PARBOABOA, Siantar – Sejak Covid-19 menyerang, ekonomi di Indonesia terus menurun dan semakin menambah utang negara. Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah sampai akhir Juni 2021 sebesar Rp 6.554,56 triliun. Angka tersebut 41,35 persen dari rasio utang pemerintah terhadap PDB .
Adapun komposisi utang tersebut terdiri dari pinjaman sebesar Rp 842,76 triliun (12,86 persen) dan SBN sebesar Rp 5.711,79 triliun (87,14 persen).
Lebih rinci, utang melalui pinjaman tersebut berasal dari pinjaman dalam negeri Rp 12,52 triliun. Sedangkan pinjaman luar negeri sebesar Rp 830,24 triliun. Sementara itu, rincian utang dari SBN berasal dari pasar domestik sebesar Rp 4.430,87 triliun dan valas sebesar Rp 1.280,92 triliun.
Namun, saat ini kondisi ekonomi Indonesia mulai stabil dengan berkurangnya kasus Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Triwulan II-2021 tumbuh sebesar 7,07% (yoy), tertinggi dalam 16 tahun terakhir.
Ini sekaligus mencatatkan rekor pertumbuhan triwulanan tertinggi sejak Krisis Subprime Mortgage, bahkan lebih tinggi dari negara peers. Pertumbuhan tersebut dicapai pada saat Kasus Aktif Covid-19 rata-rata selama Triwulan II-2021 yang tercatat mencapai sekitar 113.218 kasus.
Pertumbuhan ini telah menyebabkan nilai PDB riil pada triwulan II telah melampaui nilai PDB riil pada triwulan IV 2019, sebelum terjadinya pandemi Covid-19. Perbaikan ekonomi ditopang oleh kinerja positif seluruh komponen permintaan dan lapangan usaha (LU).
Untuk mendorong perbaikan ekonomi, Bank Indonesia terus meningkatkan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan instansi terkait, termasuk melalui koordinasi kebijakan moneter–fiskal, kebijakan peningkatan ekspor, serta inklusi ekonomi dan keuangan, di tengah berlanjutnya akselerasi pelaksanaan vaksin dan penerapan protokol kesehatan.
Salah satu strategi yang cukup berhasil mendongkrak pemulihan ekonomi berasal dari bantuan sosial. Bantuan ini mampu menjaga tingkat kemiskinan dan konsumsi rumah tangga masyarakat bawah. Kucuran bansos dari pemerintah pusat maupun daerah, mampu menekan tingkat kemiskinan supaya tidak melonjak terlalu tinggi meskipun tetap terjadi kenaikan.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, ekonomi masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi. Porsi kedua komponen itu bahkan mencapai 84,93 persen. Konsumsi rumah tangga pada kuartal II -2021 ini tumbuh 5,93 persen yoy karena masyarakat mulai yakin untuk melakukan aktivitas konsumsi.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada kuartal II-2021 tercatat sebesar 104,42 poin, lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu 82,14 poin. Indikasi lain juga terlihat dari penjualan eceran yang tumbuh sebesar 11,62 persen. Pertumbuhan ini terjadi pada kelompok makanan minuman dan tembakau, sandang, suku cadang, aksesoris, bahan bakar kendaraan, dan barang lainnya.
Kepercayaan masyarakat untuk melakukan kembali konsumsi juga didorong dengan adanya vaksinasi dan pelaksanaan protokol kesehatan. Kedua hal itu diyakini membuat mobilitas masyarakat berangsur normal pada beberapa aktivitas, meski dengan pembatasan.
Secara spasial, pertumbuhan ini ditopang oleh pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa. Andil Pulau Jawa terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah yang terbesar, yakni 57,92 persen. Wilayah Sumatera memiliki andil kedua terbesar setelah Pulau Jawa dengan share terhadap PDB sebesar 21,73 persen. Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi di tiap wilayah, wilayah Maluku dan Papua mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 8,75 persen.