PARBOABOA - Muhammad Ishak (45), warga Desa Jagabaya, Kecamatan Parungpanjang, Kabupaten Bogor, sudah lelah bolak-balik ke puskesmas. Keluhan batuk dan sesak napasnya tak kunjung sembuh.
Rutinitas berobat sudah dia lakoni sejak enam bulan terakhir. Dokter mendiagnosis Ishak menderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
"Pengobatannya pun masih jalan sampai sekarang. Saya jadi sering banget minum obat," kata Ishak.
Penyakit yang dideritanya diduga dipicu polusi udara dan debu dari Jalan Sudamanik. Sepanjang obrolan kami, dari teras rumah Ishak tampak hilir mudik truk berkapasitas besar di ruas tersebut.
Jalur yang menjadi tulang punggung akses masyarakat di Kecamatan Parungpanjang ini berjarak tak sampai 10 meter dari tempat kami berbincang.
Deru suara mesin jelas terdengar tiap kali truk-truk tersebut lewat. Kendaraan-kendaraan bermuatan penuh itu lalu membubungkan asap knalpot dan debu tebal ke udara.
Tiap hari Warga Kecamatan Parungpanjang harus berjibaku dengan debu-debu itu. Ruas Jalan Sudamanik sendiri melintasi lima desa di Kecamatan Parungpanjang, yakni Gorowong, Jagabaya, Lumpang, Cibunar dan Parungpanjang.
Tapi Sudamanik juga digunakan warga enam desa lain sebagai akses jalan utama. Alhasil, warga yang melintas harus berebut ruang dengan truk-truk besar di jalan yang penuh debu dan kepulan asap.
Ishak bercerita, ia menempuh perjalanan ke tempatnya bekerja dengan mengendarai sepeda motor. Mau tak mau, dia harus menembus kepulan debu tebal sepanjang Jalan Sudamanik.
"Napas ini sepertinya engap dan sesak, terus batuk," Ishak menuturkan keluhannya.
Berlangsung Puluhan Tahun
Bagi warga Parungpanjang, debu tebal yang membubung tinggi di jalan raya sudah menjadi pemandangan biasa. Mereka hidup dengan kondisi tersebut sejak puluhan tahun lalu.
Semua bermula sekitar awal tahun 80-an ketika sebuah perusahaan tambang material bahan industri berdiri di sekitar Kecamatan Parungpanjang.
Sejak saat itu, muncul makin banyak perusahaan tambang di sana, baik yang berstatus legal maupun ilegal. Perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan Jalan Sudamanik sebagai jalur untuk mengangkut hasil tambang.
Seliweran truk dengan tonase besar–bahkan hingga berbobot puluhan ton dengan 10 roda, melampaui batas maksimal 8 ton yang diizinkan melintas–membuat Jalan Sudamanik rusak di sana-sini.
Alhasil, debu dari jalan yang berlubang berterbangan sepanjang ruas Sudamanik. Ketika tiba musim kemarau seperti saat ini, ketebalan debu makin menjadi.
Warga yang tinggal di pinggir jalan harus rajin-rajin menyapu lantai rumah setiap hari untuk menyibak lapisan debu tebal. Parboaboa merasakan sendiri beratnya bernapas dalam bekapan debu Jalan Sudamanik.
Hampir semua warga Kecamatan Parungpanjang yang kami temui mengeluhkan kondisi kesehatan mereka akibat debu yang disebabkan truk tambang.
ISPA memang menjadi masalah kesehatan yang paling sering dialami warga. Medi Susanto, warga Desa Parungpanjang, sudah akrab dengan keluhan pernapasan, mulai dari batuk, sesak.
Saking seringnya, dia sudah malas berobat ke dokter. "Ya sudah tahu, paling ISPA lagi," ia berujar. Debu di Jalan Sudamanik benar-benar bikin warga sengsara.
Dua bulan lalu, anak dari kerabat Medi yang berusia dua tahun mengalami sesak napas. Kondisinya memburuk sampai tahap pneumonia, penyakit peradangan paru yang menyebabkan penderitanya kesulitan bernapas.
Anak itu dirujuk ke Kabupaten Tangerang, lantaran tidak ada rumah sakit di Parungpanjang.
"Ternyata didiagnosis di dokternya ada tanda-tanda ISPA karena debu jalan raya, dan masih dirawat sampai saat ini," ujar Medi. Padahal, jarak Jalan Sudamanik ke rumah bayi itu cukup jauh, sekitar 100 meter.
Hubungan kepulan debu tebal di Jalan Sudamanik dan kesehatan warga tercermin dari data Puskesmas Kecamatan Parungpanjang. Pada 2019 angka penderita ISPA di tujuh desa saja bahkan menembus 5 ribu kasus dalam setahun.
Ketika pandemi COVID-19 menerjang Indonesia, terjadi penurunan kasus ISPA yang tercatat karena banyaknya warga melakukan karantina.
