2023. Data ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang mencatat 21 kasus. 

Dari jumlah tersebut, 80% terjadi di sekolah-sekolah yang dinaungi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). 

Sementara 20% lainnya terjadi di sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag).

"Tiga puluh kasus tersebut adalah yang telah dilaporkan kepada pihak berwenang dan sedang diproses," ujar Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, Minggu (31/12/2023) lalu.

Dari total 30 kasus, sebanyak 50% terjadi di jenjang SMP, 30% di jenjang SD atau sederajat, 10% di jenjang SMA atau sederajat, dan 10% di jenjang SMK atau sederajat. 

Dua kasus di antaranya berujung tragis dengan korban meninggal dunia, yakni satu kasus yang menimpa siswa SDN di Kabupaten Sukabumi dan satu lagi di MTs Blitar.

Retno juga mencatat satu kasus perundungan di tingkat SD yang diduga kuat menjadi salah satu faktor penyebab korban melakukan tindakan bunuh diri. 

"Meskipun demikian, faktor penyebab seseorang bunuh diri biasanya kompleks," tambahnya.

Terpisah, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sepanjang 2023, terdapat sekitar 3.800 kasus perundungan, dengan hampir separuhnya terjadi di lembaga pendidikan termasuk pondok pesantren.

Anggota KPAI Bidang Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, dan Budaya, Aris Adi Leksono, menyebutkan bahwa 30-40% dari total kasus tersebut terjadi di lembaga pendidikan keagamaan. 

"Sepanjang awal tahun 2024, kami belum memiliki data pasti, namun sejak Januari, Jawa Timur telah mencatat tiga kasus perundungan di lembaga pendidikan keagamaan, dan secara nasional jumlahnya cukup signifikan," ujar Aris, Sabtu (02/03/2024).

Ia juga mengungkapkan bahwa tren kasus perundungan atau kekerasan ini terus meningkat dari tahun ke tahun. 

"Data yang kami terima berbeda dengan Kementerian PPA maupun UPTD PPA. Data KPAI mencakup kasus-kasus yang mengalami hambatan keadilan atau kasus besar yang memerlukan perhatian semua pihak terkait," jelasnya.

Peningkatan kasus kekerasan, termasuk di pesantren, menunjukkan perlunya kerja keras semua pihak untuk memastikan dunia pendidikan menjadi tempat yang aman dan nyaman. 

"Sejauh ini, Kementerian Agama telah menetapkan regulasi, termasuk SK Dirjen mengenai pesantren ramah anak, namun penerapannya masih perlu dioptimalkan," ujar Aris.

Idealnya, pesantren ramah anak memiliki pembimbing yang menjalankan fungsi pengasuhan alternatif, karena pesantren berkewajiban memberikan fungsi tersebut sebagai pengganti orang tua.

Solusi Sistematis

Masalah perundungan telah menyedot perhatian dunia. Lembaga Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), misalnya memberikan beberapa tips penting bagi para guru dalam menangani kasus perundungan di sekolah.

"Para guru diharapkan terlibat aktif dalam menangani kasus perundungan dengan cara memberikan bantuan dan pendampingan kepada korban," tulis UNICEF di laman resmi mereka. 

Apabila ada laporan dari siswa yang menjadi korban perundungan, para guru diminta untuk menunjukkan empati dengan cara membantu anak tersebut untuk membela dirinya sendiri.

Caranya adalah dengan meyakinkan korban bahwa dirinya bisa berkata tidak suka jika dirundung. 

Hal tersebut dibuat agar anak mampu mengekspresikan perasaan mereka berhadapan dengan suatu impuls negatif, tanpa perlu memendamnya terlebih dahulu.

Selain itu, sekolah harus berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi para siswa. 

Guru perlu menjadi teladan dalam berinteraksi dengan cara yang baik, tanpa menggunakan kekerasan, baik secara verbal maupun fisik. 

Hal yang tidak kalah penting adalah melatih kepekaan guru untuk mendeteksi potensi perilaku perundungan di antara siswa.

Terpisah, Psikolog Cesilia Ika menekankan pentingnya penerapan solusi sistematis, terutama dalam pendidikan kedokteran untuk mencegah dan mengatasi tindak perundungan. 

Cesilia mengungkapkan bahwa jika perundungan sudah menjadi praktik turun-temurun, maka sistem pendidikan harus terlibat dan diperbaiki. 

"Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan solusi yang sistematis. Jika terus berlanjut, maka sistem pendidikan kita perlu diperbaiki," ujar Cesilia dalam sebuah keterangan, Sabtu (24/8/2024).

Senada, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, juga menyoroti pentingnya penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). 

Hal ini, menurutnya, penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kasus perundungan di lingkungan pendidikan yang berada di bawah naungan kementerian dan lembaga.

"Tindak perundungan dan kekerasan sering kali terjadi di lembaga pendidikan. Oleh karena itu, kami selalu mengimbau agar kementerian/lembaga memastikan pendidikan yang mereka kelola berjalan sesuai dengan sistem UU Sisdiknas," kata Dede Yusuf, dikutip dari laman resmi DPR, Sabtu (24/08/2024).

Dede menjelaskan bahwa tidak diterapkannya Sisdiknas di lembaga pendidikan yang berada di bawah kementerian atau lembaga penyelenggara menyebabkan pengawasan terhadap program pendidikan menjadi kurang optimal. 

