PARBOABOA, Pematang Siantar - Alih fungsi lahan pertanian untuk kebutuhan perumahan terus terjadi di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara.
Salah seorang petani di Jalan Bahkora II, Kelurahan Marihat Jaya, Kecamatan Siantar Marimbun, Manuntun Simaremare (63) mengatakan, mayoritas alih fungsi lahan pertanian dilakukan untuk tanah kavling dan perumahan.
Padahal, lahan sawah bisa menghasilkan beras untuk pemenuhan pangan masyarakat.
"Jangan malah dijadikan perumahan. Bagaimana memenuhi pasokan beras untuk generasi ke depan kalau petani sudah tidak ada lagi," katanya kepada PARBOABOA, Sabtu (30/9/2023).
Imbas alih fungsi itu, Manuntun mengakui produksi gabah yang bisa ia hasilkan menurun karena lahan semakin sempit.
"Selain mengganggu produktivitas, kualitas gabah juga berkurang setiap kali panen," ungkapnya.
Meski mendapat keuntungan yang semakin sedikit, Manuntun mengaku enggan melepas lahan pertanian miliknya.
Rata-rata petani di Jalan Bahkora hanya memiliki lahan seluas 2 ribu meter persegi.
"Biasanya kita punya 10.000 meter persegi. Penurunannya sangat drastis sekali," kata Manuntun.
Ia hanya berharap ada edukasi dari Dinas Pertanian Pematang Siantar kepada petani agar tidak mengalihfungsikan lahan pertaniannya.
Manuntun juga berharap ada bantuan dari Pemko untuk menggairahkan petani mau menanam, seperti subsidi pupuk atau benih.
"Sosialisasi dan penyuluhan tidak ada sama sekali yang diberikan dari dinas terkait," katanya.
Tidak hanya itu, Manuntun juga meminta pemerintah memberi solusi mengatasi masifnya alih fungsi lahan pertanian di Kota Pematang Siantar.
"Kalau bisa pemerintah memberikan fasilitas perumahan dengan menggunakan aset mereka. Salah satunya penggunaan lahan perkebunan PTPN yang tidak digarap lagi," imbuhnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Pematang Siantar menyebut, luas lahan pertanian dan sawah di kota itu pada 2022 seluas 2.155 hektare, menurun dibandingkan 2021 seluas 2.483 hektare dan pada 2020 seluas 2.391 hektare.
Petani di Jalan Bahkora II lainnya, Silalahi (47), juga menyayangkan mengeluhkan banyak petani di sekitar lingkungannya yang melepaskan lahan pertanian mereka untuk dijadikan perumahan.
"Sebab lokasinya strategis di pinggir jalan, tengoklah sepanjang jalan sudah jadi rumah semua," ujarnya kepada PARBOABOA.
Menurutnya, banyaknya petani yang menjual lahan miliknya akan mempengaruhi kebutuhan pangan, khususnya beras di Pematang Siantar, khususnya beras. Ia khawatir kebutuhan beras warga sekitar tidak bisa terpenuhi karena minimnya lahan pertanian.
"Tidak akan mencukupi. Parahnya kita akan bergantung pada dari daerah luar kita, contohnya dari Asahan dan Simalungun, untuk memenuhinya," jelas Silalahi.
Ia pun berharap agar Pemko Pematang Siantar perlu memberikan perhatian, agar predikat kota itu sebagai salah satu lumbung pangan Sumatra Utara bisa terus dipertahankan.
"Kami kecewa kurangnya perhatian Pemko terhadap masalah pertanian di sini, terkesan tutup mata dan pembiaran dengan semakin banyak pembangunan perumahan di sini," kesal Silalahi.
Meneruskan keluhan petani, PARBOABOA mencoba menghubungi Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pematang Siantar, Legianto Pardamean Manurung.
Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada jawaban dari yang bersangkutan.