PARBOABOA,
Kabul – Kehidupan warga di Afghanistan, terutama di ibu kota
Kabul, kini banyak berubah. Semakin jelas terlihat setelah semua pasukan
Amerika Serikat (AS) meninggalkan Kabul pada Senin lalu .
Banyak pemandangan mencolok dan suara kehidupan warga di kota-kota
di Afghanistan mulai berubah dan menyesuaikan diri dengan keadaan yang sama
sekali baru.
Warga yang masih tertinggal di Kabul berusaha menyesuaikan
diri dengan gaya tegas pemerintah baru mereka, Taliban.
Walaupun demikian, Taliban sejauh ini mengaku berusaha
menunjukkan wajah yang lebih sejuk kepada dunia. Tak ada hukuman keras
dipertontonkan di depan publik dan tak ada larangan menggelar hiburan rakyat
seperti yang mereka terapkan saat berkuasa dulu, sebelum digulingkan pasukan
Sekutu pada 2001.
Taliban mengatakan kegiatan budaya diperbolehkan, sejauh
tidak melanggar hukum Syariat dan budaya Islam Afghanistan.
Otoritas Taliban di Kandahar menerbitkan perintah formal
pekan lalu yang melarang stasiun radio memutar musik dan suara penyiar
perempuan. Papan reklame warna-warni di depan salon-salon juga sudah dicat
ulang dengan warna polos.
Begitu juga penampilan warga disana, tidak akan ditemui
lagi warga yang mengenakan jeans, karena telah diganti dengan pakaian
tradisional.
Semua stasiun radio pun telah mengubah menu siaran mereka
dengan musik pop Hindi dan Persia, yang terdengar seperti musik patriotik yang
muram.
"Bukan karena Taliban memerintahkan kami mengubah apa
pun, kami mengganti program sekarang karena kami tidak ingin Taliban memaksa
kami berhenti bersiaran," kata Khalid Sediqqi, seorang produser stasiun
radio swasta di Kota Ghezni.
Afganistan selama 20 tahun hidup di bawah pemerintah
dukungan Barat, menumbuhkan budaya populer di Kabul dan kota-kota lain. Hal ini
yang diwarnai kemunculan tempat kebugaran, minuman berenergi, gaya rambut
kekinian dan lagu-lagu pop yang memancing orang untuk berdendang dan berdansa.
Namun setelah pengambilalihan oleh Taliban semuanya berubah
dengan yang didinginkan Taliban yang rata-rata semakin ortodoks dan kesan
muram.