Contohnya adalah kasus di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, di mana seorang mahasiswa diduga bunuh diri akibat dirundung oleh seniornya.

"Fungsi pengawasan di kementerian/lembaga lain sering kali lemah. Di Kemendikbud, dengan adanya Sisdiknas, ada banyak pemantauan, mulai dari orang tua, guru, hingga satgas anti bullying. Semua ini diatur dalam Permendikbud," jelasnya.

Dede Yusuf menambahkan bahwa penerapan UU Sisdiknas dapat membantu mengurangi tindakan perundungan di lingkungan pendidikan karena adanya aturan yang terstruktur. 

Dengan demikian, kasus perundungan seperti yang diduga terjadi di Undip dapat dicegah agar tidak terulang kembali.

"Kami selalu mendorong agar kementerian/lembaga lain menerapkan standar pendidikan yang digunakan oleh Kemendikbud, yaitu Sisdiknas, termasuk standar pengawasannya," tutup Dede Yusuf.

Definisi dan Bentuk

Elinda Emza (2015) dalam sebuah penelitian mendefinisikan perundungan sebagai tindakan individu atau kelompok dengan tujuan menyakiti, menindas, atau menekan orang lain secara fisik, psikologis, sosial, maupun verbal. 

Perbuatan ini dilakukan secara berulang oleh pelaku yang merasa memiliki kekuatan lebih besar, baik secara fisik maupun sosial guna memperoleh kepuasan pribadi atau keuntungan tertentu.

Para pelaku perundungan seringkali merasa lebih kuat atau berkuasa saat berhasil menindas orang lain, terutama anak-anak yang dianggap lebih lemah. 

Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA) mendefinisikan perundungan sebagai bentuk kekerasan fisik dan psikologis yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap individu yang tidak mampu mempertahankan diri. 

Dalam hal ini, pelaku dengan sengaja menciptakan ketakutan dan ancaman yang membuat korban merasa tidak aman dan tertekan.

Berbeda dengan agresi biasa, perundungan adalah perilaku antisosial yang secara khusus menyasar individu yang lebih lemah. 

Perilaku tersebut sering kali dikategorikan sebagai bentuk kenakalan anak, karena melanggar norma sosial dan dapat berujung pada tindakan hukum. 

Perundungan termasuk dalam kekerasan psikologis, karena dampaknya langsung pada kondisi mental korban. Pelaku bermaksud menciptakan teror dan ketakutan melalui ancaman yang terus berlanjut. 

Tanpa adanya intervensi, penindasan semacam ini bisa berkembang menjadi kekerasan yang semakin parah, sehingga menciptakan lingkaran teror yang menghancurkan kehidupan korban.

Data menunjukkan bahwa anak-anak di Indonesia tidak luput dari fenomena perundungan, baik di lingkungan sekolah maupun di dunia maya (cyber bullying). 

Penelitian berskala nasional dan internasional telah mengungkapkan bahwa perundungan di sekolah merupakan masalah serius yang dihadapi oleh anak-anak di Indonesia. 

Bentuk perundungan yang mereka alami beragam, mulai dari kekerasan fisik hingga pelecehan verbal, seperti ejekan dan penghinaan yang sering kali menjadi pemicu tindakan bunuh diri. 

Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, hingga pada tahun 2014, sebuah surat kabar menyatakan bahwa Indonesia berada dalam situasi 'darurat' bullying.

Di tingkat lokal, penelitian yang dilakukan di Kota Semarang menunjukkan bahwa perundungan sudah menjadi bagian dari keseharian siswa, baik di tingkat sekolah dasar maupun menengah. 

Dalam banyak kasus, korban perundungan adalah individu yang dianggap lemah, baik secara fisik maupun psikologis, sehingga menjadi target empuk bagi para pelaku.

Para korban sering kali terisolasi dan kekurangan dukungan, yang akhirnya menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti rasa takut yang mendalam, kecemasan berlebihan, penurunan prestasi akademis, dan rendahnya rasa percaya diri. 

Tragisnya, beberapa korban bahkan memilih untuk mengakhiri hidup mereka sebagai jalan keluar dari penderitaan yang mereka alami.

Bagi para pelaku, perundungan menjadi sumber kepuasan pribadi, di mana mereka menikmati penderitaan yang dialami oleh korbannya.

Pelaku bisa saja seseorang yang lebih tua, lebih besar, lebih kuat, lebih mahir secara verbal, memiliki status sosial yang lebih tinggi, atau berasal dari latar belakang etnis yang berbeda. 

Rika Saraswati dan Venatius Hadiyono (2020) menyebut, dalam konteks perundungan, tidak ada yang namanya kecelakaan atau ketidaksengajaan. Segala tindakan dilakukan dengan niat untuk menyakiti dan mencederai korban.

Fenomena ini bukanlah insiden sekali terjadi, tetapi merupakan tindakan yang berulang dan cenderung meningkat dalam intensitas dan menciptakan teror yang mengerikan bagi korban. 

Perundungan bukan hanya sekedar tindakan kekerasan. Ia adalah bentuk intimidasi yang sistematis, dan digunakan untuk mempertahankan dominasi dan menciptakan ketakutan yang mendalam.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS