PARBOABOA, Jakarta - Istilah 'Asian Value' tengah ramai diperbincangkan warganet Indonesia.
Istilah ini sebenarnya telah dikenal lama dalam literatur politik tetapi baru hangat disebut-sebut usai beredar video cuplikan yang tayang di Podcast Total Politik.
Dalam video, dua host yang cukup familiar, Budi Adiputro dan Arie Putra berdebat sengit dengan Komedian Pandji Pragiwaksono yang menjadi bintang tamunya.
Bermula Ketika Pandji bertanya tentang pendapat kedua host mengenai dinasti politik. Pandji sendiri menolak keras dinasti politik karena sangat berbahaya.
Ia mencontohkan dinasti politik di daerah-daerah di Indonesia.
Menurutnya, dinasti politik, melalui pemberian kekuasaan kepada keluarga, entah anak atau siapapun tak lain tak tak bukan bertujuan untuk mengamankan kepentingan.
Salah satunya kata dia untuk melindungi jika ada salah satu pihak yang diseret kasus hukum, maka kekuasaan yang dikendalikan bisa menjadi tameng.
Namun Arie dan Budi tidak sependapat dengan Pandji. Keduanya menyatakan, dinasti politik sah-sah saja karena merupakan bagian Hak Asasi Manusia (HAM) warga negara.
Lebih jauh Arie menyebut dinasti politik sebagai Asian Value. Lantas apa itu Asian Value?
Michael Barr, seorang profesor hubungan internasional dari Flinders University, dalam sebuah tulisannya pada tahun 2020 menerangkan, istilah Asian Value dikenal dalam dunia politik sekitar tahun 1990-an.
Kala itu, dunia barat sebut Barr sedang menikmati kepercayaan diri serta dominasinya yang tinggi atas ekonomi dan politik.
Bahkan Kepercayaan diri yang tinggi inilah yang mendorong AS dan Eropa dengan penuh antusias menyebarkan HAM dan sistem demokrasi ke seluruh dunia.
Tetapi menurut Barr sikap asertif Barat terhadap HAM dan demokrasi hanya pura-pura. Kata dia, hal tersebut hanya sebagai strategi supaya Asia tetap tunduk baik secara ekonomi maupun politik.
Di tengah keangkuhan Barat, negara-negara Asia juga merayakan keberhasilan di bidang ekonomi dan sosial. Namun bedanya negara-negara Asia tidak individual seperti negara Barat.
Barr mengatakan kondisi inilah yang memunculkan nilai-nilai Asian Value, yaitu sesuatu yang mengacu pada nilai-nilai khas Asia yaitu kekeluargaan, kolektif, kerjasama dan disiplin.
Seiring berjalannya waktu, pada awal tahun 1997, di Singapura Asian value mengemuka saat terjadi perdebatan tujuan dari pendidikan sipil dan pendidikan moral di parlemen.
Chua Sian Chin, Menteri Pendidikan Singapura saat itu mengatakan sekolah tetap akan mengajarkan ilmu dan teknologi Barat, tetapi dengan tegas melarang murid untuk mengadopsi nilai dan budayanya.
Mengapa? karena menurut Chua Sian Chin nilai dan budaya Barat asing dan jahat.
Perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad juga mengungkapkan hal yang sama saat berkunjung ke Tiongkok pada tahun 1993.
Bahkan dia secara lantang menyebut HAM sebagai alat yang digunakan pemerintahan Barat untuk menumbangkan negara-negara Asia.
Meski begitu, negara Asia tak sepenuhnya menyakini konsep Asian values. Taiwan Lee Teng Hui, Presiden pertama Taiwan misalnya.
Kata dia, Asian value yang diterapkan di Singapura oleh eks perdana menteri Lee Kuan Yew berasal dari sistem dinasti Tiongkok.
karena itu, ia yang juga dikenal sebagai Bapak Demokrasi Taiwan lebih percaya dan prinsip demokrasi dan kebebasan ketimbang sistem politik yang melibatkan seluruh keluarga.
Editor: Gregorius Agung