Tantangan Petani Simalungun: Meski Harga Gabah Naik, Biaya Pestisida Tetap Tinggi

Aktivitas Boru Pardede, Petani Padi di Kecamatan Panei, Simalungun saat tengah mengayak gabah. (Foto: PARBOABOA/Pranoto)

PARBOABOA, Simalungun - Harga gabah di Simalungun, Sumatra Utara saat ini mengalami kenaikan.

Namun demikian, di tengah kenaikan harga tersebut para petani tetap menghadapi masalah karena mahalnya harga pestisida.  

Hal itu dikeluhkan oleh beberapa petani, salah satunya Boru Pardede, petani asal Nagori Siborna, Kecamatan Panei. 

Meski ia menjual gabah kering seharga Rp7.000 dan gabah basah Rp5.000, dirinya tetap cemas dengan mahalnya harga obat-obatan seperti insektisida dan pestisida.

"Lumayan memang harga jual (padi) bulan ini, tapi harga obatnya (insektisida) nya mahal juga, " ujarnya ditemui Parboaboa saat tengah mengayak padi, Senin (15/7/2024).

Mahalnya harga insektisida, kata dia, membuat sebagian besar keuntungan panen habis untuk membeli obat-obatan. Apalagi durasi penyemprotan insektisida dan pestisida harus tepat.

Kalau kurang, hal itu dapat menyebabkan padi menguning dan dengan mudah diserang penyakit blast atau patah leher.

"Kelihatannya aja tanamannya subur, tapi padinya kosong hanya gabah saja," ujarnya.

Di Simalungun, penyakit ini sering disebut dengan penyakit gabah kopong atau penyakit sakit kuning. Sementara di daerah lain lebih familiar disebut cekik leher atau patah leher.

Penyakit blast disebabkan oleh bakteri Pyricularia grisea, yang memunculkan bercak pada daun dan batang padi. Tanpa penyemprotan insektisida, bakteri ini merusak fotosintesis, menyebabkan bulir padi menjadi hampa dan produksi menurun. 

Boru Pardede mengaku, sejauh ini belum mendapatkan penyuluhan berkelanjutan dari PPL Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun terkait pencegahan hama balst.

Dalam keterangan terpisah, Kepala Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian Kabupaten Simalungun, Zefri Zein mengungkapkan saat ini petugas PPL di Simalungun berjumlah 177 orang yang tersebar di 386 desa.

Secara teknis tugas mereka adalah melakukan pendampingan dan bimbingan metodologis para petani terutama soal penggunaan pupuk dan pestisida untuk tanaman.

Adapun sampai saat ini, satu orang PPL di Simalungun dapat melaksanakan tugasnya dengan membawahi dua sampai tiga nagori di Simalungun. 

Kata Zefri, mereka wajib menyusun laporan terkait perkembangan pertanian sesuai dengan ketentuan UU No 19 Tahun 2013.

Kendatipun demikian, Zefri mengakui PPL masih mengalami kendala di lapangan, diantaranya terkait sarana transportasi, perubahan cuaca yang tidak menentu dan keterbatasan jaringan internet.

"Seperti di Kecamatan Ujung Padang, ada dua petugas disana. Terkadang sulit mengakses jaringan internet, di sisi lain laporan harus tetap dilakukan penginputan," kata Zefri kepada Parboaboa, Senin (15/7/2024).

Sementara itu, anggota DPRD Simalungun, Binton Tindaon mengatakan jumlah PPL Dinas Pertanian Simalungun belum cukup jika dibandingkan dengan luas wilayah daerah itu.

Menurut dia, kuota PPL harusnya ditambah untuk keberlangsungan nasib petani dan ketahanan pangan di Bumi Habonaron Do Bona.

"Harus di optimalkan, termasuk soal sarana dan prasarananya, sebaiknya ditambah saja (penyuluh), tentunya dengan penyesuaian anggaran," Kata Binton kepada Parboaboa, Senin (15/7/2024).

Binton menegaskan bahwa peran PPL harus lebih progresif, terutama dalam bimbingan adaptasi teknologi pertanian bagi petani di Simalungun. 

Data Parboaboa mencatat, pada tahun 2023 luas lahan pertanian untuk sayuran di Simalungun adalah 8.043 hektar, sementara lahan baku sawah berkurang menjadi 27.693 hektar dari 30.749 hektar pada tahun 2022.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS