PARBOABOA, Simalungun – Persoalan sampah di Simalungun, Sumatra Utara (Sumut), hampir merata di seluruh desa.
Desa Senio, Kecamatan Gunung Malela, misalnya, saat ini tengah diliputi kekhawatiran mengenai keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Batu VIII yang terletak di perbatasan Desa Senio dan Desa Dolok Hataran.
Kepala Desa Senio, Abdul Halim Damanik, mengungkapkan, TPA ini belum memiliki izin resmi dan telah beroperasi tanpa konfirmasi dari pihak terkait, termasuk perangkat desa.
"Keberadaan TPA ini sangat meresahkan kami karena lokasinya berada sekitar 300 meter dari mata air yang digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari," ujar Abdul Halim Damanik kepada Parboaboa, Selasa (09/07/2024).
Mata air tersebut sangatlah penting, "sebab bukan hanya untuk Desa Senio saja, tetapi juga untuk wilayah sekitar hingga Desa Bangun," tambahnya.
Menurut Abdul, pihaknya belum melakukan konsultasi dengan Desa Sitalasari mengenai TPA ini.
"Kami berencana menemui pihak PTPN 3 terlebih dahulu untuk memastikan status kepemilikan tanah tersebut. Setahu kami, tanah itu milik PTPN 3, tetapi kami perlu klarifikasi lebih lanjut," katanya.
Namun, Abdul Halim Damanik menegaskan kembali bahwa perangkat Desa Senio tidak mengetahui adanya kontrak tersebut.
"Kami tidak mengetahui adanya kontrak ini, dan kami sangat keberatan dengan keberadaan TPA di lokasi tersebut karena dekat dengan mata air yang kami gunakan," tambahnya.
Abdul Halim Damanik berharap agar masalah ini segera mendapat solusi terbaik.
"Kami sangat resah dan berharap adanya koordinasi dengan pihak terkait untuk menemukan solusi terbaik demi menjaga kesehatan masyarakat," pungkasnya.
Abdul Halim Damanik pun berencana akan berkoordinasi dengan PTPN 3 untuk memastikan legalitas penggunaan lahan tersebut sebagai TPA dan menyampaikan keberatan resmi dari Desa Senio.
Ia menegaskan, pihaknya akan mengajukan surat keberatan karena keberadaan TPA ini dapat mencemari sumber mata air yang sangat vital bagi warganya.
Di sisi lain, Kepala Desa Sitalasari, Rudi Hartono, menyatakan, tanah yang dijadikan TPA tersebut telah dikontrak dari pemilik tanah setempat dengan sepengetahuan perangkat desa.
Namun, ketika dikonfirmasi ulang mengenai perangkat desa yang menjadi saksi dalam penandatanganan kontrak tersebut, Rudi tidak mengetahui hal tersebut.
"Lupa saya bang, karena saat kontrak tahun pertama saya belum menjadi Kepala Desa," ungkapnya kepada Parboaboa, Selasa (09/07/2024).
Rudi juga menjelaskan, kontraknya diperbarui setiap tahun, meskipun dalam kesepakatan disebutkan untuk lima tahun dengan pembayaran tahunan.
Hal ini dilakukan untuk mengikat pemilik tanah dan memastikan tempat pembuangan sampah tetap tersedia.
Ia mengakui, TPA tersebut belum memiliki izin resmi tertulis.
TPA ini, sambungnya, hanya mendapat izin lisan dari camat sebelumnya, Henry Butar-Butar.
Selain itu, ada izin dari PTPN 3 untuk menggunakan beberapa meter lahan mereka sebagai akses jalan menuju TPA.
"Syaratnya tidak ada sampah yang berserakan di sepanjang jalan," terangnya.
Meskipun demikian, ketiadaan izin tertulis ini menambah kekhawatiran warga Desa Senio.
Namun, Rudi Hartono menegaskan, langkah yang diambilnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memberikan pelayanan terbaik.
"Kami hanya berusaha memastikan sampah tidak mengganggu kenyamanan masyarakat. Jika kami mengikuti prosedur yang rumit, sampah akan menumpuk dan mengganggu masyarakat lebih parah lagi," katanya.
Staf Afdeling 1 Kebun Bangun PTPN III, Yogi, menjelaskan, TPA yang berada di perbatasan Nagori Senio dan Nagori Dolok Hataran tidak masuk ke dalam wilayah PTPN III.
"Kalau batasnya itu memang tidak masuk bang, kami buat bekoan (parit besar/parit isolasi) itu untuk isolasi mana tahu terjadi longsor dan juga kalau di sana itu sudah punya orang dan sudah diberi batas parit isolasi," jelas Yogi kepada Parboaboa, Selasa (09/07/2024).
Sementara terkait kekhawatiran warga dan kepala desa Senio, Yogi mengakui, TPA tersebut memang dekat mata air.
"Oh iya, itu memang ada bang umbul, bang. Itu memang ada mata air di situ dipakai semua orang di sini dan aktif."
Namun kata dia, akses ke mata air tersebut cukup sulit karena terletak di bawah.
"Itu dari umbul itu, dari lubang pembuangan sampah itu memang dekatnya sekitar 300 meter," tutupnya.
Editor: Norben Syukur