PARBOABOA, Jakarta – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyebut bahwa pemerintah akan menutup keran impor pakaian bekas mulai dari hulu, sampai ke pelabuhan-pelabuhan kecil yang sering digunakan oleh para penyelundup, termasuk gudang-gudang penampungan.
Hal ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
“Demi kepentingan melindungi produsen UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) dan produk tekstil salah satunya dengan memberantas impor ilegal pakaian bekas yang sudah dimulai dari Kemenkeu, Kemendag, maupun Kepolisian karena masuk dalam perdagangan ilegal,” kata Teten dalam keterangan resmi yang diterima Parboaboa.com, Senin (27/3/2023).
Selain itu, Teten mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan pembatasan impor di lapangan (restriksi) bagi para pedagang yang menjual pakaian bekas impor ilegal.
“Saat ini, unrecorded impor termasuk impor ilegal pakaian dan alas kaki ilegal jumlahnya sangat besar rata-rata 31 persen dari total pasar domestik, tidak terlalu jauh berbeda dengan impor pakaian dan alas kaki legal sebesar 41 persen,” katanya.
Untuk itu, Teten menekankan pentingnya literasi kepada konsumen guna melindungi produk dalam negeri dan mengetahui risiko hukum dalam menjual pakaian bekas impor ilegal.
“Pakaian bekas impor ilegal ini beda dengan penindakan penyelundupan narkoba. Apalagi sekarang ini bulan puasa, mereka (pedagang pakaian bekas impor ilegal) harus mencari rezeki dan ada kompromi di situ,” ujarnya.
Lebih lanjut, Teten menilai bahwa industri pakaian dalam negeri tidak dapat bersaing dengan pakaian bekas impor ilegal karena pakaian bekas impor ilegal tidak dikenakan pajak dan lain sebagainya.
Ia juga mencontohkan bahwa di semua negara, seperti industri kelapa sawit Indonesia yang banyak dijegal untuk bisa diekspor, bakal melindungi negaranya dari setiap barang yang masuk melalui berbagai aturan.
Begitu juga dengan koperasi ekspor Indonesia ke Eropa dan Amerika Serikat yang harus memenuhi 21 sertifikasi, di mana 3 diantaranya harus dilakukan review setiap enam bulan sekali.
Editor: Maesa