PARBOABOA, Jakarta - Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin kembali menjadi perbincangan setelah bertemu mantan petinggi FPI Rizieq Shihab di Petamburan, Jakarta, pada Rabu (27/9/2023) malam.
Dalam sejumlah foto yang beredar, pasangan capres dan cawapres yang diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) ini terlihat mendampingi Rizieq Shihab. Keduanya mengenakan peci hitam yang dipadu baju koko berwarna putih.
Pertemuan tersebut sontak memantik sejumlah kritikan di media sosial, salah satunya dari Ketua Umum Ganjarian Spartan, Mohamad Guntur Romli.
Romli menilai, pertemuan dengan Rizieq Shihab hendak menegaskan posisi Anies Baswedan yang ingin memainkan politik identitas dan isu SARA seperti pada Pikada DKI.
Menurut Romli, Anies hendak mencoba peruntungan di Pilpres 2024 dengan kembali merapat ke Rizieq Shihab setelah berhasil di Pilkada DKI.
"Ini 'alarm' akan ada permainan politik identitas dan isu SARA seperti di Pilkada DKI," tulis Romli dalam cuitannya di akun X @GunRomli, dilihat PARBOABOA, Jumat (29/9/2023).
Selain itu, kata Romly, mantan Gubernur DKI Jakarta itu hendak menarik barisan 212 yang saat ini masih berada di kubu Prabowo Subianto, dengan menunjukkan bahwa dirinya adalah loyalis Rizieq Shihab.
Pertemuan dengan Rizieq juga, kata dia, sekaligus memberi pesan bahwa Anies dan Cak Imin merupakan antitesa Jokowi.
"Karena Jokowi yang membubarkan FPI yang didirikan Rizieq, tapi Anies justru mesra dengan Rizieq," tulis Romli.
Romli juga membaca ada target politik di balik pertemuan ini, yakni melemahkan kubu Prabowo Subianto karena berpotensi ditinggal barisan 212.
"Kubu Prabowo pada akhirnya akan terpancing melakukan cara yang sama dengan menggandeng tokoh-tokoh 212 yang masih ada di barisan Prabowo untuk menghentikan 212 dari kubu Prabowo," imbuhnya.
Sementara itu, Cak Imin menegaskan bahwa pertemuan tersebut dalam rangka menghadiri pernikahan putri Rizieq Shihab.
Ia mengaku, tidak ada pembicaraan khusus yang berkaitan dengan Pilpres 2024. Cak Imin juga mengklaim tidak sempat berbicara banyak dengan Rizieq Shihab.
Hal yang sama juga ditegaskan Anies Baswedan, yang mengaku hanya memenuhi undangan Rizieq Shihab untuk menyaksikan pernikahan putrinya.
Soal Politik Identitas yang Kerap Dilekatkan ke Anies
Sebelum terjun ke dunia politik, Anies Baswedan merupakan seorang intelektual yang cukup populer di Indonesia. Ia memiliki latar belakang pendidikan yang kuat, termasuk gelar doktor dalam bidang ekonomi.
Anies sempat menjabat sejumlah posisi penting sebelum menjadi Gubernur DKI Jakarta, termasuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pada awalnya, Anies dikenal sebagai sosok yang moderat dan progresif. Namun, seiring berjalannya waktu, citra politiknya mulai berubah karena terseret berbagai isu yang terkait dengan politik identitas.
Salah satu peristiwa politik yang hingga kini masih membekas di ingatan publik adalah pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017. Anies Baswedan berhadapan dengan rivalnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang saat itu sedang menjalani sidang kasus penistaan agama.
Selama kampanye, Anies dituding secara terbuka memainkan narasi politik identitas. Ia bahkan dicap mengeksploitasi isu-isu agama dan etnis, terutama dalam menarik dukungan dari kelompok-kelompok konservatif Islam.
Ekploitasi isu identitas ini kemudian berlanjut pada gerakan politik yang mengusung tagline “Asal bukan Ahok” atau “Asal Jangan Ahok”.
Idzam Fautanu, dkk kembali menegaskan soal ini melalui penelitiannya yang dipublikasi di Jurnal Ilmu Politik FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung berjudul; Politik Identitas dalam Pilkada DKI Jakarta Tahun 2017: Perspektif Pemikiran Politik Nurcholish Madjid.
Menurut Idzam, munculnya kasus penistaan agama dan gerakan aksi damai 212 telah menjadi pembangkit semangat umat Islam untuk memilih pemimpin yang seagama.
Hal ini juga disinyalir menjadi faktor utama penggerak terpilihnya Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam Pilkada tahun 2017.
Survei yang dilakukan Pollmark juga menjadi bukti politik indentitas memainkan peran penting dalam Pilkada DKI saat itu.
Survei tersebut menunjukkan, responden lebih memilih kandidat karena pertimbangan agama daripada kinerja. Sekitar 21,6 persen responden memilih calon gubernur karena pertimbangan agama, sedangkan 16,3 persen memilih karena kinerjanya.
Setelah terpilih sebagai Gubernur Jakarta, Anies Baswedan melanjutkan dengan pendekatannya yang lebih konservatif dalam berbagai kebijakan.
Dia mencoba untuk membangun citra sebagai pemimpin yang mendukung nilai-nilai konservatif Islam, seperti membatasi penjualan alkohol dan menutup tempat hiburan malam Alexis.
Politik identitas yang dianut oleh Anies Baswedan telah mempengaruhi dinamika politik di Jakarta dan bahkan di seluruh Indonesia.
Ia berhasil memenangkan dukungan dari kelompok-kelompok yang lebih konservatif secara sosial dan agama, tetapi pada saat yang sama, ia juga telah memicu ketegangan di antara berbagai kelompok masyarakat.
Anies Baswedan sebelumnya telah secara berulang kali menegaskan bahwa tudingan politik identitas terhadap dirinya adalah tidak berdasar.
Ia berargumen bahwa selama kampanye pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017, ia berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan pembangunan, kesejahteraan sosial, dan pengentasan kemiskinan.
Anies juga menyatakan, kampanyenya saat itu didasarkan pada visi dan misi untuk Jakarta yang lebih baik, bukan untuk menggiring isu agama atau etnis.
Teranyar, dalam sebuah wawancara dengan Mata Najwa beberapa waktu lalu, Anies kembali menepis tudingan politik identitas yang sering dilekatkan kepadanya.
Ia meminta pihak yang menuding dirinya untuk bisa membuktikan hal itu, khususnya saat dirinya menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Di sisi lain, Cak Imin beberapa waktu lalu juga mengklaim telah berdiskusi panjang terkait politik identitas dengan Anies.
Diskusi empat mata yang dilakukan keduanya memberikan kesimpulan bahwa Anies pada dasarnya sama dengan apa yang Cak Imin perjuangkan, yakni menolak politik identitas.
Editor: Andy Tandang