PARBOABOA, Jakarta - Ekonomi global saat ini telah mengalami ketidakpastian akibat pengaruh kebijakan suku bunga The Fed, kenaikan harga minyak dunia, serta dampak dari perang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina.
Kemudian, kondisi tersebut diperparah dengan kenaikan harga minyak mentah berjangka Brent menjadi 92,06 dolar AS per barel atau naik sekitar 1,42 dolar AS.
Sementara itu, The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pada kisaran 5,25%-5,50%, terutama karena dampak perang Rusia-Ukraina yang terus membatasi pasokan komoditas.
Peneliti Ekonomi Makro dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abdul Manap Pulungan menyampaikan bahwa gejolak ekonomi global telah memberikan dampak yang beragam di berbagai negara.
"Misalnya di Amerika, situasinya sangat berbeda dengan Inggris dan Eropa. Amerika masalah utamanya ialah inflasi, sedangkan tingkat pengangguran relatif rendah sehingga tekanan dari harga minyak global dianggap lebih kecil," ujar Abdul dalam keterangan resmi, Jumat (15/9).
Akan tetapi, bagi negara yang situasinya berbeda seperti Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, tentu dampaknya akan lebih terasa karena negara-negara tersebut memiliki masalah tingkat inflasi yang tinggi dan juga pengangguran yang tinggi.
Bagaimana Nasib Indonesia?
Abdul meyakini bahwa Indonesia memiliki kapabilitas untuk mengatasi gejolak tersebut, mengingat Indonesia telah berhasil melewati situasi tekanan ekonomi yang lebih sulit di masa lalu.
Namun, perlu dicatat bahwa Indonesia harus melakukan penyesuaian yang mendalam dan menerapkan langkah-langkah strategis untuk mencegah dampak buruk dari turbulensi ekonomi dunia pada tingkat domestik.
Menurutnya, Indonesia cenderung siap menghadapi gejolak ekonomi global saat ini karena sudah pernah melewati situasi yang lebih buruk dari itu.
Abdul menekankan bahwa harud ada kebijakan strategis untuk menekan negara-negara produsen minyak, agar kedepan pembatasan produksi minyak dunia dapat dikontrol sebagaimana mestinya.
Terutama di dalam negeri, kenaikan harga minyak dunia dapat memberikan insentif kepada pemerintah Indonesia untuk mengkaji kenaikan harga BBM. Langkah ini dapat diambil untuk menjaga stabilitas fiskal agar tetap berada di bawah tingkat defisit 3%.