PARBOABOA, Jakarta - Permainan Trading Card Game (TCG) Pokémon belakangan menjadi sorotan setelah terungkap bahwa sindikat kejahatan di Jepang memanfaatkannya untuk praktik pencucian uang.
Menurut Scottish Financial News, sindikat ini menggunakan kartu Pokémon karena nilainya yang tinggi dan mudah dibawa, sehingga cocok untuk menyembunyikan dana ilegal.
Dalam beberapa tahun terakhir, harga kartu Pokémon, terutama edisi langka, melonjak drastis. Sebagai contoh, kartu TCG Pikachu pernah terjual lebih dari US$300.000 (sekitar Rp4,7 miliar) pada tahun 2023.
Harga fantastis ini membuat kartu Pokémon tidak hanya diminati kolektor, tetapi juga menarik perhatian pelaku kriminal. Kasus ini terungkap setelah sejumlah penangkapan terkait transaksi kartu langka dengan nilai besar.
Kartu Pokémon sendiri telah menjadi tren sejak The Pokémon Company memperkenalkan permainan kartu koleksi. Namun, kenaikan harga yang signifikan belakangan ini membuka peluang baru bagi tindak kejahatan.
Seorang mantan kepala sindikat, dalam laporan Shunkai Gendai yang diterjemahkan oleh Automaton, mengungkap bahwa kartu Pokémon sering digunakan dalam skema pencucian uang karena ukurannya kecil, mudah dibawa, dan harganya stabil.
Modusnya mirip dengan praktik membeli barang mewah seperti jam tangan atau barang berharga lain untuk kemudian dijual kembali di luar negeri.
Para kriminal juga memanfaatkan teknologi, seperti detektor logam atau timbangan, untuk menemukan kartu langka dalam paket kartu berisi foil.
Paket yang tidak dibuka dijual dengan harga eceran, sementara kartu langka dijual dengan harga tinggi di pasar kolektor.
Menurut laporan dari Gamerant, barang koleksi bernilai tinggi, seperti kartu Pokémon, menjadi media ideal untuk pencucian uang. Barang semacam ini cenderung mempertahankan nilai, mudah dibawa melintasi perbatasan, dan dapat dijual di berbagai platform, termasuk situs lelang online.
Selain itu, kasus ini memicu peningkatan pencurian kartu Pokémon. Laporan terbaru mengungkap adanya insiden pencurian besar-besaran di Jepang, terutama yang melibatkan kartu bernilai tinggi.
Pihak berwenang menghadapi tantangan besar dalam membedakan antara kolektor sah dan pelaku kriminal yang menggunakan hobi ini sebagai kedok.
Situasi ini menjadi pengingat bahwa komunitas kolektor dan platform hobi harus lebih waspada terhadap potensi penyalahgunaan popularitas barang koleksi untuk kejahatan.