PARBOABOA - Udara di langit Siborongborong cerah. Pesawat AirAsia yang terbang dari Cengkareng pagi itu pun mendarat dengan mulus di Bandara Silangit yang terletak di dataran tinggi Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara.
Dua perempuan yang memiloti telah menunaikan tugasnya selama 2 jam penerbangan. Nama mereka disebutkan pramugari senior yang mengumumkan dengan memakai 3 bahasa sekaligus: Indonesia, Batak, dan Inggris.
Penumpang maskapai milik pengusaha India Malaysia, Tony Fernandes, itu penuh. Soalnya, besoknya Jumat Agung. Hari Paskah telah menjelang, sehingga arus mudik ke Tano (Tanah) Batak mengalir deras.
Tempat pengambilan bagasi sontak menjadi sesak karena ukurannya memang mungil. Sebagian penumpang yang tak sabar telah memaksakan trolinya maju ke barisan terdepan dengan tak mempedulikan mereka yang telah lebih dahulu mengambil tempat di sana. Semrawut, jadinya.
Saat keadaan kian kacau, petugas lantas turun tangan. Troli-troli yang menghambat jalur mereka singkirkan.
Tiga penumpang yang berasal dari Bandung sedari semula menghindari kehirukpikukan. Mereka memang berniat mereguk nikmat liburan panjang. Sekian lama mereka menonton saja.
Setelah agak sepi, barulah menghampiri kopernya yang sekian lama terpojok di sebuah sisi yang sempit. Strategi yang tepat, memang. Sebab, mereka kemudian bisa menapak keluar tanpa berdesakan.
Sebelum tiba di parkiran mereka mesti melampaui loket sejumlah perusahaan angkutan, termasuk Damri. Para petugasnya menawarkan jasa tapi mereka disahuti dengan gelengan karena memang sudah ada kerabat yang menjemput.
Kafe, restoran, dan kedai berderet di sisi parkiran bandara. Kedai kopi Piltik dan Restoran Kaldera, termasuk. Begitupun, ketiga orang itu tidak mampir karena telah sarapan di Bandara Soekarno Hatta.
Di Balige-lah mereka kemudian rehat. Di ibukota Kabupaten Toba ini terdapat aneka restoran, kafe, dan warung makan; sebagian darinya menyajikan santapan halal.
Salah satu kafe yang sedang hype adalah Damar Toba. Terletak di Lumban Silintong, pemiliknya adalah Darwin Silalahi, mantan Presiden Direktur PT Shell Indonesia.
Tiga warga Bandung itu ternyata memilih Lapo Panca yang lokasinya tak jauh dari Onan (Pasar) Balige yang berarsitektur ruma (rumah) Batak.
Aneka makanan tradisional tersedia di sana termasuk ikan mas arsik, panggang, tanggo-tanggo, dan sangsang. Suguhan di sana, menurut mereka lezat selain harganya bersahabat.
Seusai bersantap, mereka melanjutkan perjalanan. Mereka tidak mampir ke Gibeon yang berair terjun dan berkolam renang.
Soalnya, mereka sudah pernah merasakan atmosfer wahana yang dimiliki keluarga Darianus Lungguk (DL) Sitorus sekitar 3 tahun sebelumnya.
Demikian juga Taman Eden dan Kafe Binanga (meja-bangkunya berada di sungai dangkal) yang dipunyai dan dikelola aktivis peraih Kalpataru, Marandus Sirait.
Selepas dari simpang Aek Natolu, mereka menyimpang ke kanan menuju Kaldera Danau Toba. Berada di Sibisa (Kecamatan Ajibata), fasilitas yang nama lainnya adalah The Caldera Toba Nomadic Escape berluas sekitar 390 hektar. Di bawahnya menghempang Desa Sigapiton dan Danau Toba.
Lintasan lebar dan mulus sedari Bandara Silangit hingga Kaldera. Hal yang tentu saja memudahkan dan mengasyikkan perjalanan.
Sebentar saja, 1,5 jam (di luar waktu untuk makan), mereka sudah tiba di sentra wisata yang persis di atas Danau Toba.
Di Kaldera, mereka bertiga mereguk karunia alam yang luar biasa. Sedang sepi pengunjung tempat ini waktu itu, sehingga mereka leluasa bergerak ke mana saja termasuk mengintip dalaman fasilitas glamour camping (glamping).
Tentu saja mereka tak lupa ber-selfie ria di 2 kursi berlatar belakang 2 tanjung menghadap Pulau Samosir di kejauhan. Inilah titik yang paling instagramable. Presiden Joko Widodo dan Iriana Joko Widodo termasuk yang pernah berpose di sana.
Pukul 15.00 Kaldera ditutup untuk pengunjung yang bukan penginap. Tiga warga Bandung yang sejam terakhir bersantai di kafe bernama Nom Addict Cafe & Kitchen, lantas beranjak.
Bukit Senyum tujuan mereka selanjutnya. Dari Sibisa terus saja ke Motung yang berada di atas Ajibata. Jaraknya tak jauh.
Danau Toba yang menghampar luas jauh di bawah merupakan panorama andalannya. Jadi, mirip Hutaginjang dan Sipinsur yang di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Kalau Kaldera Toba wahana modern yang serba wah, Bukit Senyum bersahaja saja. Dua tahun lalu, fasilitas yang ada di sana cuma sebuah gazebo darurat. Saat ini, keadaannya sudah jauh lebih baik meski tetap terbilang sederhana.
Telah tersedia warung dan toilet, selain pondok. Yang menghadirkannya adalah si empunya kampung. Managam Manurung namanya, ia pensiunan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta.
Selepas matahari terbenam, tiga warga Bandung bergerak. Mobil mereka menyusuri jalan berkelok menurun dengan pemandangan alam serba menawan.
Bukitlah yang mereka turuni. Lintasannya juga lebar dan mulus. Hanya sekitar 15 menit mereka telah tiba di penginapan tujuan di Ajibata. Letaknya dekat saja dari 2 pelabuhan feri: Ihan Batak dan KM Tao Toba.
Pengalaman menyusuri jalur Bandara Silangit—Ajibata lewat Sibisa dan Motung sungguh mengesankan mereka.
“Pemandangannya keren betul. Nanti, kalau datang lagi, aku akan menjajal glamping yang di Kaldera,” ucap seorang yang terbelia dari mereka.
Jalan Tol
Tiga perempuan bersaudara terbang dengan pesawat Super Air Jet dari Bandara Soekarno Hatta dan mendarat di Bandara Kuala Namu, Deli Serdang, seminggu sebelum hari Lebaran 2024.
Tujuannya adalah menghabiskan masa liburan di kitaran Danau Toba. Saat menanti suami dan kerabat bergabung beberapa hari lagi, mereka melewatkan hari di Parapat.
Perjalanan dari Kuala Namu ke Pematang Siantar sangat menyenangkan mereka.
“Baru satu setengah jam saja kami sudah tiba di Siantar. Tol yang ke Sinaksak sudah dibuka,” ucap Mak Jerni (Basaria), seorang yang telah pernah pesiar ke negeri-negeri jauh termasuk Eropa.
“Kalau jalan tol dari Siantar ke Parapat sudah jadi, perjalanan ke Danau Toba akan jauh lebih cepat dan mengasyikkan.”
Sebelum Bandara Kuala Namu ada pesawat penumpang mendarat di jantung kota Medan: Polonia. Mereka yang akan menjambangi Danau Toba memerlukan 6-7 jam perjalanan dari sana. Kalau jalanan sedang macet malah bisa sampai 8-9 jam.
Bandara Kuala Namu beroperasi sejak 25 Juli 2013. Jarak lintasan ke Parapat berkurang 26 kilometer karenanya. Begitupun, waktu tempuh tetap lama karena ruas Tanjung Morawa (Deli Serdang) –Tebing Tinggi—Pematang Siantar padat dan dipenuhi truk dan bus.
Pembuatan jalan tol Medan—Kuala Namu—Tebing Tinggi sungguh sebuah terobosan besar. Diresmikan pada 13 Oktober 2017, rute ini sangat memudahkan mereka yang hendak menuju Parapat, kota kecamatan yang sejak lama merupakan jantung Danau Toba.
Belakangan hari, pemerintah Joko Widodo memanjangkan jalan bebas hambatan ini hingga Siantar. Rencananya, akan sampai ke Parapat juga.
Bila yang terakhir ini mewujud, maka waktu tempuh dari Medan ke kota wisata yang menjadi bagian dari Kabupaten Simalungun ini hanya sekitar 2 jam.
