PARBOABOA, Jakarta - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) telah menyetujui resolusi peningkatan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza, Palestina pada Jumat (22/12/2023).
Keputusan ini diambil setelah serangkaian perundingan intensif internasional untuk mengatasi krisis di kawasan tersebut.
Resolusi tersebut menuntut langkah-langkah mendesak untuk memungkinkan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan.
Tujuannya adalah untuk memperluas akses kemanusiaan dan menciptakan kondisi untuk penghentian permusuhan yang berkelanjutan.
Persetujuan atas resolusi ini terjadi di tengah peringatan dari kelompok bantuan internasional dan tekanan dari pejabat global untuk mengakhiri pengepungan di Gaza yang menyebabkan kelaparan parah.
Namun, dalam pemungutan suara ini, Amerika Serikat dan Rusia memilih untuk abstain, yakni tidak memberikan suara dan tidak menggunakan hak veto mereka.
Sementara itu, Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield, memberikan apresiasi terhadap resolusi tersebut. Namun, ia menyebut AS memilih untuk abstain karena dalam resolusi ini tidak adanya kalimat yang ditujukan untuk mengecam Hamas.
Perundingan yang dipimpin oleh AS selama beberapa hari ini, tidak berhasil menghasilkan resolusi yang menyerukan penghentian segera kekerasan di Gaza oleh Israel.
DK PBB menyetujui resolusi yang lebih lunak, yaitu pengiriman bantuan, untuk menghindari kemungkinan veto dari AS.
AS Memveto Resolusi Gencatan Senjata, Apa Sebenarnya Hak Veto?
Sebelumnya, AS menghadapi kritik global karena memveto resolusi DK yang menyerukan gencatan senjata segera.
Pihak AS dalam rapat DK PBB pada Jumat (8/11/2023) menggunakan hak vetonya sebagai anggota tetap PBB untuk menolak gencatan senjata di Gaza.
Dalam rapat tersebut, dari 15 anggota DK PBB, 13 diantaranya setuju untuk gencatan senjata di Gaza, sementara 1 negara yakni Inggris abstain dan 1 negara yakni AS, menggunakan hak vetonya untuk menolak resolusi tersebut.
Akibat AS menggunakan hak vetonya, resolusi gencatan senjata di Gaza tidak jadi dilakukan.
Hak veto merupakan kekuasaan khusus yang dimiliki oleh lima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menolak atau membatalkan keputusan yang telah disetujui oleh mayoritas anggota Dewan Keamanan.
Negara-negara yang memiliki hak veto ini adalah Amerika Serikat, China, Rusia, Prancis, dan Inggris.
Hak veto ini berasal dari sejarah pendirian PBB setelah Perang Dunia II.
Saat itu, Amerika Serikat, Uni Republik Sosialis Soviet (sekarang Rusia), dan Inggris, sebagai pemenang perang, berinisiatif membentuk PBB.
Amerika Serikat mengusulkan agar Republik China (sekarang dikenal sebagai Taiwan) menjadi bagian dari Dewan Keamanan PBB, sementara Inggris mendorong Prancis untuk bergabung agar membantu menjaga stabilitas di Eropa pasca perang.
Sedangkan DK PBB saat ini terdiri dari 15 negara anggota, dimana 10 di antaranya adalah anggota tidak tetap tanpa hak veto, yaitu Albania, Brazil, Ekuador, Gabon, Ghana, Jepang, Malta, Mozambik, Swiss, dan Uni Emirat Arab.
Tugas utama Dewan Keamanan PBB adalah mengatasi ancaman keamanan internasional.
Namun, penggunaan hak veto oleh negara-negara anggota tetap sering dikritik karena dianggap menghambat kerja Dewan dan membuatnya kurang mewakili kepentingan global.
Editor: Atikah Nurul Ummah