Norben Syukur | Kriminal | 18-05-2024
PARBOABOA, Jakarta - Dalam percakapan sehari-hari atau saat membaca buku, pernahkah mendengar sebutan kejahatan kerah putih? Mungkin agak asing di telinga mendengar istilah tersebut.
Istilah kerah putih selalu mengacu pada para pelaku kejahatan yang sering mengenakan pakaian formal, seperti kemeja berkerah putih, yang umumnya dipakai dalam lingkungan bisnis dan profesional.
Biasanya, kejahatan kerah putih dilakukan untuk mendapatkan keuntungan finansial secara ilegal atau dengan cara menipu sistem keuangan atau ekonomi.
Adapun yang masuk dalam deretan kejahatan kerah putih termasuk penipuan, korupsi, pencucian uang, insider trading, manipulasi pasar, penggelapan dana, pemalsuan dokumen, dan tindakan ilegal lainnya yang terkait dengan keuangan dan bisnis.
Adapun perbedaan utama antara kejahatan kerah putih dan kejahatan biasa adalah pelaku kejahatan kerah putih umumnya merujuk pada individu atau kelompok yang memiliki akses dan wewenang terhadap sumber daya keuangan.
Pelaku juga memiliki akses informasi rahasia yang memungkinkannya untuk melakukan tindakan ilegal dengan lebih canggih dan kompleks.
Kejahatan kerah putih sering kali menjadi fokus perhatian penegakan hukum dan investigasi oleh lembaga penegak hukum.
Hal ini untuk memastikan keadilan dan ketertiban di dunia bisnis dan keuangan, serta untuk memastikan integritas sistem keuangan dan bisnis.
Lantas, apa penyebab terjadinya kejahatan kerah putih ini? Dilansir dari berbagai sumber, terdapat 10 alasan terjadinya kejahatan ini.
Seseorang yang memiliki akses yang besar pada sumber daya keuangan atau informasi rahasia dalam suatu perusahaan tentu saja memiliki kesempatan yang lebih besar untuk melakukan tindakan ilegal tanpa terdeteksi.
Seseorang didorong oleh ambisi yang tinggi untuk mendapat keuntungan finansial yang besar tanpa mempertimbangkan dampak negatif pada pihak lain. Karena dorongan tersebut, individu dapat terlibat dalam kejahatan kerah putih.
Tekanan keuangan yang berat atau beban utang yang menumpuk dapat mendorong seseorang untuk terlibat dalam kejahatan.
Kejahatan kerah putih sering kali dijadikan jalan tol untuk menyelesaikan masalah mereka.
Budaya perusahaan yang tidak mengutamakan nilai etika, transparansi, dan akuntabilitas dapat menciptakan dan menyuburkan tumbuhnya tindakan ilegal.
Budaya semacam ini memungkinkan kejahatan kerah putih berkembang, karena karyawan sulit menilai perilaku buruk yang kadang dihargai atau bahkan dihormati.
Ketidakpuasan terhadap kondisi atau kebijakan tertentu dalam organisasi dapat memicu tindakan balas dendam atau penyalahgunaan kekuasaan untuk mencapai tujuan pribadi.
Ketika seseorang merasa diperlakukan tidak adil atau tidak puas dengan kebijakan perusahaan, ia mungkin termotivasi untuk melakukan kejahatan kerah putih sebagai bentuk balas dendam.
Tindakan ini bisa berupa penyalahgunaan sumber daya perusahaan atau manipulasi informasi.
Target kinerja yang sangat tinggi yang ditetapkan oleh perusahaan dapat mendorong individu untuk menemukan solusi yang tidak sah untuk mewujudkannya.
Misalnya, dengan memalsukan data atau manipulasi laporan keuangan demi memenuhi ekspektasi yang tidak realistis.
Bermodalkan posisi atau koneksi yang dimiliki, pelaku kejahatan kerah putih sering merasa bahwa mereka bisa lolos dari pengawasan atau tidak akan terungkap.
Keyakinan ini seringkali membuat beberapa individu merasa aman untuk melakukan kejahatan kerah putih.
Rasa aman ini dapat timbul dari akses ke informasi internal atau hubungan dekat dengan pihak berwenang.
Kurangnya pengawasan dan kontrol yang memadai dalam organisasi dapat memudahkan pelaku untuk melakukan tindakan ilegal tanpa terdeteksi.
Pengawasan yang lemah menciptakan lingkungan yang subur bagi kejahatan kerah putih untuk berkembang.
Sistem dan kebijakan yang tidak tepat dalam mencegah dan mengatasi kejahatan kerah putih dapat memberikan peluang bagi pelaku untuk melakukan tindakan ilegal.
Kebijakan yang lemah atau tidak terimplementasi dengan baik membuat pelaku merasa aman untuk melakukan tindakan kejahatan.
Budaya perusahaan yang cenderung menyembunyikan masalah dapat mendorong pelaku untuk menghindari tanggung jawab atas tindakannya.
Budaya ini menciptakan lingkungan di mana kejahatan kerah putih dapat tumbuh subur karena kurangnya transparansi dan akuntabilitas.
Meliputi penipuan keuangan, penipuan asuransi, penipuan kartu kredit, dan penipuan investasi, di mana pelaku menggunakan informasi palsu atau menyesatkan untuk menipu individu atau perusahaan lain demi mendapatkan keuntungan finansial.
Proses mengubah uang yang berasal dari kegiatan ilegal menjadi tampak sah dengan mengalirkannya melalui berbagai transaksi dan rekening bank.
Penggunaan dan pemanfaatan informasi rahasia tanpa sepengetahuan publik untuk melakukan transaksi saham atau sekuritas lainnya demi mendapatkan keuntungan di pasar keuangan.
Penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, serta tindakan memberikan hak istimewa secara tidak sah kepada orang lain (kenalan atau keluarga).
Upaya untuk mempengaruhi harga pasar atau volume perdagangan secara tidak sah atau tidak etis untuk mendapatkan keuntungan.
Perbuatan penggelapan dana dari perusahaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Tindakan mengubah atau menggunakan dokumen palsu untuk tujuan menipu atau mendapatkan keuntungan finansial.
Kejahatan yang dilakukan oleh karyawan, pejabat, atau anggota suatu organisasi yang memanfaatkan posisi mereka untuk mencuri, menggelapkan dana, dan melakukan kejahatan lain terhadap perusahaan.
Aktivitas ilegal terkait perbankan, termasuk penipuan perbankan, penggelapan dana bank, atau penyalahgunaan dana nasabah.
Meliputi peretasan komputer, serangan siber, atau pencurian data sensitif untuk keuntungan finansial.
Editor : Norben Syukur
Tag : #Kerah Putih #Prilaku Kejahatan #Kriminal #Keuntungan Finansial #Korupsi