Imbasnya pastilah besar. Bisa jadi dalam skala yang lebih kecil akan seperti Bandung setelah tol Cipularang dioperasikan.
Waktu tempuh bakal jauh pendek lagi jika saja Bandara Sibisa rampung sudah. Tepatnya, sekitar 15 menit saja! Dibangun tahun 1970-an sebagai lapangan perintis, fasilitas ini lama terbengkalai sejak pesawat tak mendaratinya lagi.
Saat ini, pembangunannya dipacu agar selekasnya bisa didarati pesawat jet pribadi yang datang dari Singapura, Jakarta, dan tempat lain.
Terminalnya kini telah tampak berdiri. Ah, sebentar lagi ia bakal sangat memendekkan waktu tempuh ke kawasan Danau Toba.
Infrastruktur Sudah Banyak
Mengutamakan Kawasan Danau Toba di kancah pariwisata dalam negeri, itulah langkah awal yang diambil pemerintah Joko Widodo (Jokowi).
Dari Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang diprioritaskan, statusnya naik menjadi Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Lantas, pada 2022, dinyatakan pula oleh pemerintah sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), bersama Borobudur, Mandalika (NTB), Labuhan Bajo (NTT), dan Likupang (Sulut).
Kehadiran aneka infrastruktur pendukung pariwisata merupakan imbas positif dari 3 kali penaikan status ini.
Di tahun 2016 Jokowi 2 kali berkunjung ke Kawasan Danau Toba. Pada 22 Agustus tahun itu, di Porsea ia berjanji akan memperbanyak daerah tujuan wisata di kitaran.
Tujuannya? “Agar menjadi obyek wisata yang benar-benar berkelas internasional,” ujarnya.
Selain akan membangun sejumlah tempat yang menarik, lanjut dia, bandara Silangit bakal dibenahi agar bisa disinggahi pesawat berbadan lebar.
Luhut B. Panjaitan yang mendampingi Presiden, waktu itu mengatakan pelbagai fasilitas pendukung wisata akan dihadirkan.
Di Kabupaten Toba Samosir akan dibangun hotel, resor, convention center, lapangan golf, dan bandara. Semuanya harus kelar pada 2018.
Berbagai lomba berkelas internasional—termasuk marathon dan balap sepeda—akan digelar di sana nanti saban tahun.
"Masalah keramba jaring apung dan TPL (Toba Pulp Lestari) harus tuntas tahun 2017," tegas Luhut saat itu.
Tatkala berada di Kabupaten Humbang Hasundutan, pada 29 Juli 2019, Presiden Joko Widodo menyatakan investasi untuk Kawasan Danau Toba Rp 3,5 triliun dari APBN dan dari luar APBN bisa 3 kali lipat.
Alokasinya untuk perbaikan semua hal, termasuk lingkungan. Ada 28 titik di sana, menurut dia, yang akan dijadikan destinasi internasional.
Pelbagai infrastruktur memang hadir kemudian di 7 kabupaten yang ada di kitaran itu (Dairi, Karo, Simalungun, Toba, Samosir, Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Utara).
Sebagian besar baru. Sisanya hasil rehabilitasi atau renovasi. Bandara Silangit pun sudah dipermak.
Seperti yang berkali-kali dikatakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, pembangunan infrastruktur pada setiap Destinasi Pariwisata Super Prioritas senantiasa terpadu.
Pekerjaannya termasuk penataan kawasan, jalan, dan jembatan; penyediaan air baku dan air bersih; pengelolaan sampah dan sanitasi; serta perbaikan hunian penduduk.
Pada 2020-2022 proyek yang ditangani PUPR di kitaran yang menjadi bagian dari Sumatra Utara itu mencakup: preservasi, rehabilitasi, pembangunan jalan baru, penataan trotoar dan drainase, penggantian jembatan, dan beautifikasi.
Pada Februari 2022 Jokowi akhirnya meresmikan infrastruktur senilai Rp 1,08 triliun di Kawasan Danau Toba. Wujudnya adalah jalan, pelabuhan, ruang terbuka publik, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), dan yang lain.
Fasilitas baru itu termasuk jalan Bypass Balige, Pantasi Bebas Parapat dan IPAL Parapat, serta 7 pelabuhan penyeberangan dan 6 kapal motor penumpang (KMP).
Pelabuhan baru itu ada di Tigaras, Tongging, Ajibata, Balige, Simanindo, Baktiraja, dan Muara. Saat itu 6 pelabuhan penyeberangan lainnya sedang dibangun yaitu di Ambarita, Onan Runggu, Sipinggan, Sigapiton, Porsea, dan Silalahi.
Huta Siallagan dan Kampung Ulos Huta Raja yang telah dikembalikan menjadi konservasi adat-budaya juga diresmikan Presiden saat itu.
Sejak September 2022 penataan Kawasan Waterfront City Pangururan dan Kawasan Tele dimulai. Nilai proyeknya Rp 161 Miliar.
Waterfront inilah yang menjadi ajang Aquabike Jetski World Championship 2023 (November). Sebelumnya, pembenahan jembatan Tano Ponggol, Pangururan, telah rampung.
Proyek terbaru yang diresmikan Jokowi (pada 7 Februari 2024) adalah 2 ruas tol yang merupakan lintasan yang akan menghubungkan Medan dengan Parapat, kota turis yang terletak di bibir Danau Toba.
Lintasan bebas hambatan Tebing Tinggi—Indrapura (20,4 kilometer) berbiaya Rp 3,06 triliun. Sedangkan jalur Indrapura—Limapuluh (5,6 kilometer) Rp 1,67 triliun. Ruas Limapuluh—Pematang Siantar masih dalam pengerjaan.
Minim Wisman
Tak bisa dimungkiri bahwa selama 10 tahun memerintah, Joko Widodo telah menghadirkan banyak infrastruktur di Kawasan Danau Toba. Ketersambungan antar-titik merupakan buahnya yang paling nyata.
Lewat Bandara Silangit di Siborongborong, orang yang terbang dari Jakarta, misalnya, dengan lekas sudah bisa tiba di Tuktuk atau Pangururan yang terletak di Pulau Samosir. Begitu juga mereka yang mendarat di Bandara Kuala Namu, Deli Serdang.
Fasilitas itu serba bagus. Masalahnya adalah pemeliharaannya kemudian. Seusai dirampungkan oleh PUPR, bangunan itu ada yang kurang terawat karena memang tiada otoritas yang ditugasi menanganinya.
Pemda setempat tampaknya ogah untuk mengurusi karena tak dilibatkan sejak awal dalam ‘proyek pusat’ tersebut.
Dermaga yang di depan Hotel Atsari, Parapat, contohnya. Kekusaman lekas mendekapnya Kawasan Pante Marihat, Parapat, pun demikian.
Setelah pedagang dibersihkan dari sana, kitaran ini lekas ‘kembali ke laptop’. Pasalnya, tak ada petugas yang menjaganya. Terbuktilah kembali ucapan klasik: “Membangun itu gampang. Yang sulit adalah merawat.”
Seperti yang diharapkan Joko Widodo, Luhut Binsar Panjaitan, dan pembesar pusat lainnya, tujuan penghadiran rupa-rupa infrastruktur ini adalah untuk memikat turis mancanegara sebanyaknya.
Lantas, apakah tujuan itu tercapai? Sejauh ini masih jauh panggang dari api. Mari kita lihat data BPS berikut.
Tahun 2018, sebelum pandemi Covid-19, wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Sumatra Utara yang destinasi utamanya adalah Danau Toba 236.276 orang.
Di tahun 2020 angka tadi menjadi 44.400 orang. Sedang pada 2021 turun drastis: 230 orang. Bayang-bayang maut pandemi memang terus membayang dalam 2 tahun itu.
Pandemi reda sudah pada 2022. Jumlah turis asing pun naik menjadi 74,5 ribu orang. Di tahun 2023 (hingga Juni) telah mendekati 95 ribu orang. Begitupun, masih jauh dari 236.276 orang yang di tahun 2018.
Bali tidak dimasukkan pemerintah dalam daftar destinasi wisata super prioritas. Tampaknya karena sejak dulu statusnya demikian.
Kendati tidak apple to apple jika menkontestasikannya, kita jadikan provinsi di kanan Pulau Jawa ini sebagai tolok ukur agar gambaran besar lebih benderang.
Di tahun 2018 jumlah wisman di Bali 6,07 juta orang dan di tahun berikutnya 6,275 juta orang. Pandemi Covid-19 lantas mengubah segalanya.
Pada 2020 turun menjadi 1,06 juta orang. Puncak kemerosotan terjadi di tahun 2021. Hanya 51 orang turis asing yang datang!
Pandemi berakhir. Angka pun menjadi 2,15 juta orang di tahun 2022. Setahun berselang berlipat menjadi 5,23 juta orang.
Di tahun 2024 ini diperkirakan jumlahnya sekitar 7 juta orang. Sementara Kawasan Danau Toba, untuk menembus angka 100 ribu orang pun masih saja sulit. Sangat kontras, bukan?
Sekali lagi, pembangunan aneka fasilitas di KDT sejak 2016 belum kunjung berhasil merangsang turis asing untuk datang.
Sebagai gambaran, masih lebih banyak orang bule yang bisa kita temukan di Tuktuk—Tomok di tahun 1970-an daripada sekarang. Adapun pelancong lokal, saat ini memang jauh lebih banyak. Masalahnya, mereka bukan target utama.
Siasat Mendatangkan Wisatawan Asing Sebanyaknya
Sebuah destinasi wisata super prioritas (DWSP) seperti kawasan Danau Toba tentu saja aneh jika pengunjungnya cuma pelancong lokal.
Mestinya wisatawan mancanegara (wisman) terus-menerus juga mengalir ke sana. Namanya juga unggulan yang paling dikedepankan sebuah negara.
Hampir seluas Singapura, Danau Toba merupakan danau vulkanik terbesar dunia. Ini sesuatu yang sangat bisa dijual.
UNESCO sendiri mengakui kawasan di Sumatra Utara ini sebagai the World Heritage Geopark kendati belakangan mereka mengancam akan mencabut predikat itu kalau saja sejumlah pembenahan tak dilakukan.
Lantas, bagaimana siasat pemerintah kita sejauh ini untuk mempromosikan danau hasil letusan super vulcano Toba sekitar 70 ribu tahun silam tersebut ke mancanegara?
Kalau menjual keindahan alam saja, itu tak cukup. Soalnya, banyak juga tempat yang tak kalah elok di belahan lain dunia.
Lagi pula, jika pun wisman datang sebentar saja, mereka sudah pulang; 2-3 hari saja menjambangi titik-titik menarik di sana cukup sudah. Dan, kelak kemungkinan tidak akan kembali lagi sebab sudah pernah melongok.
Menghadirkan pelbagai infrastruktur—termasuk wahana pantai bebas, pelabuhan, dan jalan lingkar—di lingkungan alam yang elok-permai itu juga bukan serta merta akan membuat arus turis asing terus ke berdatangan.
Masih ada syarat lain. Kegiatan (event) yang aneka, narasi menarik terkait budaya dan sejarah, serta hospitality (kehangatan dan kecekatan para penyuguh jasa dan masyarakat sekitar), terutama.
Terkait dengan kegiatan yang bertujuan memikat wisatawan asing, pemerintah pusat telah melakukan sejumlah terobosan penting dalam beberapa tahun terakhir di Danau Toba.
Di antaranya adalah menggelar lomba berskala dunia yakni Formula 1 perahu cepat (F!H2O) Grand Prix dan Aquabike Jetski World Championship. Pada Mei 2024 akan diselenggarakan pula lomba lari lintas alam berkelas internasional.
Formula 1 Perahu Cepat
Setelah setahun berselang, danau akbar ini kembali menjadi ajang Formula 1 perahu cepat (F!H2O).
Grand Prix di Balige pada 1-3 Maret 2024 itu sangat istimewa karena sekaligus menjadi perayaan lomba ke-300 yang diselenggarakan oleh Union Internationale Motonautique (UIM) dan dipromosikan perusahaan pemasaran bernama H20 Racing.
Pembalap yang berlaga tahun ini 18 orang dari 10 negara dan mereka didukung 200 awak. Lewat pelbagai saluran, aksi mereka diperkirakan disaksikan sekitar 187 juta orang di seluruh dunia.
Panitia lomba tahun 2024 mengupayakan hajat ini lebih baik lagi. Agar tak terusik oleh angin seperti tahun lalu, misalnya, latihan peserta dipagikan sehingga lomba bisa rampung sebelum jam makan siang di saat permukaan danau kaldera raksasa masih tenang.
Pertunjukan diperbanyak dan warga dalam negeri dilibatkan di sana-sini agar tidak hanya menjadi penonton.
Kejuaraan nasional Aquabike Jetski diadakan juga. Berlangsung mulai 28 Februari 2024, pesertanya 26 pembalap dalam negeri.
