parboaboa

Kasus Anak Berhadapan dengan Hukum di Simalungun Didominasi Percabulan

Pranoto | Daerah | 01-07-2024

kasus anak berhadapan dengan hukum di Simalungun didominasi kasus percabulan. (Foto: PARBOABOA/Dian)

PARBOABOA, Simalungun - Kasus anak berhadapan dengan hukum di Simalungun, Sumatra Utara (Sumut) sebagian besar berkaitan dengan pelanggaran perlindungan anak.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri (PN) Simalungun, sejak tahun 2023 hingga pertengahan tahun 2024, tercatat ada 11 kasus anak yang berhadapan dengan hukum.

Semua kasus ini bahkan telah diputuskan di tingkat pengadilan.

Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun, Yoyok Adi Syaputra membenarkan hal ini. 

Menurut Yoyok, dari keseluruhan jumlah tersebut, 80 persennya adalah perbuatan cabul yang dilakukan anak.

Ia menjelaskan, perbuatan tak senonoh itu dilakukan oleh pasangan remaja yang masih bersekolah, dengan korban yang paling rentan dan paling banyak, perempuan. 

"Awalnya mereka pacaran, lalu hamil diluar nikah, tentu ada sebagian orang tua yang tidak dapat menerima, sehingga harus diproses hukum," kata Yoyok saat ditemui Parboaboa di ruang kerjanya, Senin (1/7/2024).

Kata dia, setiap anak yang berhadapan dengan hukum dan telah mendapatkan putusan pengadilan, proses eksekusinya tetap sama dengan tindak pidana lain. 

Hanya saja, terhadap mereka disediakan ruang sidang dan tempat tahanan khusus.

Menurut Yoyok, di Simalungun, kasus-kasus semacam ini sudah sangat memprihatinkan. Adapun pihak Kejaksaan, tambahnya, tidak dapat menerapkan pendekatan Diversi karena ancaman hukuman kasus-kasus tersebut 7 tahun ke atas.

"Diversi hanya memungkinkan dapat dilakukan apabila ancaman hukumannya dibawah 7 tahun," pungkas Yoyok.

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014, Diversi merupakan proses penyelesaian tindak pidana anak dengan proses musyawarah-mufakat di luar pengadilan.

Lalu berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Perlindungan Anak, dijelaskan, Diversi diterapkan dalam tindak pidana yang melibatkan mereka yang berumur 12 sampai 18 tahun.  

Pentingnya Peran Orang Tua dan Pemerintah Daerah

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Simalungun, Ida Halanita Damanik turut menyoroti kasus anak berhadapan dengan hukum di daerah itu.

Menurut Ida, peningkatan kasus ini ditengarai karena kurangnya sosialisasi tentang perlindungan anak oleh pemerintah, terutama Pemerintah Kabupaten Simalungun kepada setiap orang tua.

Kalaupun sosialisasi dilakukan tegas Ida, tetapi hanya bersifat seremonial. 

"Saya khawatir jika seperti ini terus pola sosialisasinya, beberapa tahun kedepan generasi kita semakin buruk kualitasnya," terang Ida ketika ditemui di kantornya, Senin (1/7/2024).

Ida menambahkan, selain Pemerintah Kabupaten, pihak kepolisian sepatutnya harus aktif melakukan pendampingan serta menyampaikan pesan edukatif kepada setiap orang tua melalui Bhabinkamtibmas di setiap Polsek.

"Dengan hadirnya pihak polisi, setidaknya masyarakat di Simalungun masih menaruh rasa sungkan kepada polisi, sehingga masyarakat mau mendengarkan," pungkasnya.

Ada dua faktor utama kata Ida yang membuat anak-anak rentan berhadapan dengan hukum sekaligus menjadi korban dari perbuatan-perbuatan tak terpuji, yaitu faktor teknologi dan lingkungan.

Teknologi berkaitan dengan tidak adanya penyaringan untuk mengakses hal-hal negatif di internet. Ia mencontohkan game online dan konten video dewasa bisa dengan mudah di akses, terutama oleh anak-anak.

Menurutnya, ke depan, hal ini harus mendapat perhatian setiap orang tua dan pemerintah.

"Rumah adalah pintu gerbang utama, dari rumah setiap anak harus dibekali pendidikan agar mentalnya terjaga saat berada diluar," tutupnya.

Editor : Gregorius Agung

Tag : #Percabulan Anak    #Simalungun    #Daerah    #Tindak Pidana Anak    #Perlindungan Anak   

BACA JUGA

BERITA TERBARU