Aroma Janggal Pembebasan Lahan PIK 2

Alat Berat dan Truk Muatan untuk Pengurukan Lahan PIK 2 di Desa Kohod. (PARBOABOA/Patrick)

PARBOABOA - Baliho besar berlatar putih membentang tepat di jalan masuk Kampung Alar Jiban, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, pertengahan September lalu. Pesan di dalamnya tegas: Warga Alar Jiban menolak relokasi. 

Sebagian lahan di Desa Kohod masuk area perluasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK 2), proyek garapan dua raksasa properti Agung Sedayu Group dan Salim Group. Warga mendapat sosialisasi mengenai rencana tersebut menjelang bulan puasa tahun lalu. Kepala Desa Alar Jiban langsung yang menyampaikan kabar itu. 

Seorang warga, yang meminta namanya tidak disebutkan, bercerita ihwal penolakan tadi. Keberatan berpangkal pada skema relokasi yang disodorkan. Penentuan skema itu, masalahnya lagi, ditetapkan tanpa negosiasi. 

"Harusnya kan dibicarakan dulu, warga maunya gimana," kata Sutoyo, sebut saja begitu.  

Warga, menurutnya, lebih memilih ganti rugi tanah berikut bangunan. Yang jadi masalah juga, ganti rugi bangunan dipatok secara sepihak. 

Warga baru mengetahui angkanya setelah pihak desa meminta warga menyerahkan sertifikat dan bukti alas hak kepemilikan tanah. Besarannya bervariasi antara Rp1,5-2,5 juta, tergantung jenis bangunan. 

Kebanyakan warga yang Parboaboa temui di Desa Kohod mendapat ganti rugi Rp1,7 juta per meter persegi. Semua narasumber kompak menyebut nilai itu terlalu kecil. 

Mereka khawatir uang ganti rugi yang didapat tidak cukup untuk membangun rumah baru dengan kualitas yang sama dengan sebelumnya. Terlebih, warga tidak mendapat kepastian lokasi dan status kepemilikan tanah relokasi.

"Kita enggak mau kalau sekadar ditunjuk: nih nanti pindahnya di sana-di sana, sementara legalitas suratnya gimana? Kita sekarang kan sertifikat hak milik," imbuh Sutoyo.

Ia menyinggung kasus yang terjadi di kampung lain, masih di desa yang sama. Warga yang setuju skema yang ditawarkan masih belum mendapat kejelasan tempat relokasi. 

Sutoyo menegaskan, prinsipnya warga tidak menolak pembangunan PIK 2. Ia hanya meminta semua proses berlangsung transparan dan adil bagi pemilik tanah. Yang bikin masalah makin runyam, sejumlah staf desa mendesak agar pemilik tanah menerima skema relokasi. 

"Tetap aja, ini mah abis digusur,' bahasanya begitu. Ya benar habis, cuma kan caranya jangan gitu," ujar Sutoyo, menirukan omongan perangkat desa yang didengarnya. 

Warga yang belum bersedia melepas lahan juga diintimidasi dalam bentuk lain. Misalnya, mereka diancam akan mengambil ganti rugi di pengadilan sementara tanahnya tetap diurug. 

Tembok Pembatas PIK 2 dengan Pemukiman  dan Alat-alat berat di dalamnya untuk pengurukan di desa Teluk Naga, Tanjung Burung. (Foto: PARBOABOA/Patrick)

Sebagian warga akhirnya goyah. Surti, sebut saja demikian, terpaksa menyetujui kediamannya direlokasi. Ia takut, bila menolak, nilai ganti ruginya malah akan diperkecil. 

Bangunan rumahnya seluas 80-an meter persegi dihargai Rp 1,7 juta per meter persegi. Warga Alar Jiban itu nanti diminta membangun sendiri rumah di lokasi relokasi yang sampai saat ini belum jelas juntrungan-nya. 

Surti baru menerima 80 persen dari total ganti rugi bangunan pada 9 September lalu. Ia dijanjikan pembayaran sisanya dicairkan saat rumah dibongkar pengembang.

Meski belum lunas, sertifikat rumah Surti sudah diambil pihak desa dan diserahkan ke notaris. Warga yang telah sepakat direlokasi merasa posisi tawarnya secara hukum lemah. Pasalnya, mereka tak memegang surat perjanjian berisi klausul kesepakatan apapun. 

Surti, misalnya, hanya mendapat selembar bukti tanda terima berkas dari Kantor Notaris Ahmad Fikrie Al Chaibary yang beralamat di Jalan Raya Dadap, Kosambi, Tangerang. Parboaboa melihat langsung dokumen tersebut. 

"Entar ditukar lagi (dengan uang ganti rugi). Kapannya mah enggak tau dah. Katanya, nunggu 2 bulan atau 3 bulan," ucap Surti.

Nasib serupa juga dialami Siti, warga Kampung Alar Indah, Desa Kohod. Uang ganti rugi bangunan seharga Rp1,7 juta per meter persegi baru ia terima 80 persen.

Siti tidak tahu kapan sisa uangnya itu bakal dibayarkan. Meski belum lunas, ia sudah diminta oleh Sekretaris Desa Kohod untuk pindah. 

"Dibagi Rp10 juta kita buat ngontrak sampe rumah relokasi jadi. Duit ditransfer," ungkapnya. 

Siti sempat menanyakan kesiapan tempat relokasi ke aparat desa. Namun, sampai saat ini ia belum mendapat jawaban pasti. 

Selama ini, warga memang tidak pernah berkomunikasi langsung dengan pihak pengembang. Semua urusan administrasi, pertanyaan dan keluhan selalu diperantarai pihak desa. 

Siti mengatakan, beberapa kenalannya sudah lebih dulu terpaksa mengosongkan rumah dan pindah ke kontrakan. Padahal mereka belum mendapat ganti rugi bangunan secara penuh berikut lahan penggantinya. 

Siti masih bergeming tidak memilih angkat kaki dari rumah yang ditempatinya sejak lahir itu. Kini, ia malah diancam dilaporkan ke polisi bila tidak segera pindah. Siti juga ditakut-takuti, sisa pembayaran yang belum diterimanya tidak akan diurus.

Parboaboa mengajukan permintaan konfirmasi kepada Kantor Notaris Ahmad Fikrie Al Chaibary. Tapi, mereka tidak berkenan diwawancara. Alasannya, kantor notaris tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi wawancara. 

"Segala bentuk perjanjian yang ada hanya diperuntukkan untuk kepentingan para pihak saja,” bunyi surat balasan yang ditandatangani Ahmad Fikrie Al Chaibary.

Sementara itu, Kepala Desa Kohod, Arsin, membantah ada intimidasi dari aparat di bawahnya. Menurutnya, kabar itu hoaks yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. 

"Entah punya kepentingan apa enggak tau, itu mah urusan dia, saya enggak mau ambil pusing," kilahnya.

Kepala Desa Kohod, Arsin. (Foto: PARBOABOA/Achmad RIzki Muazam)

Dalam wawancara, berkali-kali ia menyebut status PIK 2 sebagai proyek strategis nasional (PSN). Istilah PSN merujuk status yang ditetapkan pemerintah terhadap proyek infrastruktur yang dianggap strategis. 

PIK 2 mendapat status PSN lewat Peraturan Menko Perekonomian nomor 6 tahun 2024. Beleid yang diteken 15 Mei 2024 itu mengatur mengenai perubahan daftar proyek strategis nasional. Dengan predikat PSN, sebuah proyek akan mendapat sejumlah jaminan kemudahan dari pemerintah dari sisi perizinan dan nonperizinan. 

Proyek PIK 2 diklaim akan menyerap 6.235 tenaga kerja secara langsung dan 13.550 tenaga kerja sebagai efek pengganda. Total nilai investasinya mencapai Rp65 Triliun.  

Menurut Arsin, dengan status PSN, warga tidak boleh menolak tanpa alasan jelas. Ia balik menuding ada pihak luar yang memprovokasi warga. Arsin lantas menjelaskan bahwa skema relokasi dan besaran ganti rugi ditentukan oleh pengembang. 

"Pengembang memberikan pemberitahuan ke desa. Desa mensosialisasikan ke warga, ya tentunya pengembang juga setelah dari pemerintah daerah dong," tegasnya. 

Pola pembebasan lahan yang berlaku di Desa Kohod juga terjadi di kawasan pengembangan PIK 2 lain. Di Desa Pagedangan Ilir, Kecamatan Kronjo, 30 kilometer ke Barat arah Kabupaten Serang dari Kecamatan Pakuhaji, hal serupa juga berlaku. 

Bedanya, karakteristik tanah terdampak di sana bukan permukiman warga, melainkan lahan produktif berupa sawah atau tambak. Itu sebabnya, skema yang ditawarkan pun bukan relokasi melainkan ganti rugi.  

