Wabah Obesitas Anak: Tantangan Kesehatan Global dan Indonesia

Ilustrasi anak alami obesitas. (Foto: PARBOABOA/Rian)

PARBOABOA, Jakarta - Obesitas pada anak dan remaja tengah menjadi wabah global yang mengancam kesehatan anak-anak di dunia termasuk di Indonesia.

Hal paling ditakuti dari kelebihan berat badan pada populasi anak-anak ini, adalah timbulnya penyakit degeneratif seperti hipertensi dan diabetes.

Di Indonesia, survei yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan, penanganan obesitas pada anak dan remaja cenderung stagnan.

Pada 2023, misalnya, masih terdapat sekitar 19,7 persen anak usia 5-12 tahun kena obesitas dan sekitar 16 persen menyerang anak-anak usia 13-15 tahun.

Angka ini hampir sama dengan hasil survei Riset Kesehatan Dasar (RKD) 2018, yang mencatat prevalensi obesitas pada kelompok usia tersebut masing-masing 19,8 persen dan 16,2 persen.

Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi BRIN, Donny K. Mulyantoro mengatakan masalah kegemukan dan obesitas telah mencapai tingkat epidemi global.

Awalnya, kata dia, obesitas dianggap sebagai masalah di negara-negara berpenghasilan tinggi, namun sekarang banyak juga terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. 

Ia menegaskan, obesitas merupakan faktor risiko utama bagi banyak penyakit tidak menular, termasuk penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker, gangguan neurologis, penyakit pernapasan kronis, dan gangguan pencernaan.

Peningkatan obesitas cukup drastis terjadi sejak tahun 1990. 

Lalau di tahun 2022, lebih dari 390 juta anak dan remaja berusia 5-19 tahun di seluruh dunia mengalami kelebihan berat badan, dengan 160 juta diantaranya menderita obesitas. 

Adapun saat ini, Indonesia menempati peringkat keempat di dunia dengan jumlah penderita obesitas anak tertinggi, setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat. 

Diperkirakan, pada 2025, sekitar 206 juta anak dan remaja di seluruh dunia akan hidup dengan obesitas, dan jumlah ini diproyeksikan meningkat menjadi 254 juta pada tahun 2030.

"Hal ini sangat mengkhawatirkan bagi kita terkait dengan masa depan anak-anak kita dan generasi emas di tahun 2024," jelas Donny.

Dalam satu dekade terakhir, meskipun ada peningkatan prevalensi overweight pada anak usia 5-12 tahun, terjadi penurunan angka obesitas. 

Prevalensi overweight ini paling tinggi di Jawa, Bali, Kalimantan, dan Papua, sementara Nusa Tenggara Timur mencatat kategori rendah.

Donny juga menekankan bahwa obesitas pada anak dan remaja dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan seperti asma, gangguan kognitif, serta dampak sosial dan ekonomi bagi keluarga dan masyarakat. 

Dalam jangka panjang, hal ini dapat meningkatkan risiko penyakit serius seperti diabetes, penyakit jantung, beberapa jenis kanker, masalah pernapasan, gangguan kesehatan mental, dan gangguan reproduksi di masa dewasa.

Sementara itu, obesitas yang dialami remaja putri bisa berdampak pada kehamilan di masa depan, di mana bayi yang lahir memiliki kemungkinan berat badan lebih besar, yang dapat memicu berbagai komplikasi.

Obesitas dan Hipertensi

Obesitas adalah kondisi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi dan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. 

Ketika seseorang mengonsumsi makanan dan minuman tinggi kalori secara terus-menerus tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup, maka terjadi penumpukan lemak di tubuh. 

Dalam konteks kesehatan global, WHO menggarisbawahi, obesitas telah menjadi perhatian serius karena kaitannya dengan berbagai penyakit kronis. 

Kondisi ini sering dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah atau hipertensi, yang merupakan faktor risiko metabolik utama untuk penyakit tidak menular.

Hipertensi sendiri menyebabkan sekitar 19% kematian global, diikuti dengan kelebihan berat badan atau obesitas serta peningkatan kadar glukosa darah.

Peneliti lain dari BRIN, Sudikno mengatakan, hipertensi pada remaja di Indonesia meningkat dalam dua dekade terakhir. Bahkan, hampir 7% remaja yang mengalami pra hipertensi setiap tahunnya berisiko berkembang menjadi hipertensi. 

Fenomena ini dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko seperti obesitas, kurangnya konsumsi buah dan sayuran, minimnya aktivitas fisik, kurang tidur, asupan natrium dan lemak jenuh yang tinggi, merokok, serta kurangnya pendidikan mengenai kesehatan.

Anak-anak dan remaja yang sudah mengalami obesitas memiliki risiko lebih tinggi terkena hipertensi. Oleh karena itu, berbagai langkah pencegahan dan deteksi dini perlu dilakukan. 

Misalnya, anak-anak dianjurkan untuk mengukur tekanan darah mereka setiap tahun mulai dari usia tiga tahun. Jika ditemukan hipertensi, mereka harus diskrining untuk kemungkinan kondisi lain seperti hiperlipidemia dan penyakit ginjal.

"Semua anak-anak dan remaja dengan hipertensi harus diskrining untuk hiperlipidemia dan penyakit ginjal," jelasnya.

Sementara itu, bagi anak-anak di bawah usia enam tahun dengan hipertensi atau yang menunjukkan hasil urinalisis abnormal, diperlukan pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk memastikan kondisi kesehatan yang mendasarinya.

Rekomendasi klinis lainnya meliputi perubahan gaya hidup terapeutik. Ini termasuk penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik, mengonsumsi makanan sehat rendah garam, menghindari rokok dan alkohol, serta mengelola stres.

Dalam kasus hipertensi yang lebih serius atau yang tidak dapat dimodifikasi dengan gaya hidup sehat, kata dia obat antihipertensi mungkin diperlukan. 

Ini berlaku untuk anak-anak dengan hipertensi stadium 2 tanpa faktor modifikasi seperti obesitas, mereka yang memiliki bukti hipertrofi ventrikel kiri, atau mereka yang memiliki penyakit ginjal kronis atau diabetes.

Gaya Hidup Sehat

Sudikno menyarankan, untuk menekan obesitas pada anak dan remaja, gaya hidup sehat perlu dipromosikan secara konsisten.

Salah satu caranya, yaitu mengendalikan penggunaan perangkat elektronik pada anak, sembari mempromosikan aktivitas fisik seperti program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan pola makan seimbang. 

Selain itu, penting untuk membatasi konsumsi makanan tinggi garam dan mempertimbangkan program khusus seperti pemberian Program Makan Bergizi Gratis di sekolah-sekolah untuk mendukung kesehatan anak-anak dan remaja.

Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Universitas Indonesia, Inge Permadhi dalam sebuah keterangan pada Senin, (9/9/2024) menekankan pentingnya peran sekolah dalam memberikan edukasi mengenai pola makan sehat kepada anak-anak sebagai upaya mencegah obesitas.

Menurutnya, guru-guru di sekolah perlu mengajarkan murid-murid tentang pentingnya hidup sehat dan mengkonsumsi makanan bergizi seimbang. 

Hal ini tidak hanya membantu anak-anak memahami konsep gizi, tetapi juga memungkinkan mereka menjadi jembatan untuk menyampaikan pengetahuan ini kepada orang tua mereka.

Apalagi, anak sekarang pintar-pintar, sehingga "mereka yang nanti dapat jadi jembatan edukasi kepada orang tuanya," katanya. 

Selain peran sekolah, orang tua juga memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan pola hidup sehat di rumah. Orang tua perlu lebih memperhatikan kandungan gizi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi anak-anak. 

Anak yang kelebihan berat badan, kata dia, biasanya disebabkan oleh penumpukan lemak, bukan otot. Oleh karena itu, orang tua harus memahami bahwa kondisi ini membutuhkan pendekatan khusus dalam pengaturan pola makan.

Untuk mengatasi masalah kelebihan berat badan, orang tua disarankan untuk mengurangi asupan makanan yang tinggi karbohidrat sederhana dan lemak berlebih.

Sebagai gantinya, makanan yang kaya akan karbohidrat kompleks, seperti buah-buahan dan sayuran, bisa ditingkatkan dalam menu harian. 

Makanan tinggi lemak, seperti makanan yang digoreng, sebaiknya juga dihindari. 

Selain itu, penting untuk membatasi konsumsi makanan dan minuman manis karena kandungan kalori yang tinggi dapat berkontribusi pada obesitas.

"Tidak boleh lupa untuk mengurangi segala sesuatu yang ditambahkan dalam makanan atau minuman sehingga membuatnya jadi manis," ujarnya.

Dr. Inge menekankan pentingnya mengikuti pedoman pola makan sehat yang disarankan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam satu porsi makanan, keseimbangan antara makanan pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah-buahan harus diperhatikan. 

Ini memastikan asupan yang seimbang antara karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air, yang sangat penting untuk mendukung kebutuhan gizi tubuh secara keseluruhan.

Dengan adanya kolaborasi yang baik antara sekolah dan orang tua dalam mengajarkan pola makan sehat serta mendorong aktivitas fisik yang memadai, risiko obesitas pada anak dapat diminimalkan. 

Langkah-langkah ini sangat penting untuk menciptakan generasi yang lebih sehat di masa depan, sehingga anak-anak tumbuh dengan pola hidup yang baik dan terhindar dari berbagai masalah kesehatan.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS