PARBOABOA, Pematang Siantar - Warga Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara mengaku khawatir adanya bisnis dan kebiasaan mengonsumsi daging kucing, seperti yang disampaikan PARBOABOA dalam liputan khususnya, pekan lalu.
Apalagi dalam liputan khusus tersebut, masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui bahwa hewan peliharaan tersebut dikonsumsi dan dagingnya diperjualbelikan oleh mereka yang menggemarinya.
"Kayak enggak ada lagi makanan yang bisa diolah sampai kucing jadi hidangan. Geli!" kesal Stefani Sihombing saat ditanya PARBOABOA terkait perilaku beberapa masyarakat tersebut.
Menurut Warga Kelurahan Pondok Sayur, Kecamatan Siantar Martoba ini, perilaku mengonsumsi hewan peliharaan seperti kucing merupakan tindakan rakus dan tidak memiliki hati nurani.
Stefani juga prihatin dengan alasan masyarakat yang masih menyatakan daging kucing merupakan obat asma dan menjaga stamina.
"Heran juga, kalau pun alasannya sebagai obat herbal, tidak seharusnya hewan peliharaan dikonsumsi apalagi itu kucing," tuturnya.
Ia pun berharap ada aksi nyata dari Pemerintah Kota Pematang Siantar, seperti mengeluarkan aturan untuk mengurangi perilaku konsumsi dan jual beli hewan atau daging kucing.
"Kalau bisa seperti Perda (peraturan daerah), bukan hanya sekedar surat edaran seperti daerah-daerah lainnya," imbuh Stefani Sihombing.
Warga Pematang Siantar lainnya, Simanjuntak (62) juga mengaku khawatir atas perilaku konsumsi dan penjualan daging kucing. Menurutnya, perilaku tersebut merupakan kejahatan.
"Karena ada peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut," katanya kepada PARBOABOA, Senin (16/9/2023).
Meski begitu, Simanjuntak tidak mempermasalahkan jika ada beberapa kelompok masyarakat yang beralasan mengkonsumsi daging kucing sebagai obat herbal maupun sebagai tradisi.
"Kalau memang dianggap untuk obat di salah satu kelompok masyarakat, itu tidak masalah, bisa saja benar sembuh, walaupun tidak ada penelitian pendukungnya," ungkapnya.
Namuh, pembiaran perilaku dan penjualan daging kucing, kata Simanjuntak, merupakan bentuk kelalaian pengawasan dari Pemko Pematang Siantar.
"Seharusnya ditindaklanjuti secara hukum, dan tanya alasan mereka melakukan tindakan tersebut, sehingga menghindari atas kemungkinan adanya penularan penyakit rabies dari perilaku tersebut," tutupnya.
Bisa Dipidanakan
Pakar Hukum Pidana, Novyeva Sianturi menilai, perdagangan daging kucing di Kota Pematang Siantar dapat dipidanakan, jika ada laporan kehilangan dari pemilik hewan kepada aparat penegak hukum (APH).
"Seperti kehilangan atau memang dari yang punya menemukan hewan peliharaannya dikonsumsi, baru ditindaklanjuti secara hukum," ungkapnya kepada PARBOABOA, Senin (16/9/2023).
Novy mengingatkan, perilaku konsumsi dan penjualan daging kucing masih tabu di kalangan masyarakat. Hal itu bisa saja akibat kurangnya pemahaman masyarakat terkait kesejahteraan hewan dan ancaman pidana yang menjerat tindakan tersebut.
"Edukasi atas peraturan dan hukum yang berlaku di masyarakat tidak masif, sehingga masyarakat juga tidak sadar bahwa konsumsi daging kucing sebuah tindakan kejahatan," jelasnya.
Aturan terkait hewan tersebut ada di Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur bahwa seseorang yang melakukan penganiayaan kepada hewan (baik ringan maupun berat) dapat dipidana maksimal 9 bulan dan denda maksimal Rp400 ribu.
Penganiayaan ringan dikategorikan dalam pasal tersebut adalah tindakan yang dengan sengaja dilakukan untuk menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya. Kemudian penganiayaan berat adalah jika tindakan mengakibatkan hewan sakit lebih dari seminggu, cacat, menderita luka berat, atau mati.
Novyeva menambahkan pentingnya penguatan hukum dan edukasi di kalangan masyarakat agar kasus penyiksaan terhadap hewan semakin berkurang.
"Penuntutan hukum kasus perdagangan dan perilaku konsumsi daging kucing ini diharapkan mampu memberikan efek jera sekaligus mencegah kejahatan ini," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) di Dinas Kesehatan Pematang Siantar, Misran mengaku belum menerima laporan masyarakat terkait perilaku dan penjualan daging kucing.
"Kami belum ada dengar dari laporan masyarakat adanya warung penjualan daging kucing tersebut, yang kami tahu itu anjing saja," ungkapnya kepada PARBOABOA, Senin (16/9/2023).
Misran menegaskan, daging anjing maupun kucing bukan untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan lantaran statusnya bukanlah hewan ternak melainkan hewan peliharaan yang tercantum dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Selain itu, Misran juga tidak menampik adanya perilaku dan penjualan daging kucing, khususnya di warung makan yang menyajikan daging hewan tersebut.
Namun, lanjut dia, perlu diperhatikan cara memasak daging tersebut agar tidak tertular penyakit yang ditimbulkan, baik dari parasit protozoa Toxoplasma Gondii yang berada di tubuh kucing maupun anjing hingga penyebaran rabies.
"Kalau dari pihak kami (dinkes) mengharapkan masyarakat mengkonsumsi daging dengan memasak secara benar, benar-benar masak. Di luar haram halalnya konsumsi daging tersebut," ungkapnya.
Ia pun turut menepis kebenaran soal khasiat daging kucing yang diduga bisa menjadi obat penyakit Asma.
"itu hanya sugesti masyarakat, sebab tidak ada penelitian atau acuannya," tegasnya.
Disinggung permintaan terkait adanya aturan dari Pemko Pematang Siantar, Misran mengaku akan berkoordinasi dengan dinas terkait dan aparat penegak hukum untuk memberikan edukasi kepada masyarakat agar mengonsumsi daging dari hewan ternak saja, bukan daging kucing dan anjing yang merupakan hewan peliharaan.
"Tidak mengkonsumsi makanan yang dilarang pemerintah dan agama yang dapat menyebabkan masalah kesehatan," pungkasnya
Editor: Kurniati