Perhelatan ini merupakan ajang pencarian unggul yang akan diterjunkan di Aquabike Jetski World Championship.
Lomba perahu tradisional bersebutan solu bolon juga ada. Tim dari 8 kabupaten yang ada di Danau Toba akan berlaga merebut piala. Selain itu, kontingen masing-masing akan meramaikan festival budaya.
“Perhelatan F1H2O Power Boat ini menggabungkan kegiatan olahraga, wisata, eknomi kreatif, dan budaya. Ini konsep agar Indonesia dikenal dunia. Menjadikan lokasi event Danau Toba sebagai tujuan turis mancanegara dan lokal sekaligus penyelenggaraan sport tourism,” jelas Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo.
Dampak Ekonomi
Indonesia mendapatkan hak penyelenggaraan lomba yang setara dengan F1 mobil ini untuk 5 tahun.
Seperti tahun ini, pada 2023, tepatnya pada 24-26 Februari, acara berlangsung di Pantai Napitupulu, Balige (Kabupaten Toba). Adapun tahun 2025, ajangnya bakal dialihkan ke Pulau Samosir.
Dalam acara "The Weekly Brief With Sandi Uno", pada Senin (26/2/2024), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Indonesia Sandiaga Salahuddin Uno mengungkapkan bahwa F1 Powerboat 2023 memberikan kontribusi ekonomi Rp391 miliar.
Ia juga menyatakan, Indonesia mendapat penghargaan tahun itu sebagai penyelenggara F1H20 terbaik di dunia. Dia berharap kinerja tahun ini akan lebih baik lagi.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Angela Tanoesoedibjo mengatakan, F1H20 (tahun 2023) telah menaikkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Danau Toba 220% dibanding tahun sebelumnya menjadi 197.015 orang. Tahun ini diharapkan angka ini menjadi 200 ribu orang.
Ajang kelas dunia ini tentu membutuhkan ongkos besar. Sebagai gambaran, Kementerian PUPR saja mengeluarkan dana Rp 30 milyar untuk fasilitas (wet paddock, dry paddock, dan akses menuju paddock, dan yang lain) Formula 1 balap perahu di Balige. Biaya pada lomba tahun 2024 tentu saja tidak lebih murah.
Menko Marinves Luhut B. Panjaitan menyatakan acara ini berdampak positif terhadap perekonomian nasional.
“Kalau dampak ekonominya dalam beberapa hari terakhir sekitar Rp 300 miliar. Kalau dampak tidak langsung pastinya jauh lebih besar lagi,” ucap dia saat konferensi pers pada 24 Februari 2023.
Tak jelas apakah Rp 300 miliar yang dimaksud termasuk biaya untuk mengurus agar F1 itu bisa berlangsung di Danau Toba.
Yang pasti, selama lomba sedikit saja warga asing yang menonton langsung di Balige. Jadi, tipis sekali devisa yang berasal dari mereka. Entah kalau uang bisa didapat dari hak tayang siaran langsung.
Direktur Pemasaran dan Program Pariwisata Aviasi Pariwisata Indonesia (nama populer BUMN ini adalah InJourney) Maya Watono menyebut angka yang lebih besar lagi.
Dalam keterangan resminya pada Senin (27/11/2023), ia mengatakan dampak ekonomi F1Powerboat 2023 mencapai Rp 1,7 triliun.
Deputi bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ni Made Ayu Marthini menyatakan, ajang F1H20 bertujuan untuk mengenalkan selekasnya ke seluruh dunia Danau Toba sebagai satu dari 5 destinasi wisata super prioritas Indonesia.
Empat yang lain itu adalah Candi Borobudur (Jawa Tengah), Likupang, Sulawesi Utara), Labuhan Bajo (Nusa Tenggara Timur), dan Mandalika (Nusa Tenggara Barat).
“Sama seperti yang kita lakukan di Mandalika. Pada Oktober 2023 di sana juga kita mengadakan MotoGP,” dia menjelaskan kepada Parboaboa.
Untuk mempromosikan Danau Toba, ujar dia, selama ini pemerintah telah melakukan sejumlah hal. Pembenahan bandara Silangit, Siborongborong, salah satunya.
“Dulu, perlu 5-6 jam bagi wisatawan yang naik pesawat terbang untuk menjangkau Danau Toba. Soalnya, mereka berangkat dari bandara internasional Kuala Namu di pinggir Medan. Sekarang, kalau dari Silangit cukup 1 jam saja,” jelasnya.
