PARBOABOA, Jakarta - Masa jabatan kepala desa (kades) bertambah menjadi 8 tahun menyusul kesepakatan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Kesepakatan ini muncul saat pembahasan revisi tingkat 1 Undang-Undang (UU) Desa, di ruang sidang DPR RI, Senin (5/2/2024). Semula, masa jabatan kades 6 tahun dalam UU 6 Tahun 2004 diusulkan menjadi 9 tahun.
Namun, aspirasi yang datang dari Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) ini hanya dipenuhi menjadi hanya 8 tahun dengan maksimal masa kepemimpinan selama 2 periode.
Tak hanya itu, pemerintah dan DPR juga menyepakati pemberian tunjangan purna tugas kepada kepala desa, BPD dan perangkat desa selama satu kali di masa jabatannya sesui dengan kemampuan keuangan desa.
Dasar perpanjangan masa jabatan kades dilakukan agar pembanguan di desa lebih maksimal dan berkesimbangan sekaligus mencegah polarisasi politik yang berkepanjangan di tengah-tengah masyarakat.
Hal itu mendapat pengakuan dari seorang kepala desa di Folres, NTT, Stefanus Hadur. Ia menyatakan apresiasinya terhadap perpanjangan masa jabatan kades sekaligus meminta agar secepatnya direvisi.
"Pertama soal jabatan 8 tahun. Saya pribadi sepakat dan harus secepatnya DPR RI tetapkan revisi uu no 06 Tahun 2014 tentang Desa," kata Stefanus kepada PARBOABOA, Rabu (7/2/2024).
Revisi kata Stefanus harus dipercepat agar ada kepastian hukum apakah UU ini hanya berlaku untuk kades baru nanti, atau berlaku juga untuk para kades yang telah menjabat.
"Saya menilai seandainya itu sudah di sahkan oleh presiden maka baru dikatakan jabatan kades 8 Tahun. Kemudian saya masih bingung soal jabatan yang diberikan, apakah itu sudah diberlakukan untuk kami yang lagi jabat sudah 1 tahun atau kades yang tahun 2025 baru dipilih," tegas Stefanus yang baru menjabat setahun sebagai kades.
Sementara itu dari aspek politik, Stefanus mengatakan perpanjangan masa jabatan dapat mencegah konflik di masyarakat karena perbedaan pilihan politik.
Menurutnya, efek perbedaan pilihan politik di tingkat desa, potensi konfliknya jauh lebih besar ketimbang pemilihan DPR, Bupati, DPR RI maupun Pilrpes.
"Kedua soal efek polemik dari segi politik dan dampak dalam kehidupan masyarakat. Saya rasa dengan kebijakan 8Tahun konflik mengenai politik dalam lingkup masyarakat itu pelan-pelan akan hilang karena ada jeda dalam periodesasi jabatan," tegasnya.
Politis
Dalam keteranganya yang terpisah Pengamat Politik, Ujang Komarudin mengatakan perpanjangan masa jabatan para kades tidak bisa dilepaskan dari unsur politik karena dilakukan bersamaan dengan masa pemilu.
Ujang mengatakan, sejak awal Apdesi menyampaikan aspirasinya ada semacam perjanjian politik antara dua pihak, yaitu pihak yang mengeksekusi sekaligus memberi kebijakan dengan pihak yang diuntungkan dengan kebijakan tersebut.
"Itu kan karena deal-deal politik antara elit politik dengan para kades. Kan waktu itu mintanya 9 tahun dua kali, sekarang jadi 8 tahun dua kali. Kalau saya sih melihat tentu itu kebijakan politik karena dieksekusi menjelang pemilu dan kepala desa juga demo menjelang pemilu," tegas Ujang kepada PARBOABOA, Rabu (7/1/2024).
Terkait siapa yang diuntungkan, Ujang mengatakan itu sangat ditentukan siapa yang bermain di lapangan. Hal ini ia ungkapkan mengacu pada polarisasi kekuatan politik pilpres saat ini.
Sebagaimana diketahui, meski pemerintah dalam hal ini presiden bersama kekuatan mayoritas cenderung mendukung pasangan calon nomor 02, Prabowo-Gibran tetapi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dikendalikan sepenuhnya oleh PKB yang notabene mengusung capres 01, Anies-Muhaimin (AMIN).
"Siapa yang diuntungkan, ya banyak yang diuntungkan tergantung permainan di bawah masing-masing. Siapa yang main saya tidak menyebutkan partai mana untuk kepentingan mana, pasti ada yang bermain ada yang enggak," tegas Ujang.
Editor: Rian