Berdasarkan data terkini, tiga desa yang dilintasi Jalan Sudamanik mencatat kasus ISPA terbanyak pada bulan Agustus 2023, dengan rincian Desa Parungpanjang (624 kasus), Desa Cibunar (344) Desa Lumpang (127).
Angka riil di lapangan bisa jadi lebih besar. Ada kemungkinan warga yang mengalami ISPA berobat ke fasilitas kesehatan lain.
Belum lagi, ada pula yang enggan memeriksakan dirinya meski sudah punya keluhan kesehatan. Yang jelas, ada kecenderungan peningkatan kasus ISPA di Kecamatan Parungpanjang.
Kasus ISPA Meningkat 3 Bulan Terakhir
Hal itu, menurut Kepala Puskesmas dr. Susi Juniar S, terjadi tiga bulan belakangan. Ia menjelaskan, ISPA pada prinsipnya bisa disebabkan oleh bakteri dan virus. Namun ISPA juga bisa dipicu polusi udara.
Camat Parungpanjang Icang Aliudin mengamini masalah ISPA yang sering dialami warganya. Ia sudah kenyang dengan keluhan soal debu Jalan Sudamanik yang masuk melalui aplikasi pesan instan atau media sosialnya.
Keluhan warga belakangan makin banyak seiring dengan datangnya musim kemarau. Dua pekan lalu, Icang sampai mengumpulkan 11 kepala desa di wilayahnya.
Dalam pertemuan tadi, mereka membahas cara mengatasi debu Jalan Raya Sudamanik agar tidak terlalu mengganggu warga. Icang ingin mencegah agar kasus ISPA tidak makin meningkat.
Rapat memutuskan agar dilakukan penyiraman jalan dua hari sekali di tiap desa oleh pemadam kebakaran. Icang mengakui langkah itu tidak sepenuhnya efektif di tengah udara panas Parungpanjang belakangan ini.
Tapi menurutnya, hanya itu yang pihak kecamatan bisa lakukan sesuai fungsi dan kewenangannya. "Minimal mengurangilah dampak buruk dari polusi debu tadi," harap Icang.
Pekan lalu, ketika Bupati Bogor Iwan Setiawan berkunjung ke Kecamatan Parungpanjang, Icang dan para kepala desa menumpahkan keluhan warga soal Jalan Sudamanik.
Menurut Icang, dia juga sering menyampaikan aspirasi warga soal debu Jalan Sudamanik di forum rapat pleno perangkat Kabupaten. Namun masalah kewenangan menjadi kendala utama.
Jalan Sudamanik merupakan jalur provinsi. Pemerintah provinsi Jawa Baratlah yang punya kuasa terhadap pengelolaan jalan tersebut.
Kepala Bidang Lalu lintas Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor Dadang Kosasih juga mendapat banyak keluhan ISPA akibat debu kendaraan tambang di Jalan Sudamanik.
Berdasarkan datanya, ada 2.500-an kendaraan bertonase besar yang melintas di Jalan Sudamanik setiap hari. Bila dirata-rata, 104 truk tonase besar melintas di Jalan Sudamanik tiap jamnya atau 1,7 truk per menit. Nyaris tanpa berhenti.
Pemerintah Kabupaten Bogor sebenarnya sudah berusaha meminimalkan dampak lalu lintas truk tambang terhadap masyarakat. Hal itu tertuang dalam Peraturan Bupati nomor 120 tahun 2021 Pembatasan Waktu Operasional Kendaraan Angkutan Barang Khusus Tambang Pada Ruas Jalan di Wilayah Kabupaten Bogor.
Di sana diatur mengenai jam operasional truk tambang yang hanya boleh melintas pukul 20.00 hingga 04.00 WIB. Nyatanya, truk melintas 24 jam di Jalan Sudamanik.
Dadang menampik anggapan Perbup tersebut ibarat macan ompong. Menurut dia, penegakan hukum merupakan wewenang kepolisian.
"Kita (Dishub) dalam Perbup 120 ini hanya mengamankan aja, setidaknya jikalau penindakan kita lakukan putar balik," ujarnya.
Ketua Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) Junedi Adhi Putra mendesak pemerintah di semua tingkatan untuk bertanggung jawab atas masalah yang timbul akibat mobilitas truk tambang.
"Berikan jaminan perlindungan kepada masyarakat yang terdampak," katanya.
Pemprov Jawa Barat sebenarnya sudah menjanjikan rencana pembangunan tol di sekitar Parungpanjang sejak 2021. Dengan begitu, truk tambang diharapkan tidak lagi menggunakan Jalan Sudamanik.
Hanya saja, realisasi tol belum terwujud. Usut punya usut, masalah pembebasan lahan jadi kendala utama. Suara desakan terus menggema dari warga Parungpanjang.
"Bagi kami jalur tambang itu adalah harga mati!" tegas Muhammad Ishak, dia tak mau seumur hidup bolak-balik ke dokter karena ISPA.
Reporter: Hari Setiawan
Editor: Jenar