Bandara Sibisa yang dekat dengan Ajibata-Parapat yang terletak di tepi Danau Toba juga sedang ditingkatkan mutunya.
“Nanti pesawat jet pribadi dari Jakarta, Singapura, dan yang lain akan bisa mendarat di sana. Waktu tempuh dari Sibisa ke Parapat hanya sekitar 20 menit.”
Pemerintah juga menyiapkan pelbagai fasilitas termasuk penginapan. Pula, warga setempat dilatih agar menjadi pelayan wisata yang baik.
Trail of The King
Selain F1H2O Power Boat, Aquabike Jetski World Championship dilangsungkan di 4 kabupaten di Danau Toba (Karo, Dairi, Samosir, dan Toba) yakni pada 22-26 November 2023. Sesuai kontrak, acara ini berlangsung saban tahun selama 5 tahun.
Masih untuk memikat wisman, lomba lintas alam bersebutan Trail of The Kings Zero Edition bakal digelar di Pulau Samosir pada 4-5 Mei 2024. Diharapkan 1.500 pelari akan terlibat, lombanya berdasarkan jarak.
Kriterianya adalah Fun Run 5 kilometer dan 10 kilometer, Trail Run 27 kilometer, dan Ultra Trail Run 50 kilometer. Peserta akan berkesempatan melewati sejumlah situs vulkanologi dan budaya yang sarat sejarah.
Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) yang menjadi penyelenggara berharap lomba ini akan sukses dan membuat manajemen Ultra Trail du Mont Blanc (UTMB) terkesan.
Dengan demikian, si empunya lomba lari lintas alam yang paling prestisius sedunia ini akan sudi mengadakan kompetisi di kitaran Danau Toba.
UTMB mengadakan lomba seri dunia di Asia, Oceania, Eropa, Afrika, dan Amerika. Setiap ajang mereka biasanya melibatkan sekitar 10 ribu peserta.
Agar Berkelanjutan
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang juga Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia bidang Moneter, Fiskal dan Kebijakan Publik, Hariyadi Sukamdani, menyambut baik pelbagai upaya pemerintah untuk memajukan Danau Toba sebagai destinasi wisata super prioritas.
“Danau Toba itu potensinya sangat luar biasa. Alam dan budayanya istimewa,” ucap dia saat diwawancarai Parboaboa di ruang kerjanya di Hotel Sahid Jakarta. “Sekarang bagaimana agar pengelolaannya terkoordinasi, tidak ada yang berjalan dengan egonya sendiri.”
Pelaksanaan F1H20, Aquabike jet ski, dan yang lain menurut dia sudah baik. Keberlanjutannya saja yang mesti dipastikan.
“Selama ini kan ganti pemerintah ganti orientasi. Selalu begitu. Apakah pemerintah mendatang mendukung dan meneruskan yang sudah ada di sana? Kita harapkan begitu.”
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) periode 2018-2023 itu mencontohkan F1H20. Lombanya di Danau Toba pada 2023 dan 2024 diadakan oleh InJourney.
Merupakan holding BUMN Pariwisata dan Pendukung sejak Oktober 2021, unsurnya adalah PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, PT Hotel Indonesia Natour, Prambanan, & Ratu Boko, PT Pengembangan Pariwisata Indonesia, PT Taman Wisata Candi Borobudur, dan PT Sarinah.
Bagaimanapun, menurut Haryadi Sukamdani, korporasi plat merah ini akan selalu bergantung pada kebijakan pemerintah.
Sebaiknya, lanjut dia, kegiatan internasional di Danau Toba dilakukan lembaga independen saja. Dengan demikian,tidak akan bergantung pada anggaran negara dan kebijakan pemerintah yang sedang berkuasa.
“Penyelenggara akan bebas merencanakan kegiatan dan mengelola uangnya. Jadi, programnya kemungkinan besar akan berkelanjutan.”
Selama ini masih pemerintah pusat yang berinisiatif menggelar acara ini-itu di kawasan Danau Toba. Presiden Joko Widodo dan Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan sendiri memberi perhatian khusus untuk memajukan kawasan tersebut.
Semoga saja pemerintahan Prabowo Subianto nanti akan demikian juga.
Reporter: P. Hasudungan Sirait dan Rin Hindryati
Editor: Jenar