PARBOABOA, Jakarta - Kelompok militan Houthi dari Yaman tak tinggal diam mengetahui rekannya, Hamas berperang melawan Israel.
Mereka ikut mengeroyok Israel dengan meluncurkan drone-drone mereka sebanyak tiga kali sejak negara Zionis itu berperang dengan Hamas Palestina, 7 Oktober lalu.
Juru bicara Houthi, Yahya Saree bahkan menyatakan serangan ditujukan demi kemenangan bangsa Palestina.
Baru-baru ini, kelompok yang didukung Iran itu juga menyandera sebuah kapal kargo Calaxy Leader di Laut Merah karena terkait dengan Israel.
Menurut pemilik kapal, armada dibawa ke Pelabuhan Hodeidah di Yaman selatan yang dikuasai Houthi pada hari Senin (20/11/2023).
Houthi menegaskan, mereka akan menargetkan semua kapal yang memiliki hubungan dengan Israel.
Akibat tindakan Houthi, Amerika Serikat (AS) sedang meninjau kemungkinan sebutan 'teroris' untuk kelompok militan ini.
Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby pada Selasa (21/12/2023) menerangkan, penyitaan kapal tersebut dinilai sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan Iran terlibat di dalamnya.
Dia pun menyerukan pembebasan segera kapal tersebut dan awak internasionalnya.
Sebagai indormasi, saat Joe Biden pertama menjabat pada 2021, pemerintah mencabut sebutan teroris terhadap Houthi.
Keputusan itu diambil karena khawatir sanksi yang mereka berikan dapat memperburuk krisis kemanusiaan di Yaman.
Sementara itu, atas tuduhan AS, Iran membantah terlibat dalam penyitaan kapal tersebut.
Kelompok Houthi sendiri tergabung dalam 'Poros Perlawanan', kelompok-kelompok militan di Timur Tengah yang diyakini didukung oleh Iran.
Selain itu, mereka memang telah lama mendukung kemerdekaan Palestina dan menentang pendudukan Israel.
Maka tak heran jika Houthi ikut mengeroyok Israel yang telah lama menindas Palestina.
Siapa Kelompok Militan Houthi?
Houthi merupakan gerakan militan di Yaman utara. Pemimpin kelompok ini merupakan politikus Yaman dan aktivis politik dari aliran Syiah Zaydi atau Zaidiyah, Hussein Badr al-Din al-Houthi.
Aliran ini merupakan komunitas muslim minoritas di dunia Islam.
Sebelum menjadi kelompok militan militer, Houthi awalnya dibentuk untuk membina 'Pemuda Percaya' sebuah jaringan pemuda aliran Syiah Zaydi pada 1990an.
Di dalamnya ada pelayanan pendidikan agama, kesejahteraan sosial dan sebagainya.
Awalnya, kelompok ini mendapat dukungan dari pemerintah Yaman saat itu.
Namun mereka justru kerap melancarkan aksi protes guna menentang kepemimpinan presiden Ali Abdullah Saleh hingga akhirnya kerap disebut pemberontak.
Dikutip dari Britannica, Houthi terus melancarkan aksi pemberontakan bersenjata melawan pemerintah Yaman hingga akhirnya mulai disorot dunia pada 2004.
perseteruan keduanya memanas saat Presiden Saleh mendukung 'Perang Melawan Teror' yang didukung Amerika Serikat dan invasinya ke Irak pada 2003.
Di mata Houthi, keputusan Presiden Saleh ini dianggap mencabut hak kaum Zaid dan mengancam tradisi mereka.
Sejak itulah, kedua kelompok ini terus terlibat perseteruan. Namun, semua berubah setelah Presiden Saleh tak lagi menjabat.
Houthi bahkan menjalin hubungan baik dengan Ali Abdullah Saleh.
Hingga pada akhir 2014, Houthi melancarkan kudeta terhadap presiden saat itu, Mansur Hadi.
Tak hanya itu, kelompok ini juga berhasilmenduduki Ibu Kota Sanaa dengan bantuan Saleh serta orang-orangnya.
Nyatanya, inilah awal mula perang sipil pecah di Yaman pecah hingga hari. Korban tewas mencapai lebih dari 370.000 orang.
Saat ini, kelompok Houthi menguasai sebagian besar wilayah utara dan pusat populasi besar lainnya di Yaman.
Sebaliknya, pemerintah yang diakui secara internasional bermarkas di Kota Aden.
Editor: Umaya khusniah