parboaboa

Dinasti Politik: Ancaman Terhadap Demokrasi di Indonesia

Fika | Politik | 29-06-2024

Diskusi publik “Menakar Sisa-sisa Kekuasaan Menuju Pilkada 2024” yang diselenggarakan oleh “Sahabat Indonesia Membangun” di D’Amor Café, Jalan Durung Medan, Jumat (27/06/2024). (Foto: PARBOABOA/Fika)

PARBOABOA, Medan – Iklim buruk dinasti politik, khususnya di Sumatera Utara, Pilkada Serentak 2024 akan sarat dengan permainan intervensional kekuatan anti demokrasi.

Demikian diungkapkan oleh Januari Riki Efendi, akademisi dari UINSU dalam acara diskusi “Menakar Sisa-sisa Kekuasaan Menuju Pilkada 2024” yang diselenggarakan oleh “Sahabat Indonesia Membangun” di D’Amor Café, Jalan Durung Medan, Jumat (27/06/2024).

Kekuasaan dalam dinasti politik ini mungkin bersembunyi di balik organisasi pemerintah. Pilkada Sumatera Utara 2024 menurutnya juga akan diwarnai oleh fenomena politik uang yang massif yang menunjukkan keterancaman integritas keseluruhan prose dan tahapan pelaksanaan pilkada.

Terutama pada saat pencoblosan dan penghitungan suara. Penulis buku “Pemuda dan Luka Demokrasi” ini mengatakan perlu diperbanyak forum yang bisa diakses oleh publik untuk menerangkan nilai-nilai demokrasi dan kewajiban warga negara untuk mengawasi dan melawan semua deviasi (penyimpangan).

Sementara itu, Pengamat Politik Sumatera Utara, Sohibul Anshor Siregar dalam sebuah diskusi publik bertajuk Soetan Sjahrir mengatakan hari ini bangsa Indonesia sudah lupa bahwa awal sejarah Indonesia ditandai dengan catatan yang amat indah dan agung.

Catatan yang indah dan agung ini terlihat dalam penerapan nilai-nilai metokrasi pada pemerintahan yang berjalan.

“Fenomena dinasti dan familisme politik yang kita saksikan pada abad 21 ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Indonesia sedang dilanda wabah yang mendegradasi kewarasan nalar, budaya dan demokrasi yang parah,” ucapnya kepada PARBOABOA, Sabtu (29/06/2024).

Sementara di masa Soetan Sjahrir, yang merupakan seorang pejuang kemerdekaan yang berasal dari Sumatera Barat, ketika masih berusia 40 tahun ia sudah diamanahkan oleh Soekarno untuk memimpin Indonesia dalam jabatan sebagai Perdana Menteri.

Saat itu, Soetan Sjahrir tidak ditenteng oleh bapaknya. Tidak didongkrak oleh pamannya. Apalagi mertuanya, untuk menjadi Perdana Menteri pertama Indonesia.

Soekarno dipastikan seratus persen juga tidak melakukan kongkalikong dengan Soetan Sjahrir untuk penunjukkan jabatan yang sangat penting itu.

“Soekarno menyadari betul kapasitas dan integritas yang ada dalam diri Soetan Sjahrir sehingga proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia itu percaya bahwa banga Indonesia dan dunia sepakat dengan pilihan prerogatifnya itu,” jelas Sohibul Anshor Siregar.

Sohibul Anshor Siregar menambahkan, dunia mencatat bahwa dalam waktu yang lama Soetan Sjahrir telah menunjukkan darma bakti yang besar kepada negaranya.

Melalui kecerdasannya yang sangat menonjol, untuk berjuang bersama rakyat Indonesia. Selain itu, dengan keikhlasannya mengambil berbagai risiko politik, dalam memerdekakan Indonesia.

Ada juga sejumlah nama besar penuh prestasi dan integritas setelah Perdana Menteri Sjahrir. Yaitu Amir Sjarifuddin, Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Abdul Halim, Mohammad Natsir, Burhanuddin Harahap dan lainnya.

“Tidak ada orang karbitan di antara mereka. Tidak ada manipulasi politik dan hukum dalam proses yang mereka tempuh untuk menjadi orang penting yang tercatat dalam sejarah Indonesia,” tuturnya.

Menurut Sohibul Anshor Siregar, nilai integritas dan merit system itulah yang saat ini hilang dari Indonesia.

“Setelah kita dipertontonkan dengan fenomena politik dinasti atau familisme yang merontokkan substansi demokrasi,” tegasnya.

Dikutip dari buku The Third Wave of Democracy yang ditulis oleh Samuel P Huntington, Sohibul Anshor Siregar menegaskan adanya lakon-lakon politik para elit di Indonesia.

Para elit ini memanfaatkan kelemahan demokrasi untuk dikapitalisasi bagi kepentingan diri sendiri, kelompok dan keluarga mereka.

Fenomena “back sliding” atau kemunduran demokrasi ini sepenuhnya didorong oleh oligarki yang ingin tetap menikmati hak-hak istimewa dalam ekonomi dan politik tanpa terusik oleh apa pun.

Sementara itu, Ketua Sahabat Indonesia Membangun, Mohd Ilham Fauzi Munthe menuturkan bahwa agenda diskusi akan berlangsung sebanyak sembilan episode.

Menurutnya, masyarakat, partai politik dan calon kepala daerah yang akan bertarung nantinya sangat perlu memahami bahwa hak-hak konstitusional rakyat yang tidak dapat diabaikan oleh siapa pun untuk memperoleh pemimpin yang berintegritas.

Editor : Fika

Tag : #Dinasti Politik    #Demokrasi    #Politik    #Fasisme Politik    #Pilkada Sumut    #PIlkada 2024    #Pilgubsu   

BACA JUGA

BERITA TERBARU