Eman, sebut saja begitu, warga Desa Pagedangan Ilir bercerita, sertifikat lahannya seluas 1 hektare telah diambil oleh aparat desa. Padahal ia belum mendapat ganti rugi. 

Ia terpaksa melepas tanahnya, yang sebagian berupa sawah dan sebagian lagi tambak, setelah mendapat desakan dari aparat desa. Ia mengatakan, banyak warga yang takut. 

"Mereka ngomongnya itu,'Lahan dijual, enggak dijual, bakal mau diurug'," ucapnya.

Eman menjual tanahnya Rp50 ribu per meter persegi. Harga itu menurutnya terlalu murah dibanding harga pasaran yang di atas Rp100 ribu.

Keterlibatan aparat desa dalam pembebasan lahan PIK 2 menyisakan kejanggalan. Pasalnya, permukiman warga yang dibebaskan diduga kuat berada di luar areal PSN yang ditetapkan pemerintah. Parboaboa mengonfirmasinya kepada Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko Perekonomian). 

"Proyek pembangunan PSN ini tidak akan menggusur tanah milik warga," tegas Suroto, Asisten Deputi Percepatan dan Pemanfaatan Pembangunan Kemenko Perekonomian.  

Menurutnya, kawasan PSN dibangun di atas sejumlah kategori lahan. Ada tiga jenis kepemilikan sumber tanah PSN PIK 2, yakni lahan milik PIK 2, lahan Perhutani yang telah memiliki perjanjian kerja sama, serta kawasan hutan yang dapat dikonversi apabila memiliki status PSN.

Peta sebaran areal PSN PIK 2 . (Foto: Dok. Kementerian Koordinator Perekonomian)

Di Kawasan PSN PIK 2 yang membentang seluas 1.602 hektare akan dibangun Green Area dan Eco-City. Lokasinya tersebar di lima wilayah, yakni Area A di Desa Tanjung pasir (54 ha); Area B di Desa Kohod (347 ha); Area C di Desa Muara dan Desa Tanjung Pasir (278 ha); Area D di Desa Muara (228 ha); Area E di Desa Mauk dan Desa Kronjo (695 ha).

PIK 2 diajukan sebagai PSN oleh Menteri pariwisata dan Gubernur Banten. Dalam surat rekomendasi kedua pejabat itu ke Kemenko Perekonomian, menurut Suroto, dinyatakan bahwa pembiayaan proyek sepenuhnya dibiayai swasta. 

Suroto menegaskan kawasan PIK 2 yang berstatus PSN tidak membutuhkan dukungan pemerintah. Seluruh proses pengadaan tanah hingga konstruksi, kata dia, sepenuhnya dilakukan badan usaha. 

Ranah pemerintah dalam pembebasan lahan, lanjut dia, diatur dalam PP nomor 39 tahun 2023 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Lingkupnya terikat kriteria tertentu seperti pembangunan tol, bendungan, irigasi, dan lain-lain.   

Artinya, pembebasan lahan milik warga untuk PIK 2 seharusnya menggunakan skema transaksi antara pihak swasta dan pemilik alas hak. Hal itu diperkuat oleh pendapat Roni Septian Maulana, Kepala Departemen Advokasi Kebijakan dan Pengambangan Jaringan Konsorsium Pembaruan Agraria. 

"Misalkan di luar (PSN-red) ya, itu skema business to business jadinya," kata dia. 

Mekanismenya, kata dia, berada di luar lingkup pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang diatur dalam UU nomor 2 tahun 2012. Hak atas tanah akan melekat sepenuhnya pada masyarakat. 

"Masyarakat yang enggak mau jual tanahnya ini enggak bisa dipaksa, normatifnya, karena dia punya hak di atas tanah," ujarnya. Ia menduga ada broker yang bermain di balik pembebasan lahan. Pola-pola pembebasan lahan semacam itu menurutnya kental nuansa keterlibatan mafia tanah. 

Parboaboa telah berusaha mengonfirmasinya ke PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk. sebagai pengembang PIK 2. Namun, Corporate Secretary PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk., Christy Grassela, belum menanggapi surat permohonan wawancara yang dikirim ke kantornya dan pesan yang dikirim ke nomor ponselnya. Hingga artikel ini ditayangkan, Konsultan Hukum PT PIK 2, Haris Azhar, juga tidak merespons pesan dari Parboaboa

Reporter: Achmad Rizki Muazam dan Patrick Damanik 

Editor: Jennar

Editor: Jenar
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS