PARBOABOA, Pematangsiantar – Dua puluh tahun lalu, pemerintah Kota Pematangsiantar mengusulkan agar PTPN melepas sebagian lahan Tanjung Pinggir seluas 573 hektar kepada Pemko untuk membangun kawasan industri.
Tujuannya, untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, hingga kini, rencana tersebut belum terealisasi, karena terhambat proses pembayaran.
Pengamat Kebijakan Publik, Reinward Simanjuntak memandang rencana tersebut kurang matang. Ia menilai bahwa rencana itu lebih didasarkan pada intuisi daripada pendekatan teknis.
“Saya pikir, rencana itu hanya pemikiran liar. Oleh karena semasa itu Pematangsiantar tidak mau kalah dengan Simalungun yang memiliki kawasan industri,” ucapnya kepada PARBOABOA, Kamis (18/07/2024).
Reinward menjelaskan, pembangunan kawasan industri memerlukan kajian mendalam. Di mana terdapat tiga unsur utama yang harus dipertimbangkan, yaitu tenaga kerja, bahan baku dan pasar.
“Perlu dikaji bahan bakunya apa dan darimana, kemudian tenaga kerja darimana dan kemana akan dijual,” jelasnya.
Reinward memberi contoh Bridgestone, yang tidak mendirikan pabrik ban karena pasar untuk produk tersebut tidak ada di daerah tersebut dan harus ditargetkan ke luar. Sehingga mereka hanya memfokuskan pada bahan baku karet.
Reinward menuturkan jika industri pengolahan sawit didirikan, misalnya perusahaan-perusahaan sawit sudah mengolahnya sendiri maka tidak ada kebutuhan untuk menambahkan industri tersebut di kawasan itu.
“Seperti Sei Mangkei, bahan baku dari orang itu dan pelabuhannya ada, sehingga jelas distribusinya,” urainya.
Reinward menekankan bahwa ketiga unsur utama tersebut harus memiliki nilai atau kejelasan. Tanpa kajian mendalam, industri berisiko tutup.
Menurutnya, tidak perlu menjadikan daerah itu sebagai kawasan industri karena Simalungun sudah memiliki kawasan industri seperti Sei Mangkei.
“Akan lebih cocok di situ jika dijadikan kawasan pasar untuk menambah jumlah pasar di Pematangsiantar,” tambahnya.
Terlebih, keberadaan terminal Tipe A di daerah tersebut akan memperkuat fungsi kawasan Tanjung Pinggir sebagai pusat perdagangan.
Penempatan pasar di dekat terminal, menurut Reinward, juga akan mempermudah akses dan distribusi barang, serta mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Aset BPKPD Pematangsiantar, Alwi Adrian Lumbangaol menjelaskan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang akan dirampungkan telah menetapkan daerah tersebut sebagai kawasan industri.
“Jadi, nantinya di situ akan ada kawasan industri, kawasan pendidikan seperti universitas, kawasan perdagangan dan jasa serta kompleks perkantoran,” katanya kepada PARBOABOA, Selasa (23/07/2024).
Hal ini bertujuan untuk memancing pemerataan pembangunan, sehingga tidak semua fasilitas menumpuk di pusat kota.
Rencana ini merupakan bagian dari rencana jangka pendek selama 25 tahun, dimulai dari tahun 2018.
Alwi memaparkan, penentuan kawasan tersebut sudah melalui studi kelayakan atau kajian yang lebih rinci, yang dilakukan oleh Bappeda.
“Untuk tenaga kerja, kita akui tingkat pengangguran kita tinggi. Terlebih populasi penduduk yang terus meningkat,” tambahnya.
Alwi menuturkan, pemerintah kota akan menerima dan menampung konsep industri dari siapa pun yang berminat, baik investor maupun pihak lain, untuk mewujudkan pengembangan kawasan ini.
Namun, ia juga menjelaskan bahwa tahap pembayaran masih terganjal pada penghapusbukuan dari RPS (Rencana Penghapusbukuan dan Pengalihan) Kementerian BUMN.
Setelah persetujuan penghapusbukuan dari BUMN diterima, baru tahap pembayaran dapat dilakukan.
Saat ini masih menunggu proses tersebut dan tidak diketahui kapan akan selesai, karena di situlah dibahas pelepasan beberapa aset.
“Pembayarannya akan dilakukan secara cicilan. Yang menjadi fokus adalah 126 hektar yang akan dibeli secara bertahap, sementara sisanya akan dibiarkan sebagai permukiman,” jelas Alwi.
Katanya, jika seluruh 573 hektar diambil sekaligus, prosesnya akan lebih lama karena harus menghadapi masalah dengan penggarap lahan yang ada.