Dokter Hewan Pematang Siantar Ingatkan Bahaya Konsumsi Daging Kucing

Bisnis dan konsumsi daging kucing yang masih terjadi di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara memunculkan kekhawatiran terhadap penyebaran penyakit yang dibawa oleh hewan tersebut. (Foto: PARBOABOA/Putra Purba)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Bisnis dan konsumsi daging kucing yang masih terjadi di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara memunculkan kekhawatiran terhadap penyebaran penyakit yang dibawa oleh hewan tersebut.

Apalagi selama ini, kucing merupakan hewan peliharaan, bukan hewan ternak seperti ayam, sapi, kambing atau babi yang pemotongannya melalui rumah potong hewan dan diawasi oleh dinas terkait.

Selain itu, tidak ada jaminan kesehatan bagi masyarakat, terutama di Pematang Siantar yang mengonsumsi daging kucing.

"Sebab tidak ada SOP (standar operasi prosedur) saat pemotongan dan orang-orang yang (melakukan pemotongan) tidak bersertifikat," ungkap salah seorang dokter hewan di Klinik Puji Vet Pematang Siantar, Fauzia Khairunnisa, kepada PARBOABOA, Sabtu (28/10/2023).

Ia juga mengingatkan belum ada pengujian dan penelitian taraf nasional dan internasional terkait khasiat mengkonsumsi daging kucing yang diduga bisa menjadi obat penyakit asma serta mengurangi penyakit kulit.

"Apakah sudah ada uji dan penelitian yang meyakini mengkonsumsi daging kucing itu sebagai obat alternatif? Kalau memang sudah ada hasil uji yang menyatakan hal tersebut kita tidak bisa ngomong apa-apa. Tapi sampai saat ini belum ada yang mendukungnya," ungkap Fauzia.

Mengonsumsi daging kucing, kata Fauzia, sebagian besar merupakan pilihan pribadi masyarakat. Ia hanya mengingatkan agar masyarakat mempertimbangkan penyakit kulit yang dapat menyebar dengan jika mengonsumsi daging kucing.

"Balik ke masyarakatnya. Untuk saat ini yang mengkonsumsi daging tersebut memiliki imun yang kuat, jadi tidak apa-apa sekarang, namun semakin lama mengkonsumsinya akan berpengaruh pada tingkat kesehatannya, penyakit tersebut akan menyebar," jelasnya.

Fauzia meminta Pemko Pematang Siantar melakukan edukasi dan meminimalisir kebiasaan masyarakat mengkonsumsi daging kucing sebagai bahan olahan makanan.

"Bakteri yang sudah menyebar akibat pengendapan atas konsumsinya dalam waktu yang lama dapat menyebabkan peradangan di pembuluh darah jika dibiarkan dan tidak diobati, hal ini bisa berakibat fatal. Pemerintah harus mengantisipasi mulai dari hulu hingga ke hilirnya," imbuh dia.

Hal senada diungkapkan dokter Hewan di Siantarpet Clinic, Indra Sitorus yang menilai, kebiasaan masyarakat mengonsumsi daging kucing sebagai olahan karena belum ditemukannya penyakit yang dibawa hewan tersebut menular ke manusia di kota itu. Sehingga oleh masyarakat tidak dijadikan masalah dan masih mengonsumsi daging kucing.

Meski begitu, Indra mengimbau masyarakat tidak mengonsumsi daging kucing, karena sudah diatur di Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Sebab daging kucing yang dipergunakan sebagai olahan tidak termasuk ternak potong dan produk yang dikonsumsi, ada perundang-undangannya," katanya.

Daging kucing, lanjut Indra, punya kandungan natrium yang tinggi, sehingga bisa menimbulkan banyak penyakit dan infeksi yang bisa membahayakan kesehatan manusia. Seperti bakteri E. Coli dan Salmonella. Kemudian ada bahaya infeksi bakteri seperti anthrax, brucellosis, hepatitis dan leptospirosis yang dapat menyebar melalui daging yang dikonsumsi manusia.

"Daging kucing tidak bisa menyembuhkan asma. Malah melalui dagingnya bisa menjadi pembawa cacing pita serta bisa juga sebagai penghantar virus dan penyakit berbahaya, termasuk rabies," tuturnya.

Indra juga meminta petugas Puskesmas setempat, dinas kesehatan, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) hingga aparatur penegak hukum (APH) Pematang Siantar terus melakukan edukasi kepada kelompok masyarakat yang masih mengkonsumsi daging tersebut.

"Pemko perlu hadir untuk mengedukasi warga tersebut bila daging kucing tidak bisa menyembuhkan penyakit apapun. Selain itu, imbauan juga diberikan kepada warga tersebut untuk berobat ke puskesmas terlebih dahulu jika mengalami asma," tambahnya.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPRD Kota Pematang Siantar, Boy Iskandar Warongan mengaku baru mengetahui penjualan olahan makanan daging kucing di sejumlah tempat makan di kota itu.

"Saya baru tahu, soalnya kebiasaan itu ada di kampung saya, di Sulawesi Utara, saya konfirmasi nanti," ucapnya kepada PARBOABOA.

Meneruskan permintaan masyarakat agar Pemko Pematang Siantar membuat peraturan daerah soal larangan mengonsumsi daging kucing, Boy mengungkapkan akan mempelajarinya lebih dahulu.

"Saya pelajari dulu temuannya bagaimana, kita tindak lanjuti dengan dinas terkait," imbuh Boy Iskandar Warongan.

Sebelumnya, dalam liputan mendalam yang dilakukan PARBOABOA, ditemukan adanya lapo atau kedai yang masih mengolah daging kucing menjadi makanan tambahan seperti sop atau digoreng.

Bisnis daging kucing itu dipenuhi sesuai pesanan atau permintaan konsumen. Namun hanya kedai-kedai tertentu di Pematang Siantar yang menjual daging kucing yang telah diolah.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS